Tiga

504 137 9
                                    



"Satu Kalimat Penguat"

"Satu Kalimat Penguat"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










De Javu. Minho merasakan itu ketika dirinya kembali dikejutkan oleh presensi dua obyek yang sungguh tak asing baginya.

"Minho hyung?"

Minho mendesah pelan mendengar sahutan itu. Ia melangkah menuju mereka, tapi baru sampai di tengah ia berhenti, lalu membaringkan tubuhnya di lantai rooftop yang kasar dan dingin.

Kedua obyek itu terheran dan lantas mendekati Minho. Ya, kedua obyek yang Minho maksud adalah Hyunjin dan Felix. Mereka baru saja bertemu tadi siang di tempat ini, bahkan dengan alur yang serupa-Minho tiba dengan Hyunjin dan Felix yang sudah ada di sini.

Raut penuh tanya Hyunjin dan Felix seketika bertambah dengan raut panik tatkala ditemukan beberapa luka babak-belur di wajah Minho.

"Kau kenapa, Hyung?"

"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit kesalahpahaman." Minho menjawab dengan santai sambil masih menatap langit.

Sedangkan keheranan masih tak luput dari benak Hyunjin maupun Felix.

"Aku akan mengambil obat di Ruang Unit Kesehatan, sekalian mengambil minum untuk Felix," cetus Hyunjin. "Felix, kau temani Minho hyung di sini, ya? Aku takkan lama."

"Baiklah." Felix mengangguk. Sedangkan Minho hanya diam tak peduli.

Setelah itu Hyunjin segera beranjak menuju Ruang Unit Kesehatan. Di sini, jadi tinggal Minho dan Felix saja.

"Kenapa kau bisa terluka, Hyung?" tanya Felix lagi, karena jawaban Minho tadi belum cukup baginya.

"Hanya kecelakaan kecil karena kesalahpahaman." Lagi-lagi Minho menjawab dengan alasan itu.

"Kau baik-baik saja?" Felix tak menyerah bertanya, karena ia yakin pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Minho.

"Kau tak perlu memastikan. Aku selalu baik-baik saja." Namun, lagi-lagi Minho menjawab dengan santai, seakan-akan luka-luka di wajahnya itu bukanlah hasil dari suatu masalah. "Apa kau pernah melihatku tampak buruk?" tanya Minho balik.

Felix mendelik, menelisik raut Minho yang sungguh penuh dengan kekonyolan. Baiklah, Felix minta maaf mengatainya seperti itu, tapi benar wajah Minho selalu mengundang orang untuk tertawa. Kecuali satu, ... matanya. Mata besar Minho itu tak pernah menutupi kesan asli dari sesosok Lee Minho.

Felix sudah lama mengetahui Minho sebagai seniornya yang terkenal suka berbuat onar-terlebih tertawa-di sekolah, tapi baru mulai tadi siang ia mulai menyadari kebenaran sendu seorang Lee Minho-di balik segala lengkungan tawa yang selalu dia tampilkan.

VoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang