Sebelum pergi rapat dengan klien, tanpa sengaja Namjoon telah menjatuhkan arlojinya yang seharga 45 ribu dolar ke dalam segelas air dan dia bilang kalau pun benda itu rusak ia tak perlu merasa khawatir. Aku yang stres setiap kali melihat kecerobohannya yang seringkali tak tanggung-tanggung menyangkut keselamatan benda-benda mahal seperti itu. Aku tahu, karena dia kaya, jalan pikirannya jelas beda dengan aku yang orang biasa. Baginya membeli sebuah arloji adalah perkara mudah, seberapa pun harganya. Mungkin saja esok hari dia membeli Rolex untuk gantikan Patek Philippe miliknya itu. Kadang aku bertanya-tanya, untuknya, nilai prestise itu apa? Uang itu apa?
Saat sedang melamun sambil berebahan di sofa, seseorang membuka pintu dan aku terguling jatuh membentur meja gara-gara terkejut. Aku memungut kacamataku dan mengenakannya kembali sembari buru-buru bangkit berdiri.
"Maaf, Hyung, aku—"
"Kamu baik-baik saja?"
Aku mendongak. Yang memegangi lenganku bukanlah Namjoon melainkan seorang lelaki cantik berambut cokelat madu.
"Aku melihatmu jatuh dari sofa. Kukira aku sudah mengagetkanmu. I'm so sorry, seharusnya aku ketuk pintu dulu," katanya, dengan nada khawatir.
"S-aya tidak apa-apa." Aku meneguk ludah. Saat itu aku malah menghindari tatapan matanya dengan memalingkan muka. "Maaf, saya pikir Direktur Kim yang datang jadi saya kaget."
"Err, aku justru kemari untuk menemuinya. Di mana Namjoon? Aku mau mengantarkan makan siang untuknya."
Panggilan tanpa embel-embel itu, dan kotak bekal berbalut kain yang dijinjingnya menyadarkanku akan sesuatu. Apa lelaki ini yang juga membuatkan bekal makan Namjoon kemarin?
"Oh, maaf kamu pasti bingung. Aku Seokjin, tunangannya Namjoon."
Aku malu karena sudah ketahuan menelisik. Memang aku sedang bingung juga. Barusan aku berpikir siapakah dia dan kenapa motif di kain pembungkus kotak bekal di jinjingannya serupa dengan yang lalu. Lelaki bernama Seokjin itu hanya tertawa saja. Bahunya bergerak naik-turun ringan. Kemudian, dia menaruh kotak bekalnya di atas meja dan duduk di sofa tempatku rebahan tadi. Setelah dia menghempaskan punggungnya, tawa itu reda, rautnya berubah agak capek. Aku lalu duduk di sebelahnya—tidak tepat di sebelahnya, agak di sisi—dan pura-pura berdeham membersihkan tenggorokan, padahal aku hanya ingin menyamarkan rasa canggungku saat itu.
Aku mencoba bicara dengan cara yang agak polite, "Maaf tapi ... Direktur Kim sedang rapat dengan klien di luar. Dia tidak ada di kantor."
"Hmm. Dia tidak mengangkat teleponku dan aku tidak punya ide tentang apa yang sedang ia lakukan, makanya aku sengaja datang kemari, siapa tahu aku bisa bertemu dengannya di jam istirahat seperti ini. Tapi ternyata dia sibuk, ya?"
Aku mengangguk. "Ya. Direktur Kim memang orang yang selalu sibuk."
"Kemarin aku mengiriminya bekal makan siang dan aku tidak mendapat kabar apa-apa tentang makanan itu, jadi kupikir hari ini aku perlu melihatnya makan secara langsung. Itu akan membuatku lebih tenang. Kamu tahu kan, maksudku?"
Aku terperanjat. Bukan Namjoon yang memakan makanan itu dan dia telah dibohongi. Aku tak bisa mengatakan apa-apa karena aku takut. Ya Tuhan, apa yang telah kulakukan? Aku menyesal tidak memaksa Namjoon memakan bekalnya kemarin malam.
"Maaf ya kalau aku banyak bicara, padahal kita belum saling kenal," kata lelaki itu, "dan aku juga lupa menanyakan siapa namamu. Apakah kita bisa berkenalan sekali lagi? In a proper way. Aku Kim Seokjin. Kamu?"
"Saya ... Jimin. Park Jimin. Asisten Direktur Kim."
"Aku tahu. Kalau kamu bukan orang yang posisinya dekat dengan Namjoon kamu tak akan duduk di sini." Dia tersenyum. Lengkung garis bibir itu mengangkat pipinya yang gemuk. "Ah, ya, tak perlu pakai bahasa baku denganku. Aku tidak terlalu suka untuk menjadi kaku. Biasa saja, anggap aku teman, oke? Tos dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
panier repas [pjm x ksjx knj]
FanfictionKim Namjoon, direktur, seorang yang superior. Kim Seokjin, orang kaya ramah yang suka bicarakan hal tak penting. Sengaja tak sengaja, Park Jimin si pegawai kantoran biasa mesti berurusan dengan dua orang ini. collab project with YOURPOETRYLINE (plot...