BAGIAN 2

398 19 0
                                    

Matahari masih menyengat, walaupun sudah agak condong ke arah barat. Parang Giri yang berjalan melihat-lihat keadaan di Kotaraja Kerajaan Jalaraja ini, tanpa terasa sudah begitu jauh meninggalkan istana. Dan langkahnya baru berhenti begitu tenggorokannya terasa jadi kering. Laki-laki berusia setengah baya ini berhenti berjalan di pinggir sungai kecil yang berair sangat jernih. Tanpa ragu-ragu lagi, dibasahinya tenggorokannya dengan air sungai ini. Namun begitu Parang Giri berdiri dan mengangkat kepala, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan merah berkelebat begitu cepat di depannya.
"Heh...?! Ups...!"
Parang Giri agak terkejut sesaat, namun cepat melompat ke belakang. Sehingga bayangan merah itu tidak sampai menerjang dirinya. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, lalu manis sekali kedua kakinya menjejak tanah kembali. Saat itu, di depannya sudah berdiri seorang anak muda. Usianya sekitar dua puluh lima tahun. Tubuhnya yang tegap terbungkus baju merah menyala. Sebilah pedang berukuran cukup panjang tampak tergantung di pinggangnya.
Parang Giri mengamati pemuda yang tiba-tiba saja muncul di depan dan sama sekali tidak dikenalnya. Parang Giri baru kali ini melihatnya, tapi sikap anak muda itu sama sekali tidak menunjukkan persahabatan. Bahkan sorot matanya yang tajam memancarkan api permusuhan. Parang Giri segera menggeser kakinya ke kanan beberapa langkah.
"Kau yang bernama Parang Giri...?" tanya pemuda berbaju merah itu tanpa basa-basi lagi. Suaranya terdengar dingin dan datar.
"Benar. Dan kau siapa...?" Parang Giri malah balik bertanya.
"Aku Kaligi," sahut anak muda itu memperkenalkan diri.
"Hm...," Parang Giri hanya menggumam sedikit saja.
"Dengar, Parang Giri. Kehadiranmu di sini sama sekali tidak diharapkan. Sebaiknya cepat pergi sebelum nasib buruk menimpamu. Dan jangan coba-coba ikut campur dalam persoalan di sini," ancam Kaligi dengan suara dingin dan datar.
"Heh...?! Siapa kau ini...?! Apa hakmu mengusirku...?!"
Parang Giri jadi kaget juga mendengar pengusiran yang begitu langsung diucapkan tanpa tedeng aling-aling lagi. Diamatinya anak muda berbaju merah di depannya ini yang mengaku bernama Kaligi. Tapi raut wajah anak muda itu demikian datar, walaupun sorot matanya memancar tajam.
"Aku tidak punya waktu bersilat lidah denganmu, Parang Giri. Sebaiknya dengar saja kata-kataku. Cepat pergi dari sini, atau kau tidak akan bisa lagi melihat matahari besok pagi," sambung Kaligi mengancam, dingin menggetarkan suaranya.
"Edan...! Kau pikir aku takut mendengar gertak sambalmu itu, Bocah...?!" Parang Giri jadi geram juga mendapat pengusiran yang bernada mengancam itu.
Darah laki-laki setengah baya itu seketika bergolak mendidih, bagai kawah gunung berapi yang hendak memuntahkan laharnya. Parang Giri merasakan harga dirinya sudah direndahkan anak muda ini. Maka tanpa banyak bicara lagi, langsung saja goloknya yang terselip di pinggang dicabut.
Sret!
Wut!
Parang Giri langsung mengebutkan goloknya hingga tersilang di depan dada. Sementara, Kaligi tetap berdiri tegak tidak bergeming sedikit pun. Bahkan raut wajahnya sama sekali tidak berubah. Tetap datar, walaupun tatapannya tertuju pada mata golok di tangan Parang Giri yang berkilatan.
"Jangan bertindak bodoh, Parang Giri. Kau akan menyesal bermain-main dengan senjatamu itu," kata Kaligi mencoba mendinginkan suasana yang sudah mulai terasa panas.
"Dengar, Bocah! Kalau aku bisa kau kalahkan, hari ini juga aku akan angkat kaki dari negeri ini. Dan aku tidak akan kembali sampai kematian menjemputku."
"Kau yang menjual lebih dulu, Parang Giri."
"Phuih!"
Kemarahan Parang Giri sudah tidak dapat lagi di kendalikan. Sambil memutar goloknya di depan dada, kakinya digeser dengan cepat ke depan agak menyamping. Dan dengan kecepatan bagai kilat, goloknya yang berkilatan tajam dikebutkan ke arah dada.
Wut!
"Haiiit...!"
Tapi dengan gerakan cepat dan gesit sekali, Kaligi berhasil menghindari serangan laki-laki berusia setengah baya ini. Dan ini membuat Parang Giri geram bercampur penasaran. Padahal tadi sudah diduga kalau Kaligi pasti ambruk berlumuran darah. Tapi kenyataannya, Kaligi malah bisa berkelit menghindar dengan gerakan yang begitu indah dan cepat. Bahkan tanpa diduga sama sekali, Kaligi langsung melepaskan satu tendangan yang begitu cepat bagai kilat.
"Yeaaah...!"
"Eh...?! Hap!"
Cepat-cepat Parang Giri melompat ke belakang, hingga sepakan kaki Kaligi bisa dihindari. Dan saat itu juga, goloknya dikebutkan. Jelas, maksudnya hendak membabat buntung kaki Kaligi yang masih menjulur ke depan itu. Namun belum juga mata golok yang berkilatan itu sampai, Kaligi sudah cepat menarik kakinya.
Tepat di saat golok Parang Giri lewat, cepat sekali Kaligi menghentakkan tangan kirinya ke depan. Dan seketika tubuhnya meliuk ke kanan, mengikuti gerakan tubuh Parang Giri yang menghindari sepakan kakinya. Begitu cepat dan tidak menduga sama sekali, sehingga....
Des!
"Ikh...!"
Parang Giri jadi terpekik, begitu pukulan tangan kiri Kaligi tepat menghantam dadanya. Walaupun pukulan itu tidak disertai pengerahan tenaga dalam penuh, tapi sudah cukup membuat Parang Giri terpental cukup jauh ke belakang. Bahkan sebatang pohon yang terlanda tubuhnya, seketika hancur berkeping-keping. Tapi, Parang Giri bisa cepat menguasai keseimbangan tubuh, hingga tidak sampai terjerembab ke tanah.
"Phuih! Hih...!"
Parang Giri jadi semakin berang saja. Terlebih, dadanya kini jadi sesak akibat terkena pukulan tadi. Padahal sama sekali tidak disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Namun itu sudah membuat napasnya tersengal memburu. Beberapa kali Parang Giri membuat gerakan dengan kedua tangannya, sambil mengatur jalan pernapasannya.
"Hhhp...! Yeaaah...!"
Sambil menarik napas dalam-dalam, Parang Giri berteriak keras menggelegar. Dan seketika itu juga, kedua tangannya terhentak lurus ke depan. Tampak dari kedua telapak tangannya yang terbuka, membersit cahaya merah bagai api, yang langsung meluruk deras ke arah Kaligi.
"Hiyaaat..!"
Namun Kaligi yang memang sejak tadi sudah siap menghadapi serangan, cepat meliukkan tubuhnya ke kanan. Dan begitu cahaya merah dari telapak tangan Parang Giri lewat, cepat sekali tubuhnya melesat tinggi ke udara. Lalu bagaikan kilat, pemuda itu meluncur deras dengan tangan kanan menjulur lurus. Langsung diberikannya satu pukulan dahsyat, disertai pengerahan aji kesaktian yang tinggi.
Begitu cepat serangan batik Kaligi, hingga membuat Parang Giri jadi kaget setengah mati. Maka cepat-cepat tubuhnya dibanting ke tanah dan bergulingan beberapa kali, menghindari serangan maut yang dilancarkan Kaligi. Tindakan yang dilakukan Parang Giri, membuat serangan Kaligi hanya menghantam tanah kosong.
Glarrr...!
Satu ledakan yang begitu keras menggelegar terdengar seketika, bertepatan dengan jatuhnya pukulan Kaligi ke tanah, tempat Parang Giri berpijak tadi. Sementara itu Parang Giri masih bergulingan beberapa kali di tanah, lalu melompat bangkit berdiri dengan gerakan manis sekali. Saat itu juga kedua bola matanya jadi terbeliak lebar.
Tampak tidak jauh di depannya, sudah menganga sebuah lubang besar, yang masih mengepulkan debu bercampur asap kehitaman. Sementara tepat di pinggiran lubang itu berdiri Kaligi dengan sikap angkuh. Sambil berkacak pinggang, bibirnya menyunggingkan senyum mengejek yang terasa merendahkan Parang Giri.
"Hhh! Dahsyat sekali ilmu bocah ini. Tidak kusangka, di zaman sekarang banyak anak muda yang memiliki kepandaian begitu dahsyat," Desis Parang Giri, dalam hati.
Jelas sekali kalau Parang Giri memuji kedahsyatan ilmu yang diperlihatkan Kaligi barusan. Tapi, hatinya juga jadi penasaran. Terlebih lagi pertarungan ini sama sekali tidak diketahui sebabnya. Entah kenapa, tahu-tahu Kaligi muncul dan langsung mengusirnya tanpa alasan jelas. Sementara itu perlahan Parang Giri menggeser kakinya, menyusuri tanah ke sebelah kanan. Sedangkan Kaligi masih tetap berdiri tegak dengan angkuh sambil berkacak pinggang.
Wut!
Parang Giri segera menyilangkan goloknya dengan gerakan indah di depan dada. Sorot matanya memancar begitu tajam, bagai sepasang bola api yang seakan-akan hendak menghanguskan seluruh tubuh pemuda berbaju merah menyala di seberang lubang besar akibat pukulan nyasar dari Kaligi tadi. Parang Giri baru berhenti bergeser, setelah tidak lagi berada di seberang lubang. Dan kini, mereka berhadapan dengan jarak hanya sekitar tiga langkah saja. Sorot mata mereka begitu tajam saling menatap seperti tengah mengukur tingkat kepandaian masing-masing.
"Hm...!"
"Hhh!"
Bet!
Wut!
Secara bersamaan, mereka menggerakkan tangannya. Tapi mereka belum juga saling melancarkan serangan, seperti belum bisa mengukur tingkat kepandaian satu sama lain. Dan kini secara bersamaan kaki mereka bergeser berputar. Sehingga Parang Giri kini berada tepat membelakangi lubang yang dibuat lawannya. Sementara itu Kaligi tampak tersenyum tipis. Begitu tipisnya, hingga hampir saja tidak terlihat. Sedangkan Parang Giri sendiri masih tetap mengawasi dengan sinar mata begitu tajam menusuk.
"Hih! Yeaaah...!"
"Ups! Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Kaligi menghentakkan tangan kirinya ke depan. Sementara seketika itu juga, Parang Giri membabatkan goloknya untuk menangkis serangan tangan kiri pemuda itu. Tapi tepat di saat golok Parang Giri berkelebat di depan tubuhnya, cepat sekali Kaligi menarik tangannya. Dan secara bersamaan, tubuhnya ditarik ke kanan sambil melepaskan satu tendangan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi yang tepat mengarah ke dada lawannya.
"Heh...?!"
Parang Giri jadi terperanjat kaget setengah mati. Tidak disangka kalau Kaligi akan bertindak seperti itu. Maka cepat-cepat goloknya dikebutkan ke depan dada, mencoba melindungi dadanya dari serangan pemuda itu. Tapi tanpa diduga sama sekali justru Kaligi membanting tubuhnya ke tanah. Lalu dengan cepat sekali kakinya menyepak mengincar kaki lawannya. Begitu cepat gerakannya, tapi Parang Giri masih sempat melihat. Maka cepat dia melompat menghindari sepakan kaki pemuda berbaju merah itu.
Dan ketika tubuh Parang Giri berada di udara itu, Kaligi cepat melompat bangkit berdiri sambil mengebutkan tangan kiri. Seketika sebuah benda kecil berwarna kuning keemasan tampak meluncur deras dari telapak tangan kiri pemuda itu. Begitu cepat apalagi benda itu memang sangat kecil, sehingga sukar bagi Parang Giri untuk bisa cepat mengetahuinya. Dan belum juga disadari apa yang dilakukan lawannya ini, mendadak saja....
Tring!
"Heh...?!"
Pijaran bunga api yang tiba-tiba saja memercik di depan dadanya, membuat Parang Giri jadi tersentak kaget. Cepat-cepat tubuhnya melenting tinggi-tinggi ke udara, lalu berputaran beberapa kali. Kemudian kedua kakinya menjejak tanah lagi, di seberang lubang yang dibuat Kaligi.
Bukan hanya Parang Giri saja yang terbeliak kaget. Kaligi juga kaget setengah mati melihat senjata rahasianya memercikkan api dan jatuh ke dalam lubang yang menganga cukup lebar di depannya ini. Kejadian itu tentu saja membuat Kaligi jadi terlompat mundur beberapa langkah.
"Setan...! Siapa mau main curang denganku, heh...?!" bentak Kaligi geram setengah mati.
Begitu marahnya Kaligi, sampai wajahnya kelihatan merah bagai terbakar. Sementara itu, Parang Giri yang tidak tahu kejadiannya, hanya bisa bengong memandangi Kaligi yang memaki-maki. Belum lagi hilang kebingungan Parang Giri, tiba-tiba saja sebatang kayu pohon yang cukup panjang jatuh tepat melintang di atas lubang. Dan saat itu juga, melesat sebuah bayangan putih yang begitu cepat, hingga sukar diikuti pandangan mata biasa. Tahu-tahu di atas batang pohon yang melintang di atas lubang itu sudah berdiri seorang pemuda berwajah tampan. Bajunya putih tanpa lengan, dan terbuka lebar bagian dadanya. Tampak sebatang gagang pedang berbentuk kepala burung bertengger di punggungnya.
Pemuda itu berdiri tegak di batang pohon yang tidak begitu besar, melintang di tengah-tengah lubang yang dibuat Kaligi tadi. Dari cara kemunculannya, sudah bisa dipastikan kalau pemuda tampan berbaju rompi putih itu memiliki tingkat kepandaian yang sangat tinggi.
"Rupanya kau yang menghadang seranganku, heh...?! Phuih!" Kaligi menyemburkan ludahnya dengan sengit.
Sorot mata pemuda berbaju merah itu begitu tajam menusuk langsung ke bola mata pemuda tampan berbaju rompi putih yang masih berdiri tegak pada batang pohon yang melintang di atas lubang.
"Maaf! Aku tidak bermaksud ikut campur kalau kau bertarung secara jujur dan ksatria," sahut pemuda itu kalem.
"Keparat...! Kurobek mulutmu, Setan!" geram Kaligi marah. Disadari kalau kecurangannya dengan melepaskan senjata rahasia tadi diketahui orang lain. Padahal saat itu lawan tidak dalam keadaan siap sama sekali.
"Hiyaaa...!"
Tanpa banyak bicara lagi, Kaligi langsung saja melompat cepat menerjang pemuda berbaju rompi putih itu. Kemarahannya memang sudah tidak terbendung lagi. Terlebih, setelah kecurangannya dalam bertarung dengan Parang Giri diketahui.
"Mampus kau!"
Sambil membentak keras, Kaligi melepaskan satu pukulan dahsyat disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat pukulannya, sehingga arus tangan yang menjulur ke depan itu hampir tidak terlihat.
"Haiiit...!"
Tapi dengan gerakan manis sekali, pemuda berbaju rompi putih itu meliukkan tubuhnya ke kanan. Sehingga, serangan Kaligi sama sekali tidak mengenai sasaran. Dan di saat kepalan tangan Kaligi lewat di samping tubuhnya, pemuda itu cepat sekali menghentakkan tangan kirinya dengan gerakan berputar menyamping.
Wut!
"Eh...?! Hups...!"
Kaligi jadi tersentak kaget. Cepat-cepat tubuhnya melenting ke belakang, dan berputaran di udara beberapa kali. Lalu manis sekali kakinya menjejak tanah, dan langsung bersiap hendak melakukan serangan kembali.
Sementara pemuda berbaju rompi putih itu tetap berdiri tegak, seperti tidak bergeming sedikit pun juga. Sedangkan di seberang lubang yang menganga cukup besar ini, Parang Giri terlihat hanya bisa mengamati sambil mengerutkan keningnya.
Di dalam hati laki-laki setengah baya itu tengah berusaha untuk mengingat-ingat siapa pemuda berwajah tampan yang mengenakan baju rompi putih itu. Dia seperti pernah bertemu. Atau paling tidak, pernah mendengar ciri-ciri seorang pemuda gagah yang selalu mengenakan baju rompi putih, dengan sebilah pedang bergagang kepala burung bertengger di punggung. Tapi begitu keras berusaha mengingat, belum juga bisa menemukan jawaban tentang pemuda yang telah berjasa menyelamatkan nyawanya dari kecurangan Kaligi dalam pertarungannya tadi.
Sementara itu Kaligi sudah mempersiapkan jurus yang begitu tinggi tingkatannya. Sebuah jurus yang sangat ampuh, hingga membuat seluruh tubuhnya jadi memerah bagai terbakar. Sedangkan lawannya masih tetap berdiri tegak di atas batang kayu yang berada melintang di tengah-tengah lubang besar di depannya.
"Hop! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Kaligi menghentakkan kedua tangannya ke depan, tepat terarah pada pemuda berbaju rompi putih itu. Maka seketika itu juga dari kedua kepalan tangannya meluncur deras cahaya merah bagai api, yang meluncur langsung ke arah pemuda itu.
"Hap! Yeaaah...! Heh...?! Edan...!"
Parang Giri yang melihat pemuda berbaju rompi putih itu tidak berusaha mengelak, kedua bola matanya jadi terbeliak lebar. Sementara cahaya merah yang meluncur dari kepalan tangan Kaligi sudah semakin dekat saja. Dan begitu hampir menghantam dadanya, tiba-tiba saja pemuda berbaju rompi putih itu cepat menghentakkan kedua tangannya ke depan dengan cepat tepat di saat kedua telapak tangannya jadi berwarna merah membara.
"Yeaaah....!"
Glarrr...!
"Akh...!"
Satu ledakan keras seketika itu juga terdengar menggelegar, bagai hendak memecahkan gendang telinga. Bersamaan dengan itu terdengar pekikan keras agak tertahan. Tampak Kaligi terpental ke belakang sejauh beberapa batang tombak dan jatuh keras di tanah. Sedangkan lawannya sama sekali tidak terdorong sedikit pun juga. Bahkan cepat sekali melesat ke depan. Lalu dia mendarat manis sekali tanpa menimbulkan suara sedikit pun, sekitar satu batang tombak di depan Kaligi yang tergeletak di tanah dengan napas tersengal memburu.
Tampak dari sudut bibir Kaligi mengalir darah kental berwarna agak kehitaman. Wajahnya yang semula memerah, kini tampak pucat kebiru-biruan. Tapi, sorot matanya masih tetap terlihat tajam, penuh dendam ke arah pemuda berbaju rompi putih yang berada sekitar satu batang tombak di depannya.
"Kkk..., keparat kau.... Akh...!"
Kaligi langsung mengejang, begitu menyumpah tergagap. Tangannya terangkat sedikit hendak menuding lawannya, tapi saat itu juga tubuhnya yang sudah sedikit terangkat jadi terkulai di tanah. Seketika itu juga nyawanya melayang dari badan, bersamaan dengan menghamburnya darah dari hidung dan mulut. Sementara, pemuda berbaju rompi putih yang menjadi lawannya langsung menghembuskan napas panjang seakan-akan menyesali kematian lawannya.
"Maaf, aku tidak bermaksud membunuhmu," ucap pemuda itu pelan, bernada seperti menyesal.
Beberapa saat pemuda itu masih berdiri mematung, memandangi tubuh Kaligi yang terbujur kaku tidak bernyawa lagi. Dan begitu memutar tubuhnya, Parang Giri sudah berada dekat di belakangnya. Dan kini mereka berdiri saling berhadapan berjarak sekitar lima langkah. Beberapa saat mereka terdiam, dan hanya saling berpandangan saja.
"Tunggu...!"
Parang Giri cepat-cepat mencegah, ketika pemuda berbaju rompi putih yang telah menyelamatkan nyawanya dari maut itu kembali memutar tubuhnya ke kiri hendak melangkah pergi. Cepat-cepat Parang Giri menghampiri, dan kembali berada di depan anak muda berwajah tampan yang mengenakan baju rompi putih.
"Anak muda, aku ingin mengucapkan terima kasih. Kau sudah menyelamatkan nyawaku," ucap Parang Giri buru-buru.
"Aku hanya kebetulan saja lewat, Paman. Dan kuharap, kejadian ini tidak menjadi panjang nantinya. Maaf, Paman. Aku harus segera melanjutkan perjalanan," sahut pemuda itu, kalem.
"Sebentar, Anak Muda," cegah Parang Giri cepat-cepat.
Pemuda berbaju rompi putih itu tidak jadi melangkah. Dipandanginya laki-laki berusia setengah baya yang di pinggangnya terselip sebilah golok.
"Kalau boleh aku tahu, siapa namamu, Anak Muda...?" ujar Parang Giri bertanya sopan.
"Apa itu perlu...?"
"Jika kau tidak berkeberatan."
"Rangga."
"Itu namamu yang sesungguhnya, Anak Muda...?" Parang Giri seperti tidak percaya.
"Ayah dan ibuku yang memberikan nama itu padaku," sahut pemuda itu tersenyum.
"Tapi...." Parang Giri kelihatan ragu-ragu. Dipandanginya pemuda yang tadi mengaku bernama Rangga itu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Seakan-akan ada sesuatu yang terlintas di benaknya saat ini. Sesuatu yang mengingatkannya pada seseorang yang julukannya pernah didengarnya, namun begitu sulit diingat saat ini.
"Ada apa, Paman? Apa ada sesuatu yang aneh pada diriku?" tanya Rangga jadi heran juga melihat sikap laki-laki setengah baya di depannya.
"Aku..., aku ingat sekarang. Kau..., kau seperti Pendekar Rajawali Sakti. Benarkah dugaanku ini, Anak Muda...?"
Pemuda berbaju rompi putih yang tadi mengaku bernama Rangga itu tersenyum saja. Dan memang, dia adalah Pendekar Rajawali Sakti, seorang pendekar muda yang sudah begitu ternama dalam rimba persilatan. Walaupun merasa belum pernah berjumpa laki-laki setengah baya ini, tapi Rangga yakin kalau orang ini hanya mengenal nama dan ciri-cirinya saja.
Rangga yang tidak pernah mengagungkan dirinya sendiri begitu sulit untuk berterus terang menyebut julukannya. Sebuah julukan yang membuat semua tokoh persilatan harus berpikir seribu kali bila berhadapan dengannya. Dan seperti tidak sadar, pemuda itu menganggukkan kepala sedikit. Tapi, anggukan itu sudah membuat wajah Parang Giri berubah jadi cerah seketika. Dan senyumnya langsung merekah lebar.
"Dewata Yang Agung.... Nikmat apa yang Kau berikan, hingga aku bisa bertemu seorang pendekar besar dalam keadaan seperti ini...," desah Parang Giri dengan kepala sedikit menengadah ke atas.
Sedangkan Rangga hanya diam saja, tidak dapat lagi mengeluarkan suara walau hanya sedikit. Sementara Parang Giri dengan wajah cerah menghampiri lebih dekat lagi. Dan dia menjura memberi penghormatan pada Pendekar Rajawali Sakti. Maka tentunya sikap Parang Giri ini membuat Rangga jadi terhenyak.

***

114. Pendekar Rajawali Sakti : Gerhana Darah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang