5

39 4 1
                                    

UNTITLED

Semesta dan sang pencipta terikat teka-teki
Candi-candi dengan kontruksi tingkat tinggi
Wabah menari di tanah Romawi
Perdebatan freemason dan teori konspirasi
Pun bilik kecil tempat bertemunya dua titik dalam garis duniawi
"Nama saya Parman Suratman biasa dipanggil Biho salam kenal"

Baris pertama prosa Sang Maha
Kau membuka dialognya dengan nama 'Wisesa'
"Kenal" Ujarku "Kenapa?" Tambahku
Jawaban yang kudengar terdistraksi pemuda berkacamata di sampingmu
"Meja dan jendela"

Enam puluh tiga ruang memandu waktu menjadi satu
Menggenapkan yang ganjil, mengurai motif Somokil
Mengeja A-S-E-P menjadi Dasep
Ditampar Yayan yang ternyata setan
"Rumah kedua"

Semakin dekat dan bersahabat
Kiblat kita searah dan tanpa sekat
Aku mulai berani membuka diri
Cerita tentang Layla yang bereinkarnasi abad ini
Kutukan Qais yang terulang tanpa henti
Kau hanya tertawa, "Tak ada mereka, hanya kau dan dia" Katamu
"DAH"

Bangsat kau Saubala
Ku pikir setelah D itu E bukannya A
"Cinta?"

Laksana Aphrodite sang dewi kecantikan
Pori tubuhmu tenggelam menuju kesempurnaan
Hitam pekat matamu menggerayangi lekuk tubuhku
Kau pikul surga dipundakmu
Kau pukul aku dihatimu
"Cinta"

Lesung bulan ke delapan
Lima belas pengulangan
Tepat saat para punakawan hendak tertidur dalam bayangan
Ku bilang "Selamat mengulang hari"
Tak ada jawaban sampai udara merengkuh pagi
"Semakin tua"

"Masih lama Acih?" Tanya kami semua
Asap pembakaran Pertamax mengepul di udara
Langkah kaki telah usang
Langkah roda akan datang
"Angkutan Kota 03"

Senja menyapa gembira dua pejalan kaki
"Kanan dulu baru kiri" Kata kakiku
"Kiri dulu baru kanan" Kata kakimu
"Dua depan dulu baru dua belakang" Kata roda pedagang jagung
"Di kanan jalan"

Pandemi kemalangan
Turbulensi kekacauan
Pena mencumbu kertas
Kertas mencumbu malas
Besok ulangan dan aku dilibas
"Menghitung kancing baju"

Parade film tengah kota
Tiga perawan lima perjaka menunggang kuda delapan roda
Melaju kencang menyaingi Tesla seri tiga
Sampai tanpa noda, membayar tiket di muka
"Jessica Mila" jawaban kami semua
"Mio Soul"

Telah tiba waktu perang
Perisai dan pedang; daging dan tulang; kalah dan menang
Sementara aku dicatat sejarah sebagai pecundang
Lari dan bersembunyi di balik jeruji Wi-Fi
"WhatssApp"

Bermandikan cahaya bulan
Sofa empat kaki saksi bisu ketegangan
Hormon Adrenalin dipicu hasil akhir dan jawaban
Bang cus dam, penolakan
"Huhuhu"

Penduduk langit gentar
Tangisku memecah sukma Chairil Anwar
Pada lorong sungkawa yang melebar
Mampus aku dikoyak pedih yang menjalar
"Aku kemudian"

Derap langkahmu kini berbeda
Serupa metamorfosa kupu-kupu menjadi ulat bulu
"Kamu kemudian"

Frekuensi kita tak lagi stereo
Dering telepon mulai lupa kata 'Hello'
Notif medsos menunjuk angka zero
Boyongonmo kono momodor seperti kata Tedjo
Memang sialan kau amo
"drawkwA"

Berjalan dengan satu kaki
"Puing-puing ini harus ku apakan?" Tanyaku
"Rekatkan, tumbuhkan, pertahankan" Pinta-Nya walau tanpa bicara
"Semudah itu"

Lesung bulan ke delapan
Enam belas pengulangan
Tepat saat para punakawan hendak tertidur dalam bayangan
Ku bilang "Selamat mengulang hari"
Bersama sikat gigi yang kuberi esok pagi
Oh Tuhan, betapa materi berharga sekali
"Semakin tua lagi"

Atlas sang penopang
Tolong putar malam panjang
Datangkan siang benderang
Tolong putar siang benderang
Datangkan malam panjang
"Tahun terakhir"

Aku menulis puisi yang berbunyi:
Awalnya
Zwaszhe
Hari
Aku
Mei
Rahwana
Juli
"Indonesia Merdeka"

Lesung bulan ke delapan
Tujuh belas pengulangan
Tepat saat para punakawan hendak tertidur dalam bayangan
Ku bilang "Selamat mengulang hari"
Jawaban yang kau beri tak seperti yang ku cari
Antologi puisi hilang di laut mati
"Semakin tua lagi dan lagi"

Pak Sapardi keliru
Ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni yaitu hujan setelah bulan Juli
"Pingkan dan Sarwono"

"Apa Kau gila?" Tanyaku
"Kau simpan di mana imanmu?" jawab-Nya
"Mengapa Kau hasut aku mengikuti Umbu Landu?" Tanyaku
"Kau simpan di mana imanmu mu mu mu?" Jawab-Nya
"Kau lupa cara bercanda" Pungkasku
"Aksi demo"

Berdiri tanpa kaki
Tegak tanpa tiang
Tak perlu bertekuk karena sejak awal aku telah bersimpu
"Ini akhirnya"

Menari dalam kamar remang-remang
Tak perlu lagi menggantung di tepi jurang
Ibadah selesai dan doa kita tetap bercabang
"Ini akhirnyaa"

Namamu kembali muncul dalam inang jiwaku
Benang sari mengurai genom DNA menjadi bakal biji
Kedua kalinya Quan'in mengampuni kera sakti
Rupanya aku kembali belajar mencintai
"08, 04, 2020, 0.07, 19.19"

Terimakasih Astuti
Bunga kembali mekar meski bumi tak sedang musim semi
"Epilog"

Arshavina
666

Lingkar MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang