Story pertamaku ini udah ku tag 🔥🔞❎MATURE CONTENT 🔥🔞❎ ya, Guys... Meskipun waktu ngetiknya badan berasa panas dingin sendiri padahal anak udah dua🤦🤭😅
So, please Kids, stay away!!!####
Aku sudah mengira akan begini situasinya. Dasar boss gila!! Semua mata memandangku dengan pandangan menilai yang membuat jengah. Mulai dari satpam di pintu gerbang, penjaga parkiran sampai resepsionis semua tersenyum canggung. Pasti cerita yang tersebar sudah dibumbui, dikurangi part yang penting dan banyak ditambahi part hiperbola khas 'asosiasi' karyawan wanita. Sejak hari aku memutuskan menjalin kedekatan kembali dengan Heksa, dia sudah punya definisi sendiri tentang kata 'dekat', yang sangat jauh dari definisi yang kumaksud.
Menurutku, definisi 'dekat' dalam hubunganku dengan dia adalah interaksi kami di kantor berjalan seperti biasa antara boss dan karyawan. Tidak akan banyak bersinggungan karena posisiku yang masih memiliki kepala divisi. Tapi menurut Heksa, 'dekat' adalah menggengam tanganku saat tak sengaja bertemu lalu berjalan bersama ke kubikelku. Memeluk dan menciumku kapanpun ada kesempatan. Dan ingat, dia bahkan tidak seharusnya berkeliaran di kantorku karena boss yang seharusnya memegang perusahaan adalah Pak Sugiharta.
Kriiing... Kriing...
"Ya?"
"Bianca, bawa laporan kamu ke ruangan Pak Sugiharta"
"Baik, Bu." Kujawab panggilan Bu Yasmin sambil menahan kesal di hatiku. Awas kalau sampai ini cuma akal-akalannya lagi...Tok.. tok.. tok..
"Masuk."
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan dan tidak terkejut bahwa di ruangan itu tidak ada siapa- siapa kecuali Pak Heksa."Ayo duduk sini. Makanan kesukaan kamu keburu dingin." Dengan santainya dia menggiringku duduk di sofa sambil menyiapkan peralatan makanku.
"Pak, kamu nih bener-bener ya. Seenaknya nyuruh orang datang bawa laporan, menyalahgunakan wewenang mentang-mentang boss. Seenaknya ngusir pemilik ruangan biar bisa kamu pakai sesuai keinginan kamu. Seenaknya nyuruh orang makan padahal belum jam makan siang, kamu mau aku digunjingin orang karena nepotisme?! Dan terakhir, ngapain kamu berkeliaran di kantor ini padahal di draft akuisisi bahkan nama kamu ngga disebut. Kamu ngga ada kepentingan apapun disini. Astaga Heksa!"
Aku yang terkejut langsung oleng karena ditarik dari posisi berdiri untuk duduk dipangkuannya. Posisiku yang tidak menguntungkan membuatku secara spontan mengalungkan tanganku di lehernya untuk pegangan.
"Sudah selesai? Sekarang giliran aku yang bicara. Satu, aku suruh kamu bawa laporan karena memang mau aku periksa, Bi, tapi setelah makan siang. Kedua, Pak Sugiharta bukan aku usir, tapi dia izin mau makan siang sama anaknya di cafe sebelah kantor. Ketiga, kamu kerja ngga liat jam? Sekarang sudah tujuh menit menuju jam makan siang. Apa jadi masalah kalau aku mau ngajak calon istri aku makan siang? Keempat, aku berkeliaran disini kan dalam rangka PDKT sama kamu. Kapan kamu mau deket lagi sama aku kalau kita jarang ketemu dan kantor pusat jaraknya 197 kilometer dari sini ya. Kejauhan. Ngerti? Dan terakhir, i've told you that night, that i hate when you call my name. Sekarang panggil aku seperti biasa."
Deg.. deg..
Wajah sendu ini, ya Tuhan. Wajah yang bertahun-tahun menghantui hidupku meski sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan. Meski sudah berpura-pura bahwa dia hanya bayangan masa lalu, tapi aku tidak bisa mengelak lagi bahwa pemilik hatiku masih sama. Tetap dia.
"Iya, Sayang, maaf." Ku kecup pipinya sebagai tanda permintaan maafku dan dibalas dengan tatapan melongo karena terkejut. Dia pasti tidak mengira aku akan menyerah secepat ini.
"Bi... Kamu..."
"Aku capek jual mahal. Lagian semua udah kamu borong kan? Jadi buat apa aku capek-capek menghindar. Toh dari dulu hati aku memang punya kamu."
"Bianca... Sayang... Aku... Aku..." kata-kata yang sulit dia ungkapkan dia alihkan dengan tindakan. Dengan lembut dia mulai mengecup bibirku. Makin lama makin mendesak, pagutannya kubalas dengan mengulum bibir bawahnya. Dan makin beringas dia mengulum bibirku karena merasa sudah ada lampu hijau dariku disela kalimat-kalimat "aku sayang kamu" "terimakasih" "aku cinta kamu" "kangen banget" ciumannya terus berlanjut. Tangan kirinya memegang tengkukku agar leluasa menggerakkan kepalaku sesuai keinginannya. Tangan kanannya naik turun membelai lengan, punggung, paha, dan betisku.
"Sayang, ini masih di kantor." Kataku saat pagutannya terlepas sesaat untuk saling mengambil napas. Aku terengah sambil menahan lenguhan menjijikan yang nyaris melompat keluar dari tenggorokanku saat dia mulai meremas payudaraku.
"Iya.. tahu." Kecupannya beralih ke leherku. "Aku lagi menikmati makan siangku." Kubiarkan dia yang mulai melepas kancing blazer dan kemejaku. Badanku sudah panas dingin melihat ekspresi penuh nafsu di matanya. Bahkan kurasakan sudah lembab di inti tubuhku. "Gosh! Bianca. Sayangku..." Dia menyibak kemejaku dan menatap bra berenda merah yang kupilih pagi ini. "Aku bahkan ga berani sentuh, Yank. Takut ngga bisa ngendaliin diri." Wajah takjubnya melihat payudaraku yang masih tertutup bra membuatku tertawa.
"Mau diliatin aja?" Tanyaku sambil menggodanya memajukan payudaraku ke dekat mulutnya.
"Yank... Jangan macem-macem. Kalau dengan pakaian dalam kamu yang lucu dan ngga sexy dulu aja bisa bikin aku menikmati kamu semalaman. Kamu mau ngetes dengan penampilan kamu sekarang aku bisa kurung kamu di kamar berapa hari? Iya?" Tiba-tiba dia sudah membuka kaitan dipunggungku lalu menghisap puting merah mudaku dengan kuat dan terus menerus bak bayi kehausan. Kulengkungkan punggungku dan kuremas rambutnya saat hisapannya makin kuat dan membuat putingku sedikit ngilu. Kakiku yang tanpa sadar membuka tak luput dari perhatiannya. Tangan kanannya mulai masuk untuk mencari hartanya. "Kamu basah, Sayang."
"Iya, Yank. Justru yang aneh kalau aku ngga basah." Kataku sambil menahan napas kala jarinya mulai menyentuh klitku. Mendengarku mendesah membuatnya makin bersemangat menggoda bagian intimku. Bajuku yang sudah tak berbentuk, rok kerjaku yang sudah dia naikkan tergulung diperutku, belum lagi posisiku yang nyaris telentang dipangkuannya dengan kedua kaki yang mengangkang. Gerakan tangannya tidak cepat, juga tidak dalam. Hanya menggoda disana. Benda kecil itu. Bergerak dengan tekanan yang tepat. Gelombang itu mulai terasa diujung jari kakiku.
"Ahh... Ahh.. Sayang..."
"Aku selalu ingat disini tempatnya. Kamu akan berteriak dan rasanya akupun ikut meledak. Bikin aku seneng, Bi... Keluarin buat aku. Cuma aku." Lalu tiba-tiba tekanannya makin keras, gerakannya makin cepat. Sialan dia!
"Sayaaang... Sayaaang... aahhhh..." Ciumannya membungkam jeritanku saat gelombang itu datang.
Cairan kenikmatanku membanjiri tangannya. Membasahi celana kainnya. Tapi yang tampak diwajahnya hanya kebahagiaan. Kepuasan itu jadi milik kami berdua.
####
"Sayang... Udah. Cukup ya. Aku rasanya mau pingsan ini." Hujamannya melambat setelah puncak itu datang.
"Iya Sayang. Terimakasih. Maafin aku ya. Kendali aku lepas setelah tujuh tahun dalam pencarian." Sambil memelukku erat kamipun bergelung di atas tempat tidur untuk menikmati kebersamaan sehabis digempur habis-habisan. Terjangan kenikmatan yang entah keberapa kalinya malam ini kami raih. Peluh yang melapisi kulit kami menjadi bukti pergumulan panas yang telah kami lalui.
"Besok urus izin cuti kamu ya. Kita urus surat-surat untuk keperluan pernikahan secepatnya. Aku ngga mau nunggu lagi."
"Emangnya kamu yakin aku mau nikah sama kamu?" Godaku sambil tetap memejamkan mata.
"Apa perlu kamu aku hamilin dulu?" Tanyanya balas menggodaku.
Aku yang setengah mengantuk hanya menggumam, "cinta pertamaku."
"Dan akan jadi cinta terakhirmu, Sayang. I love you. Love you so much."
##end##
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretending
RomanceBagaimana perasaanmu saat bertemu kembali dengan pria masa lalumu? Pria yang turut andil dalam kelamnya masa remajamu. Pria yang menjadi alasan utama masa SMA mu tak layak dikenang. Bian tak akan pernah lupa! Rasa malunya. Rasa terhinanya. Menderita...