1

4 0 0
                                    

Pertanyaan hidup itu memang tidak ada habisnya ya. Tiga tahun yang lalu aku berhasil menjawab pertanyaan kapan lulus, sekarang sudah ada pertanyaan baru lagi yang oleh mereka mewajibkanku untuk menjawab. Kapan nikah Ky? Yakinlah, pertanyaan-pertanyaan semacam ini tidak akan ada habisnya, dan aku memutuskan untuk tidak menjawabnya.

Di sinilah aku sekarang, acara nikahan sepupuku Mbak Ayu yang memang usianya hanya selisih satu tahun denganku. Memilih untuk duduk dipojokan sambil mendengarkan lantunan lagu adalah jalan ninjaku.

"hey ngapain di situ hah?" tanya Mas Kiki. Dia kakak kandungku.

"ya biasa, males soalnya kalau kesana nanti ditanya-tanyain."

"kamu ditanyain apa lagi aku woy, mana hari ini aku bawa Laras."

Ya, Mbak Laras adalah pacar Mas Kiki. Hubungannya kali ini bisa dibilang cukup langgeng. Mas Kiki itu tampangnya saja yang kalem, aslinya kalau anak sekarang bilang fuckboy. Entah ramuan apa yang diberi Mbak Laras sehingga dia bisa tobat, atau sebaliknya dukun mana yang Mas Kiki pakai untuk menaklukan Mbak Laras.

"yaudah sana balik, kasian tuh Mbk Laras kikuk gitu ditanya-tanya mulu sama budhe."

"iya iya, kamu tu cari cowok gitu biar gak sepi-sepi amat hidupmu."

"apasih, gak usah mulai deh," jawabku ketus.

"masih belum move on sama si kadal jambul itu?"

"namanya Dhio mas."

"ya itu pokoknya, gak ada yang salah Ky kamu coba membuka hati lagi"

"mas, ini tu di acara nikahan please lah jangan ceramahin aku. Kalau mau ceramah, noh sekalian di mimbar. Udah sana balik, aku mau ke toilet," aku meninggal mas Kiki begitu saja. Malas. Itu lagi yang dibahas.

Ternyata ke toilet tidak juga menolongku. Aku bertemu Budhe Nanik, yang kalau ketemu aku kerjaannya pamer anaknya terus.

"eh Kyla, hari ini dateng sama siapa Ky?" tanyanya dengan senyum lebar sekali.

"sama keluarga budhe," jawabku.

"emmm maksud budhe kamu gak bawa gandengan gitu?"

"tadi sih mobilnya udah pas keiisi berenam, kalau nambah lagi gak muat" cengiranku keluar, mencoba menjawab dengan sesantai mungkin karena sudah bisa ditebak arahnya kemana.

"kamu belum punya pacar to?"

"hehe belum budhe."

"masak kamu kalah sama Mira anak budhe, tadi aja kesini udah bawa gandengan, aparat negara lagi."

"wah hebat ya Mira, tapi Kyla lagi gak ikut lomba cepet-cepetan dapet pacar sih budhe, Kyla mah santai gak buru-buru"

"haduh anak zaman sekarang ya kalau dikasih tau orang tua emang suka gitu," gerutunya. Lalu pergi meninggalkan toilet.

Sepertinya aku harus pulang.

Aku mencari keberadaan Ibu dan Ayah. Ingin segera salaman dengan Mbak Ayu lalu pulang. Bertemu banyak orang membuat kepalaku jadi pusing.

Akhirnya aku menemukan wanita dengan kebaya coklat di sana sedang berbincang dengan Budhe Laila, Ibu Mbak Ayu. Aku menghampiri ibu dan berbisik kalau sudah ingin pulang.

"kamu hubungin ayah kamu sama masmu kalau gitu," minta Ibu.

"Mbak aku mau pulang duluan ya, ini si Kyla pusing katanya," izin Ibu ke Budhe Laila.

"walah kok buru-buru pulang to, Kyla gak kenapa-kenapa to nduk?" tanya budhe.

"eh enggak kok budhe cuma gak enak badan aja."

"owalah yaudah hati-hati ya, makasih sudah dateng kesini," jawab budhe sambil mengelus punggungku.

Kami pun berpamitan dan menuju ke mempelai untuk mengucapkan selamat dan berfoto bersama.

"Kyla maksih yaaaa, cepetan nyusul," bisik Mbak Ayu sambil memelukku.

"haha iya mbak," jawabku. Kami berdua memang tidak dekat. Ralat, aku tidak pernah dekat dengan saudara dari Ayah atau Ibu. Tapi, aku juga damai-damai saja tidak ada masalah, sebut saja aku ansos. Aku menerima ucapan itu.

Kami pun turun dari panggung, keluar gedung dan menuju parkiran. Akhirya pulang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raka AbimanyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang