24 jam (part 2)

2K 265 112
                                    

Welcome to a roller coaster chapter.

Mainkan juga mulmed nya, pas banget untuk mendukung mood nya

Happy reading.

.
.

Begitu tiba di hotel, kami langsung melakukan reservasi untuk sebuah romantic dinner privat di pinggir kolam renang malam ini. Jimin sangat serius ketika dia berkata ingin membuat kenangan penutup yang manis. Bahkan lebih ekstra lagi, dia ingin agar kami berdua berdandan formal dan datang terpisah menuju tempat dinner itu.

"Ini perlu, Jimin-ah?"

"Perlu sekali, Hyung. Kalau kita sudah saling tahu penampilan kita sejak di kamar, kan jadi tidak surprise lagi." Jimin meyakinkan aku dengan kedipan sebelah matanya, "Padahal di situ letak keseruannya."

Aku sebenarnya tidak perlu diyakinkan. Aku tahu kapanpun, dimanapun dan dengan penampilan apapun, Jimin pasti akan membuatku terpesona. Tapi aku mengangguk saja mengiyakan kemauannya.

Jadi begitulah sore ini, aku menunggu di lobby, sementara Jimin bersiap. Mataku menatap ponsel kepada suatu nomer kontak yang baru tersimpan, nomer telepon Jimin. Tadi kami akhirnya bertukar nomer telepon. Supaya aku bisa memberitahu Hyung kapan aku selesai berdandan, begitu katanya sebelum mengusirku dari kamar.

Aku melihat layar ponsel tapi pikiranku tidak disana. Setelah aku kembali ke Seoul nanti, apa yang akan terjadi? Apakah nomer telepon ini hanya akan menambah deretan kontak yang tidak berguna dan tidak pernah terpakai lagi?

Perasaan sedih yang sudah mengganggu dari kemarin kini kembali dan bertambah kuat. Liburan ini akan segera berakhir, dan dengan begitu Jimin juga akan berlalu dari kehidupanku. Terlepas dari semua perhatian darinya dan segala yang kami alami beberapa hari ke belakang, ini semua hanya liburan, hanya mimpi. Kami harus segera tersadar dan kembali ke dunia nyata. Dia kembali pada teman-teman dan dunia tarinya, sedangkan rutinitas pekerjaan yang membosankan juga sudah menungguku di Seoul.

Park Jimin bagaikan mimpi, mimpi yang sangat indah bagiku. Aku bersyukur sudah menjalani mimpi ini, tapi bahkan mimpi yang paling indah pun harus berakhir. Mungkin lebih cepat mengakhirinya lebih baik, sebelum mimpi itu berubah menjadi fantasi yang menyakitkan.

Ding, suara notifikasi ponsel, menyadarkan lamunanku. Jimin sudah selesai bersiap-siap, aku boleh masuk ke kamar. Dia akan langsung menungguku di tempat dinner, begitu pesannya. Aku terkekeh sendiri, isi pesan yang manis dengan emoji-emoji lucu. Khas Jimin sekali.

Aku menatap pantulanku di cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menatap pantulanku di cermin. Malam ini aku mengenakan kemeja andalanku dengan bawahan celana jeans yang semua serba hitam. Untung aku membawa sepatu pantofel, sehingga paling tidak penampilanku cukup formal. Yeah, tidak buruk, pikirku sambil melangkah keluar kamar.

Sesampai di tempat romantic dinner, aku terpana. Pondok pinggir kolam itu sudah dihias dengan sangat romantis. Lilin dan bunga-bunga memberikan nuansa berbeda. Aku salut kepada pihak hotel, yang bisa menyiapkan tempat ini dalam waktu singkat.

Travelling Buddy - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang