Minggu pagi, terlihat Dira masih terbalut selimut dengan satu kaki nya yang sudah keluar, dan menggantung di kasurnya. Minggu adalah hari yang paling Dira suka, karena dia tidak perlu mengumpulkan niatnya untuk berangkat ke kampusnya.
"Tring.. Tring..." suara telepon genggam Dira berdering dengan sangat nyaring, membuat Dira terganggu atas hal itu. Keningnya berkerut, tangannya berusaha meraih telepon genggam yang berada di meja kecil samping kasurnya, dan langsung mematikan panggilan itu. Tanpa menyerah sang penelepon itu masih berusaha menghubungi Dira sampai akhirnya Dira terbangun dengan gusar, ia mengangkat panggilan itu dengan terpaksa.
"Diraaaaa!!!! Gue nelpon dari jam 6 subuh, lu baru ngangkat sekarang, liat sekarang jam berapa!" Terdengar sangat keras walau hanya dari seberang telepon, membuat kuping Dira terasa berdengung. Ia melirik jam dan melihat jarum jam menunjukkan angka 10.15.
"Emang kenapa si Fey? Ini Minggu, ga ada kelas. Dasar lu rese banget ganggu orang tidur aja." Dira berdengus kesal.
"Hah? Lu lupa, hari ini kan ada pertemuan sama klien kita, harusnya jam 9 tadi, lu ga bagun-bangun, jadi gue undur jam 1, hih sebel gue. Cepat mandi gue tunggu di warteg nya Bude Tati sekarang!" Freya memutuskan panggilan itu, terdengar dari suaranya dia sangat kesal. Dira membelalak sangat kaget karena bisa-bisanya dia lupa dengan janjinya. Ia langsung bergegas mengambil handuk dan mandi secepat kilat. Ia mengambil kaos putih tipis, celana jeans, dan kemeja kotak-kotak over size, pakaian andalan Dira. Tak lupa ia mengemas kamera nya dan membawanya keluar kamar kostnya dan langsung mengenakan sepatu ketsnya dengan asalan. Ia langsung lari menuju motornya, dan mengendarai motornya dengan sangat cepat menuju warteg Bude Tati yang ada di dekat kampusnya.
Sesampainya di warteg Bude Tati, Dira memarkir motornya asalan, ia langsung berlari menuju meja yang di tempati Freya. Terlihat Freya sedang memainkan telepon genggam miliknya dengan alis yang saling bertaut, menunjukkan bahwa suasana hatinya sedang buruk. Dira duduk perlahan di hadapan Freya dengan menampilkan senyum tak enak. Freya yang menyadari itu langsung meletakkan ponsel nya dan menatap Dira dalam-dalam, membuat Dira merasa terintimidasi.
"Gue beliin nasi ayam ya?" Ucap Dira niat membujuk sahabatnya itu.
"Double" Jawab Freya singkat.
"Nasi ayam goreng double, oke oke. Minum? Es teh?"
"Jeruk."
"Siap bos." Dira buru-buru menuju etalase yang berisikan berbagai macam makanan. Ia memesankan makanan sesuai pesanan yang diinginkan Freya, dan memesan nasi telur untuknya. Ia kembali menuju meja dengan dua piring di tangannya.
"Nih bos, makanan siap." Ucap Dira menampilkan senyum termanisnya, agar Freya tak kesal lagi. Freya mengambil makanannya, tanpa sedikitpun senyum di wajahnya.
"Fey, kok kita mau ketemu klien di Warteg Bude Tati si? Emang mereka tau tempat ini?" Tanya Dira sembari menyuap makanannya. Freya mengangguk.
"Mereka anak kampus kita juga, kost nya juga di daerah sini makanya dia minta ketemu disini. Kayanya mereka orang kaya deh, soalnya kan kost di daerah sini mahal parah." Jawab Freya dengan antusias tidak seperti sebelumnya.
"Dasar lu Fey giliran uang semangat." Ledek Dira, Freya hanya senyum malu mendengarnya.
"Permisi, maaf nunggu lama ya." Ucap seorang cowok berpakaian santai kaos hitam dan celana hawai dengan rambut yang sangat acakan menghampiri mereka. Dira yang sedang asik makan pun terhenti karena melihat gaya cowok itu.
"Ah iya gapapa, lu Daffin?" Tanya Freya dengan ramah sambil berdiri terlihat sangat antusias.
"Bukan bukan, kenalin gua Ervin." Senyum lelaki itu merekah bersamaan dengan tangannya yang menjulur. Freya membalas salaman itu dengan senang hati.
"Freya." Senyum manis dan pipi kemerahan Freya membuat Dira merasa mual. Dira berdeham membuat Ervin sadar bahwa ia tak hanya berdua Freya.
"Oh, Ervin." Ervin mengulurkan tangannya kepada Dira, dengan enggan ia membalas juluran tangan Ervin.
"Udah tau." Bukannya memberi tau namanya Dira malah menjawab dengan cuek.
"Kamu kenal aku?" Tanya Ervin sembari duduk di samping Dira. Dira hanya menggeleng tanpa suara membuat Ervin bingung.
"Terus kok udah tau?" Tanya Freya ikut bingung.
"Kan dia udah nyebutin pas kenalan sama lu." Ucap Dira lanjut makan santai. Ervin yang mendengar itu hanya bisa melongo, membuat Freya tak enak.
"Eh sori vin, sumpah Dira kalo udah akrab ga bakal cuek gitu kok. Hehe"
"Iya gapapa Frey santai."
"Fey aja vin." Freya tersenyum masih merasa tak enak. Ervin hanya mengangguk merasa canggung.
"Ohiya, kemaren yang hubungin gue namanya Daffin, kok yang datang malah lu?" Tanya Freya mencoba mengganti topic.
"Si Daffin belum bangun, abis buat konten sampe malem. Jadi gue yang kesini." Jelas Ervin.
"Lu kawannya?" Tanya Dira tiba-tiba membuat Ervin kaget.
"Ah, bukan gue adek nya Daffin, kita kembar. Tapi ga tau ya walau orang-orang bilang kita mirip, entah kenapa cuman Daffin yang terkenal." Ucap Ervin kembali santai.
"Oh jadi gue harus apa?" Tanya Dira tanpa menghiraukan penjelasan Ervin.
"Kamu? Loh aku kira yang bakal jadi modelnya si Fey." Ucap Ervin dengan suara tinggi karena terkejut. Yah ini bukan pertama kalinya klien mereka salah sangka. Karena dengan penampilan Dira yang semrawut sangat berbeda dengan penampilan Freya yang lebih feminim, Freya senang menggunakan rok rempel polos di atas dengkul, dan baju lengan pendek, ini akan membuat klien mereka menyangka bahwa Freya lah modelnya.
"Oh bukan bukan, gue cuman bantu Dira ngatur waktunya. Lagian yang buat Dira terjun ke dunia model ya karena dia ini sebenernya cantik cuman cuek aja sama penampilan. Lah gue? Cantik nya harus dandan dulu." Ucap Freya dengan bibir yang manyun. Dira menghela napas bosan mendengar keluhan sahabatnya yang selalu itu itu saja.
"Jadi gue harus apa?" Tanya Dira datar.
"Udah selesai makan? Kalo udah mending kita omongin ini di kost aja yuk." Ajak Ervin.
"Lu gila, cewek disuruh ke kost cowok?" Dira mulai emosi dengan Ervin yang terlalu bertele-tele.
"Ga kok, Kost kita kost umum, lagian kita ga ngapa-ngapain." Ervin mencoba meluruskan.
"Tau lu Ra, sewot amat." Freya membela Ervin. Dira menghela napas berat dan mengangguk setuju.
"Oke, yuk berangkat. Kita naik mobil aku aja, ini udah mendung takut ujan."
"Ga usah, gua bawa motor , lu sama Fey aja, dia pake rok." Dira menolak tawaran Ervin. Ervin baru saja mencoba menyuruh Dira agar tetap menaiki mobil, tapi tangannya sudah ditahan oleh Freya yang sudah tau sikap sahabatnya itu. Dira menghampiri motornya dan menaikinya mengikuti mobil Ervin yang sudah jalan lebih dulu. Benar saja, tak lama mereka jalan, hujan turun dengan tiba-tiba.
'Sial kamera gue' Dira menggerutu.
"Tuhkan Fey, udah aku bilang bakal ujan." Ervin memandangi spion melihat Dira yang sudah basah kuyup.
"Biarin Vin, Dira emang gitu. Susah kalo dipaksa. Batu banget orang nya. Biar dia yang nyesel sendiri." Freya menjawab santai, karena ia sangat paham sikap Dira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Late to Love
Romantizm~Karena cinta bukan tentang waktu~ Anindira mahasiswi cuek, yang terjebak pernikahan tak diinginkan, berawal dari kerja sama, dan pacar bohongan. Apa yang akan terjadi? Bagiamana acara Aindira survive dengan masalah ini?