Satu

759 29 1
                                    

Maaf, ku minta suamimu dalam doaku

Tetot... Tetot... "Blonjo blonjo"
Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi, terdengar teriakan mbak Siti tukang sayur keliling langgananku. Menarik perhatian para ibu ibu rumah tangga untuk berbelanja

Segera ku ambil jilbab instanku memakainya sambil berjalan menuju pintu. Saat aku keluar terlihat mbak Siti yang sudah dikerubungi beberapa ibu-ibu

Aku berjalan kearah mbak Siti, karena mbak Siti berhenti di simpangan jalan tidak jauh dari rumah. Hebatnya teriakan mbak siti mampu menembus rumahku yang berjarak enam rumah dari posisinya. Bahkan yang rumahnya lebih jauh dari rumahpun masih bisa mendengar teriakan mbak siti

Sudah ada Bu Ida, mbak Lastri dan Putri yang sudah memilih belanjaan

"Selamat pagi Tari, masak apa hari ini" tanya Bu Ida menoleh padaku

"Bagi Bu, pagi semua. Masih bingung Bu saya mau masak apa" aku pun tersenyum tipis pada Bu Ida

"Makan cuma seorang mah enak mbak, gak usa pusing. Gak masak juga gak papa bisa beli jadi" celetuk mbak Lastri

"Kasian nanti mbak Siti kalau saya beli jadi, gak ada yang belanja kalau semua semua beli jadi" jawabku sembari tersenyum

"Nahhh betul itu mbak Tari" mbak Siti ikut menyauti, kami tertawa bersama

Beginilah hidupku, hidup seorang diri. Tanpa keluarga, tanpa orang tua dan saudara. Namaku Mentari, usiaku sudah 24 tahun dan belum menikah. Kedua orang tuaku meninggal setahun yang lalu karena sebuah kecelakaan. Dan aku anak satu satunya.

Pertama kali aku menghadapi masalah terbesar dalam hidupku. Kehilangan semuanya, aku seakan tak mampu lagi bertahan untuk hidup. Aku merasa Tuhan tidak adil padaku, terlebih disini aku tidak begitu banyak yang kukenal. Karena kami baru pindah 6 bulanan. Tapi aku bersyukur memiliki tetangga yang sangat baik

Aku harus menghidupi diriku sendiri setelah kepergian ayah dan ibu. Beruntung ayah meninggalkan sebuah toko kain kecil untuk ku kelolah. Yang mampu menghidupi ku sampai saat ini

Lamunanku buyar saat seseorang datang menyapa kami, mbak Mita tetangga berjarak 1 rumah dari rumah ku.

"Pagi ibu ibu semua" sapanya pada kami, aku hanya tersenyum tipis

Entah ini hanya perasaanku saja atau memang mungkin benar, aku merasa mbak Mita tidak begitu menyukaiku. Tapi aku selalu masa bodoh, dengan ucapan ucapan sinisnya

"Masak apa Mita" tanya mbak Lastri

"Gak tau bingung aku, pinginnya sih masak rendang, tapi Papanya Kesya maunya ikan pepes" jawabnya, mbak lastri hanya manggut-manggut. aku hanya mendengarkan, tidak ingin ikut menyaut

"Tapi udah deh, aku masak rendang aja. Toh mas Azka akan tetap memakan masakanku" jawabnya enteng

Setelah memilih beberapa sayur dan lauk aku membayar belanjaanku dan pamit kepada semuanya

Sayup-sayup kudengar suara mbak Mita membicarakan tentang ku, aku tak mau ambil pusing. Aku tetap berjalan santai menuju rumah

Segera aku pergi kedapur untuk memasak untuk sarapanku sebelum pergi bekerja. Hari ini aku memasak sayur sop dan pepes ikan

Ah aku jadi teringat jika tadi mbak Mita bicara kalau suaminya ingin makan ikan pepes. Aku tersenyum kecut.

Andai aku punya keluarga kecil seperti mereka, pasti akan ada seseorang yang memintaku memasak apa hari esok

Aku menghela nafas berat, sudahlah aku tidak perlu meratapi nasibku. Ini semua sudah kehendak Allah

***

Ku buka toko bersama Yanti, pegawai yang telah mengabdi selama kurang lebih 4 tahun. Saat ayah masih ada. Yanti adalah wanita kuat dan tangguh, ia bekerja setelah lulus SMP, tiada biaya lagi untuk dia meneruskan kejenjang Sekolah Menengah Atas. Yanti tipe wanita pekerja keras, karena itulah ayah sangat percaya pada Yanti

Hari ini toko sedikit ramai, aku juga ikut turun tangan sendiri melayani pembeli. Kulihat seseorang yang ku tau adalah suami mbak Mita memasuki tokoku

"Selamat siang, bisa saya bantu" sapaku.

Terlihat wajah laki laki tersebut sedikit terkejut karena melihatku disini, dia tersenyum tipis. Ia mengatakan menginkan kain untuk seragam ditempat kerjanya. Kutawarkan kain batik untuknya dan Azka sepertinya masih bingung dengan motif nya, karena terlalu banyak pilihan

"Emmm.." Azka berdehem kikuk

"Tari pak" jawabku

"Ahh iyha Tari, maaf saya tidak tahu namamu meski kita bertetangga" ia terkekeh, manis sekali

"Tidak masalah emm,, Pak. Jadi motif yang seperti apa yang bapak inginkan" tanyaku

Sebenarnya aku bingung mau memangilnya apa, ingin kupangil pak dia belum terlalu tua, tapi jika memanggil mas kurasa kurang sopan. Terlebih jika aku memanggilnya hanya nama. Ahh biarlah kupanggil pak saja

Setelah beberapa menit kami berbincang Yanti datang membawa minuman untuk ku dan pak Arif, setelah itu ia pamit untuk makan siang dan sholat karena toko juga sudah lumayan sepi

"Mungkin saya harus pergi dulu, jika kalian ingin makan siang. Saya juga harus makan siang dulu, nanti saya bisa kembali " pamitnya sambil melihat jam dipergelangan tangan

"Tidak masalah pak, mari kita lanjutkan. Atau bapak ingin makan siang bersama kami" tawarku

"Ahhh tidak usah, saya bisa nanti makan diluar kita lanjut saja"

Setelah hampir setengah jam kami berbicara, Azka memutuskan akan membeli kain batik motif modern. Kain tersebut akan diambil seminggu dari sekarang, pak Arif memberi dp 40% terlebih dahulu.

Ku perhatikan Azka yang terkadang melihat kearah Yanti yang sedang makan, ku putar tubuhku untuk melihat Yanti, ia baru selesai makan siang

"Emmm... Tari boleh saya tanya"

"Silakan pak"

"Emmm... Gimana ya saya ngomongnya jadi gak enak" Azka menggaruk tengkuknya yang aku yakin tak gatal, aku tetap menanti apa yang akan diucapkannya

"Itu... Ikan pepesnya beli dimana" tanyanya sambil menunjuk bungkusan pepes yang masih utuh

Aku ingin tertawa melihat wajah polosnya, tapi untung bisa ku tahan. Aku berjalan kearah yanti dan mengambil 2 bungkus ikan pepes yang masih utuh

"Monggo ini buat bapak..." Aku menyerahkan bungkusannya pada Arif

"Ehhh gak usa, saya bisa beli sendiri kok" tolaknya halus

"Gak papa ini saya buat sendiri kok"

"Wah serius,,, terimakasih. Dari kemarin saya ingin ikan pepes. Jadi tidak enak" jawabnya sambil menerima bungkusannya

"Sama sama pak"

"Besok akan saya kembalikan kotak makannya" aku hanya mengangguk. Lalu Azka pamitan untuk pergi karena jam makan siang hampir berakhir

"Satu lagi, saya belum terlalu tua. Kita juga tetangga, panggil mas atau langsung nama juga gak papa" katanya mengingatkan.

Aku kaget sendiri mendengar penuturannya, apa tidak apa apa

"Oke saya permisi dulu, satu minggu lagi saya kesini" pamitnya

"Iyha pakk... Eh mas Azka" jawabku sekenanya

Hanya panggilan kurasa tidak apa



Mak colek ya kalau ada typo, terimakasih 😘😘

Maaf, Ku Minta Suamimu Dalam Doa KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang