Hari-hari berlalu tanpa ada hal yang baru. Aku hanya mondar-mandir di kamar, tanpa ada kesempatan keluar. Kalau tahu begitu, dulu aku kabur pas di kampung. Masalahnya, kabur ke mana? Uang sepeser pun tidak ada, yang ada nanti Bu Salma jadi sasaran amarah, bahkan bisa terluka, dan aku tidak menginginkan itu. Hmm, kehidupan macam apa ini? Apa selamanya akan seperti ini? Urusan tidur saja harus ada drama dulu sama si predator, baru setelah ia membelikan kantung tidur menyerupai kepompong, aku bisa melewati malam dengan nyenyak walau di lantai. Alat itu betul-betul hangat.
Terlepas dari itu, si predator sepertinya sibuk kerja. Ia baru muncul di kamar saat malam, bahkan tengah malam. Ia juga menuturkan kalau acara ulang tahun Toko sembako milik Abinya diundur beberapa minggu, karena selain persiapan yang belum lengkap, katanya ada urusan lain yang harus segera terselesaikan secepatnya. Entah urusan apa, ia tidak mengatakan apa-apa soal itu.
Malam saat aku terlelap di kantung tidur, aku mendengar derap langkahnya mendekat setelah bunyi klik saat pintu dikunci. Aku masih terjaga walau tidak berkeinginan menyapa. Aku berancang-ancang untuk merangkai mimpi di saat ia berbicara dengan seseorang di telepon. Awalnya tidak aku perhatikan karena hanya membahas pekerjaan dan soal laporan keuangan atau apalah. Intinya, Bukan keahlianku di bidang itu.
"Cocokkan tanggal pengiriman dan tanggal penerimaan di rekening itu. Jumlah nominalnya juga harus kamu cocokkan. Besok aku ke sana untuk mengecek hasilnya. Semua harus beres malam ini. Awas kalau lelet! Kamu tahu sendiri konsekuensinya."
Ucapan itu sempat membuatku penasaran. Sepertinya ada masalah pekerjaan yang begitu serius, mungkin inilah masalah yang ia maksud beberapa hari lalu. Aku berusaha memejamkan mata dan tidak ingin menguping pembicaraan yang membuatku pusing karena tidak mengerti. Namun, entah kenapa, setelah terbangun dan mencoba menyambung tidur lagi, rasanya jadi susah memejamkan mata. Aku membuka resleting yang ada di bagian depan pada kantung tidur, lalu aku memosisikan diri dalam posisi duduk. Hal ini membuat si predator menoleh, lalu mematikan teleponnya.
"Suaraku menganggumu?" Ia menanyakan itu, seolah merasa bersalah. Apakah ia sepengertian itu? Aneh tiba-tiba sok manis begitu.
"Tidak." Aku menjawab seraya keluar dari kantung tidur, dan duduk di kursi yang berada di samping kiriku. Kursi yang berdekatan dengan jendela.
"Lalu kenapa duduk di situ? Tidur lagi sono. Biasa juga kek kebo, tumben bangun."
Nah, kan. Ini nih jiwa aslinya si predator, tukang bully.
"Hilih. Malem-malem gini gatel ya kalau gak nyebelin?"
"Oh, ya, besok acara ulang tahun toko digelar, kamu bisa dandan sendiri, 'kan?" Tiba-tiba ia mengubah topik pembicaraan. Secepat itu ia berubah.
Aku mengangguk, lalu ia melanjutkan, "nih." Ia melempar tas kertas ke arahku. "Pakai itu besok, dandan yang paling cantik, karena besok banyak wartawan dan orang-orang penting yang datang."
"Ehh, katanya tuh acara ditunda ampe beberapa minggu ke depan? Kok besok?"
"Nggak jadi ditunda, kelamaan. Jangan lupa dandan yang cantik loh ya?" Ia menatapku seolah nggak percaya kalau aku bisa tampil cantik kalau mau.
"Soal dandan gampang aja. Mau request tampilan apa? Make up barbie, princess, atau natural?"
"Haha, emang ada tampilan kek gitu?" Ia tertawa meremehkan.
"Dulu, pas kerja di salon emang gitu. Yang paling laris tuh dandanan ala princess sama barbie buat yang married, trus dandanan natural biasanya saat ada acara kondangan atau wisuda. Aku jadi kangen suasana kerja." Seketika memori di otak memutarkan suasana kerja yang ramai penuh tawa dengan segala macam cerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE ON (COMPLETE)
Romancetahu 'kan bagaimana rasanya bisa memaafkan, tetapi tidak bisa melupakan. sayangnya, aku sebodoh itu.