BAGIAN 7

355 17 0
                                    

Pandan Wangi jadi terkejut setengah mati mendengar kata-kata Ratih yang bernada ragu-ragu itu. Sungguh tidak disangka kalau salah seorang dari mereka yang menculik putri Raja Jalaraja ini adalah seorang wanita yang pakaiannya mirip dengan yang dikenakannya sekarang. Sedangkan Rangga hanya diam saja memandangi kedua gadis itu yang sama-sama duduk di batang pohon tumbang.
Dan untuk beberapa saat lamanya, mereka hanya diam saja membisu. Entah apa yang ada dalam kepala masing-masing. Sementara Pandan Wangi memandangi Rangga dan Ratih bergantian, seakan meminta penjelasan mengenai dirinya. Dan memang selama ingatannya hilang, Pandan Wangi sama sekali tidak sadar dengan apa yang dilakukannya.
Sedangkan Rangga sepertinya sudah bisa memahami apa yang tengah terjadi. Dan Pendekar Rajawali Sakti maklum kalau persoalannya bisa menjadi besar, karena sudah menyangkut urusan orang-orang berdarah biru di Kerajaan Jalaraja ini. Hanya saja dia belum tahu pasti, apa sebenarnya yang sedang terjadi di Jalaraja ini. Rangga yang jadi teringat seorang laki-laki yang pernah bertemu dengannya. Laki-laki itu telah diselamatkan nyawanya. Namun, dia tidak mau bertindak gegabah dengan mengantarkan Rara Ayu Ratih Kumala Dewi Kambali ke Istana Jalaraja. Dan gadis itu diminta agar sementara tetap berada dalam hutan ini bersama Pandan Wangi.
Sedangkan dia sendiri pergi ke Kotaraja Kerajaan Jalaraja. Rangga yang sudah menyadari akan keadaan yang tengah terjadi di kerajaan ini, tidak mau terang-terangan lagi datang ke sana, tapi langsung menuju istana yang letaknya berada tepat di tengah-tengah kota. Dan kedatangannya sengaja saat matahari sudah tenggelam di balik peraduannya.
"Hm. Aku harus menyelinap ke dalam istana ini. Dan kuharap, Paman Parang Giri masih mengenaliku," gumam Rangga.
Malam telah menyelimuti Kotaraja Kerajaan Jalaraja. Dan di bawah siraman cahaya bulan yang hanya sepotong, sesosok bayangan putih tampak berkelebat cepat, menyelinap dari balik rumah penduduk ke rumah lainnya. Tak lama kemudian, bayangan putih itu telah tiba di dekat Istana Jalaraja.
Setelah mengamati keadaan sekitar bangunan istana yang dikelilingi pagar tembok berbentuk benteng ini, bayangan putih yang tak lain dari Pendekar Rajawali Sakti kemudian melompat naik dengan pengerahan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna. Begitu sempurnanya, hingga sedikit pun tidak menimbulkan suara saat kakinya menjejak atas tembok batu yang cukup tinggi dan tebal ini. Sebentar diamatinya keadaan di dalam istana. Tampaknya, tidak terlalu ketat penjagaannya.
"Hup!"
Begitu ringan Rangga melompat turun dari atas tembok ini. Sedikit pun tidak menimbulkan suara, saat kakinya menjejak tanah. Pendekar Rajawali Sakti tetap membungkukkan tubuh, melindungi dirinya ke dalam semak yang banyak tumbuh di sekitar tembok bagian dalam ini. Kedua matanya dipentang lebar, mengamati keadaan sekelilingnya. Tidak terlihat seorang prajurit pun yang menjaga bagian belakang halaman istana ini.
"Hup!"
Sekali lesatan saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah berpindah tempat. Dan kini, tubuhnya dirapatkan ke dinding bangunan istana yang tebal dan kokoh. Kembali diamatinya keadaan sekelilingnya. Lalu, perlahan-lahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah dengan tubuh masih merapat di dinding. Dan dia baru berhenti begitu berada dekat dengan sebuah jendela yang sedikit terbuka, menerobos sampai ke luar. Pendekar Rajawali Sakti langsung memindahkan jalan pernapasannya melalui perut, begitu mendengar percakapan dari balik jendela ini. Hatinya jadi tertarik untuk mendengarkan, begitu nama Ratih disebut-sebut orang yang berbicara di dalam.
"Kau terlalu gegabah, Kelabang Geni. Belum saatnya membuat kekacauan secara langsung di sini. Untuk apa kau culik Ratih Kumala Dewi...?"
Terdengar suara seorang wanita bernada marah, yang jelas sekali tertangkap telinga Rangga. Pendekar Rajawali Sakti semakin tertarik untuk lebih mengetahui lagi, seraya memasang pendengarannya tajam-tajam.
"Tapi, Nini. Itu perintah Putri Cadar Hijau sendiri. Malah Gusti Putri sendiri ikut menculik Putri Diah Kumala Dewi," sahut suara seorang laki-laki yang ternyata Kelabang Geni.
"Goblok! Kau tahu siapa itu Putri Cadar Hijau, heh...?!"
Tidak terdengar sahutan sedikit pun juga.
"Akulah yang menciptakan Putri Cadar Hijau, agar semua perhatian orang-orang di istana ini terpusat padanya. Sementara, aku sendiri terus merapuhkan keadaan di dalam. Dan kalau gadis itu sudah tidak terpakai lagi, buat apa dibiarkan hidup...? Perintahkan saja dia terjun dalam jurang. Aku yang berkuasa di sini, Kelabang Geni. Dan semua yang ada di dalam istana ini, akan menjadi milikku. Kau tahu itu, Kelabang Geni...?!"
"Tahu, Nini."
"Nah! Kalau sudah tahu, kenapa masih saja ikuti kata-kata perempuan goblok itu...?!"
Tidak ada sahutan lagi terdengar.
"Lalu, ke mana perempuan itu sekarang?" tanya wanita itu.
"Siang tadi, dia bersama tiga puluh orang, menghadang Pendekar Rajawali Sakti. Namun, penghadangan itu tidak berhasil. Malah, Putri Cadar Hijau dilarikan pendekar itu, Nini."
"Apa...?!"
"Pendekar Rajawali Sakti ternyata tidak membunuh seorang pun anak buahku. Dia hanya membawa lari Putri Cadar Hijau. Semua sudah kuperintahkan untuk mencari, tapi sampai sekarang belum juga bertemu."
"Edan...! Kau tahu, siapa perempuan yang kujadikan Putri Cadar Hijau itu...?"
Kembali sunyi sesaat.
"Dia itu Pandan Wangi, kekasihnya Pendekar Rajawali Sakti. Huh! Dasar goblok...! Kalau sampai Pendekar Rajawali Sakti bisa menghilangkan pengaruh mutiara yang kutanam di leher Pandan Wangi, semua ingatannya akan kembali seperti semula, Kelabang Geni. Hhh...! Bisa berantakan semua usahaku."
"Tapi aku yakin, Pendekar Rajawali Sakti tidak akan mungkin bisa mengembalikannya seperti semula, Nini."
"Dari mana kau tahu, Kelabang Geni?"
"Bukankah Nini sendiri murid si Iblis Racun Hitam satu-satunya...? Dan keahlian si Iblis Racun Hitam tentu sudah menurun padamu. Jadi, tidak mungkin ilmu yang sangat langka itu bisa ditandingi, Nini."
"Ngawur! Apa kau tidak tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti baru saja membunuh guruku...."
"Heh?! Apa...?! Kapan dia membunuh Iblis Racun Hitam...?!"
"Siang tadi."
"Oh...."
"Aku memang menyuruh tiga puluh orang untuk menghabisi Pendekar Rajawali Sakti keparat itu. Tapi, aku tidak memerintahkan Putri Cadar Hijau untuk ikut serta. Jadi, siapa yang memberi tahu dan menyuruhnya, Kelabang Geni?"
"Aku.... Aku tidak tahu, Nini. Aku sendiri baru menerima laporannya sore tadi. Mereka yang mengatakannya padaku, Nini."
"Huh!"
Kembali kesunyian menyelimuti ruangan di balik jendela itu. Sementara, Rangga tetap berada di samping jendela yang sedikit terbuka itu dengan punggung merapat ke dinding. Hanya tarikan napas saja yang terdengar dari balik jendela.
"Kelabang Geni! Malam ini juga, pindahkan Prabu Garajaga ke kamar tahanan di bawah tanah. Aku merasa, semua ini tidak akan berjalan mulus lagi."
"Baik, Nini."
"Kalau sudah, langsung pergi. Cari dan bawa ke sini Pandan Wangi. Katakan, aku yang menyuruhnya ke sini."
"Sekarang, Nini...?"
"lya sekarang. Cepat...!"
"Baik... Baik, Nini."
Saat itu, Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat menyembunyikan tubuhnya di balik tembok, begitu terlihat sepasang tangan yang putih berjari lentik menyembul keluar dari balik jendela yang kemudian terbuka lebar. Dan dari dalam terdengar suara pintu terbuka. Lalu tidak lama kemudian, terdengar kalau pintu itu tertutup lagi. Dan sepasang tangan itu juga tidak terlihat lagi.
Perlahan Rangga menjulurkan kepalanya, mencoba melihat ke dalam. Kosong.... Tidak ada seorang pun terlihat di dalam kamar yang sangat luas dan indah ini. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti mengamati keadaan di dalam kamar ini, kemudian melompat masuk ke dalam melalui jendela yang kini terbuka lebar. Tapi baru saja kakinya memijak lantai kamar yang licin dan berkilat ini, mendadak saja berkelebat secercah cahaya merah dari arah samping kiri.
"Ups...!"
Cepat-cepat Rangga menarik tubuhnya ke kanan. Maka kilatan cahaya merah bagai api itu lewat sedikit saja di ujung bahunya. Kemudian bergegas Pendekar Rajawali Sakti melompat ke kanan, dan langsung memutar tubuhnya berbalik. Agak berkerut juga keningnya, begitu melihat seorang wanita berwajah cantik berbaju ketat warna hijau muda sudah berdiri tegak di depannya. Sebilah pedang yang memancarkan cahaya merah bagai api tampak tergenggam di tangan kanan. Rangga langsung mengetahui kalau itu Pedang Naga Geni yang sebenarnya milik Pandan Wangi.
"Sudah kuduga, kau pasti datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti," terdengar begitu dingin nada suaranya.
"Hm...," Rangga hanya menggumam sedikit saja.
Begitu dalam Rangga memandangi wanita ini. Dia memang pernah melihat wanita ini, di dalam taman belakang istana. Tepatnya, ketika Rajawali Putih membawanya ke Kerajaan Jalaraja ini. Meskipun tidak jelas, tapi Rangga bisa menduga kalau itu wanita berwajah cantik berbaju hijau muda ini. Dan ingatannya langsung tertuju pada cerita Parang Giri. Wanita ini pasti Wiranti! Pikir Rangga dalam hati, langsung bisa menebak dengan tepat.
"Sebaiknya menyerah saja, Pendekar Rajawali Sakti. Tidak ada gunanya melawan. Hampir semua prajurit di sini sudah berpihak padaku. Bahkan hampir semua pembesar, sudah tidak ada lagi yang setia pada Prabu Garajaga. Kau tidak punya peluang lagi di sini, Pendekar Rajawali Sakti," masih terasa dingin nada suara Wiranti.
Rangga masih tetap terdiam membisu. Hanya pandangan matanya saja yang terlihat begitu tajam, menyorot langsung ke bola mata wanita berwajah cantik ini.
"Untuk apa kau lakukan semua ini, Wiranti?" tanya Rangga datar.
"Hanya ingin menuntut hakku!" sahut Wiranti, agak tinggi nada suaranya.
"Hak...? Hak apa yang kau inginkan, Wiranti?"
"Istana ini dan seluruh wilayah Kerajaan Jalaraja."
"Hm...."
"Akulah yang paling berhak atas kerajaan ini, Pendekar Rajawali Sakti. Bukan Kakang Garajaga yang sekarang menjadi raja di sini. Seharusnya, dia sudah turun dari tahta. Dan, akulah yang menggantikannya. Tapi dia serakah, ingin menguasai semuanya dan ingin menyingkirkan diriku dari sini. Tidak... Aku tidak mungkin bisa melepaskan hakku begitu saja pada orang lain yang seharusnya menjadi abdiku!"
"Hm.... Kenapa kalian memperebutkan warisan? Bukankah antara kau dan Prabu Garajaga kakak beradik..?"
"Semua orang bilang begitu. Tapi kenyataannya, hanya akulah pewaris sah kerajaan ini. Sedangkan Kakang Garajaga hanya anak angkat ayahku. Kakang Garajaga diangkat sebagai anak karena ibuku tidak bisa memberikan anak laki-laki."
"Hm, benarkah itu...?" suara Rangga terdengar agak menggumam.
"Sudah...! Aku tidak punya banyak waktu lagi buatmu, Pendekar Rajawali Sakti. Sebaiknya, cepat tinggalkan istana ini, sebelum kuambil tindakan yang lebih berat lagi!" bentak Wiranti kasar.
"Baik, aku akan pergi. Tapi, kembalikanlah pedang Pandan Wangi itu," sahut Rangga kalem, tapi terdengar tegas sekali. "Dan kau juga harus bertanggung jawab atas perbuatanmu pada Pandan Wangi."
"Heh...?!"
Wiranti tampak terkejut mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti barusan. Seakan-akan baru disadari kalau saat ini memegang Pedang Naga Geni milik Pandan Wangi, dan telah melakukan sesuatu pada diri si Kipas Maut itu. Tapi semua itu tidak menjadikannya langsung lemah. Bahkan kedua bola matanya jadi membeliak lebar.
"Huh! Itu ganjaran dari perbuatanmu sendiri, Pendekar Rajawali Sakti. Kau sudah membunuh paman guruku, Raja Racun Selatan. Dan belum lama, kau juga telah membunuh guruku, Iblis Racun Hitam. Maka, sudah sepantasnya kalau kau menerima akibatnya, Pendekar Rajawali Sakti. Dan, pedang ini tidak bakalan kuserahkan padamu. Pedang ini sudah menjadi milikku!" tegas Wiranti, sambil menyilangkan pedang yang memancarkan cahaya merah itu ke depan dada.
Seketika itu juga, wajah Wiranti jadi memerah bagai terbakar. Dan kedua bola matanya berkilatan seperti sepasang bola api yang hendak membakar seluruh ruangan ini. Rangga yang melihat perubahan pada wajah wanita itu, langsung bisa mengetahui kalau pengaruh Pedang Naga Geni sudah mulai merasuk di tubuhnya. Dan ini tentu sangat berbahaya kalau tidak segera dicegah.
Pedang Naga Geni memang memiliki pengaruh buruk pada setiap pemegangnya yang belum bisa menguasainya. Bahkan pedang itu tidak akan bisa terlepas dari tangan, dan bisa menguasai pemegangnya sebelum mata pedang itu berlumuran darah! Pengaruh itu akan semakin kuat, hingga yang memegang tidak akan bisa menguasainya lagi. Pedang itu juga bisa bergerak sendiri mencari korban dari tangan pemegangnya. Sejauh ini, hanya Pandan Wangi saja yang sudah bisa menguasainya.
"Kau harus mampus, Pendekar Rajawali Sakti...!" desis Wiranti dingin menggetarkan.
Rangga bergegas melangkah mundur beberapa tindak, begitu mendengar suara Wiranti sudah berubah datar dan terasa begitu dingin. Dia tahu, jiwa gadis ini sudah dipengaruhi sifat buruk Pedang Naga Geni.
"Mampus kau! Hiyaaat...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Wiranti menerjang cepat bagai kilat. Tapi pada saat yang bersamaan, Rangga sudah melesat keluar dari ruangan ini melalui jendela yang sejak tadi terbuka lebar. Begitu cepat lesatan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tebasan pedang yang bercahaya merah itu tidak sampai mengenai tubuhnya.
"Keparat..! Jangan lari kau! Hiyaaat..!"
Wiranti langsung melesat keluar mengejar Rangga yang sudah lebih dulu keluar dari dalam kamar ini melalui jendela. Dan hampir bersamaan mereka menjejakkan kakinya di tanah yang berumput, di samping bangunan Istana Jalaraja yang sangat besar dan megah ini. Mereka berdiri berhadapan berjarak sekitar setengah batang tombak.
Tampak Wiranti membuat beberapa gerakan dengan pedang melintang di depan dada. Sementara, Rangga tetap berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti demikian tajam, memperhatikan setiap gerak Wiranti. Sedikit pun Rangga tidak mengedipkan kelopak matanya. Sementara, Wiranti sudah mulai berpindah. Kakinya digeser perlahan-lahan menyusuri tanah ke kanan. Dan tiba-tiba saja....
"Hih! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Wiranti cepat melenting ke kanan. Tapi tiba-tiba saja, tubuhnya diputar ke kiri dan pedangnya langsung ditebaskan ke arah kepala. Untung saja Rangga sudah tahu siasat ini. Maka mudah sekali tebasan pedang itu bisa dihindari dengan hanya mengegoskan kepalanya sedikit. Dan pada saat itu juga, tangan kirinya dihentakkan, langsung diberikannya satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hih! Yeaaah...!"
"Haiiit..!"
Namun Wiranti cepat menebaskan pedangnya ke bawah, menangkis pukulan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti.
Wut!
"Ups!"
Rangga cepat-cepat menarik tangan kirinya. Dan saat itu juga, Wiranti cepat memutar pedangnya, dan langsung dihujamkan ke dada.
"Hap!"
Untung saja Rangga cepat memiringkan tubuhnya ke kiri, hingga pedang itu lewat di depan dada. Tapi, Wiranti terus menggerakkan pedangnya menyamping. Sehingga, Rangga harus mendoyongkan tubuhnya hingga hampir roboh. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti meliukkan tubuhnya, mengikuti arah putaran pedang wanita ini. Dan begitu bisa terbebas sedikit, cepat kakinya ditarik ke belakang dua langkah. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, kaki kanannya dikibaskan.
"Hiyaaa...!"
"Haiiit...!"
Tapi dengan gerakan indah sekali, Wiranti bisa menghindari sepakan kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dan langsung saja diberikannya satu pukulan keras dengan tangan kiri ke arah dada pemuda berbaju rompi putih ini.
"Hap!"
Rangga cepat menangkis pukulan itu dengan tangan kanannya. Begitu cepat gerakan yang dilakukan, sehingga kedua tangan satu sama lain saling beradu tepat di depan dada Pendekar Rajawali Sakti ini.
Plak!
"Hih! Yeaaah...!"
Saat itu juga, tiba-tiba saja Wiranti melentingkan tubuhnya ke atas. Lalu satu tendangan keras menggeledek, cepat dilepaskan dengan kecepatan bagai kilat. Rangga sebentar agak terperangah, namun cepat meliuk indah sekali. Maka tendangan itu berhasil dihindarinya. Dan cepat-cepat tubuhnya melenting berputaran ke belakang beberapa kali.
Tapi baru saja Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kakinya di tanah, mendadak saja Wiranti sudah melesat menyerang sambil cepat membabatkan pedangnya secara beruntun. Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindari setiap serangan pedang gadis ini. Dan beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti bisa memukul pergelangan tangan kanan yang menggenggam pedang itu. Tapi setiap kali pukulannya menghantam pergelangan tangan Wiranti, cepat sekali tangan itu berbalik berputar. Bahkan langsung memberi serangan sangat cepat dan dahsyat.
"Phuih...! Tidak mungkin genggamannya pada Pedang Naga Geni bisa kulepaskan dengan cara begini. Hhh! aku tidak bisa bersikap sungkan lagi padanya" Rangga bicara sendiri dalam hati.
Menyadari kalau Wiranti semakin berbahaya saja dengan Pedang Naga Geni berada dalam genggaman tangan, Rangga tidak punya pilihan lagi. Wanita ini harus dihadapi dengan sungguh-sungguh. Apalagi Pedang Naga Geni tidak akan bisa lunak sebelum berlumuran darah, begitu sudah keluar dari warangkanya. Dan yang pasti, Wiranti tidak akan bisa lagi menguasai pedang itu. Hanya diikutinya saja, ke mana arah pedang ini bergerak mengincar calon korbannya. Tapi yang dihadapi adalah Pendekar Rajawali Sakti. Jelas tidak mudah bagi Wiranti untuk menjatuhkannya. Bahkan untuk mendesak saja, masih terlalu sulit.

***

114. Pendekar Rajawali Sakti : Gerhana Darah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang