Apa Ini?

2.7K 319 50
                                    

.
.
Tok... tok...tok... sebuah suara mengusik pendengaran, namun tidak mampu membuatku terbangun. Tok.. tok... tok... kenapa suara itu begitu keras kepala? Aku masih belum ingin terjaga, masih ingin menikmati kehangatan ini. Wangi yang lembut ini, nafas yang menderu halus ini.

Hah?! Apa?!

Seketika kantuk menguap, kesadaran menyelinap. Ingatan kejadian semalam berkejaran di kepalaku. Lalu kemudian muncul bayangan-bayangan yang saling memberitahu kalau semalam aku tidur sambil memeluk Park Jimin. Lelaki asing yang aku kenal dalam perjalanan ke Bali.

Gerakan tubuhku yang mendadak juga membangunkan pria yang tidur di sampingku. Matanya mengerjap-ngerjap. Bahkan dalam keadaan bangun tidur pun, dia sangat menarik. Sesaat dia juga menyadari situasi kami lantas menggumam pelan, "Maaf." Dia mencoba bangun dari ranjang.

Tapi tidak semudah itu, tanpa sadar dalam tidur kami telah saling membelit satu sama lain. Bila semalam hanya kepalanya yang bersandar di bahuku, maka pagi ini seluruh tubuh kami sudah saling melilit. Hingga tidak lagi bisa dibedakan yang mana bagian tubuhku dan tubuhnya.

Kami saling berpandangan, lalu tertawa canggung. Betapa manis senyuman itu, betapa merdu suara tawanya. Aku sungguh tidak keberatan kalau setiap hari terbangun dengan keindahan seperti yang tersaji di hadapanku saat ini.

Tok... tok... tok.... Ketukan itu masih dengan setia mengganggu kami. Memberitahu bahwa ada seseorang yang sedang menunggu di depan pintu kamar, entah apa urusannya.

Dengan enggan, kami berpisah. Jimin langsung menuju ke kamar mandi, dan aku membuka pintu untuk menyambut siapapun itu.

"Your breakfast, Sir." Seorang pelayan wanita berdiri dengan sebuah nampan di tangan. Di belakangnya ada pelayan laki-laki yang mendorong sebuah troli penuh berisi aneka macam makanan.

Aku mengernyit heran, "I don't order this." Seingatku, aku sama sekali tidak memesan layanan sarapan di kamar.

"No, Sir. It's complimentary from the hotel," katanya sambil tersenyum.

Mereka kupersilakan masuk, kemudian 2 pelayan itu mulai menyusun seluruh makanan di samping kolam renang mini.

Ponselku berdering, aku berjalan meraihnya. Nama Namjoon tertera disitu. Dalam segala kekacauan yang terjadi kemarin, aku sampai lupa menghubunginya, "Halo."

Suara berat Namjoon di seberang sana, " Hyung, syukurlah. Aku sangat lega mendengar suaramu."

"Maaf, Joon. Kemarin terjadi hal-hal yang diluar dugaan. Kamar yang kita pesan dulu diambil orang lain. Akibatnya aku harus sekamar dengan seseorang yang aku temui di pesawat."

Hening tanpa suara beberapa lama, "Joon? Halo, Namjoon." Apakah tiba-tiba terputus?

"Hyung, maksudmu sekarang kau tidur sekamar dengan orang asing? Kau yang bahkan tidak mau makan siang dengan orang lain kecuali aku atau Hoseok?"

"Aish... panjang ceritanya, Joon."

"Oh... Wow!" Terdengar suara pekik tertahan Jimin. Dia sudah selesai mandi. Tubuhnya terbalut kemeja biru kebesaran dan celana pendek selutut. Matanya sedang memandang kagum penampilan makanan sarapan kami.

"Wow...." aku berbisik terpana, tapi bukan karena makanan. Apakah sudah kubilang kalau Jimin begitu mempesona? Dadaku berdesir pelan, apa ini?

Rupanya Namjoon juga mendengar pekikan Jimin tadi, "Hyung, itu orangnya ya? Yang sekamar denganmu?"

Astaga, bisa panjang ini kalau tidak segera dihentikan. Cuma ada satu cara yang aku tahu, "Joon, jangan lupa pastikan mastering lagu baru TXT harus beres hari ini. Lalu pantau terus kerjasama dengan Chung Ha, kemarin Lee ssi sudah menghubungiku berkali-kali. Minggu lalu, Hoseok memintaku membantu mengawasi trainee barunya...."

Travelling Buddy - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang