Prologue

314 12 0
                                    

Awal temu, sudah membuat pikiran semu. Ah, dasar kamu.
—Renjana Cahyani

"Rigel! Dimana kamu? Hayo pasti kamu sedang bersembunyi di atas pohon mangga itu ya? Ayo keluar Rigel!"

Gadis berambut sebahu yang berjalan menelusuri jalanan komplek dengan tongkat berwarna hitam yang terus di ketuk ketukan ke aspal sambil memanggil kucing kesayangannya yang hilang sejak tadi pagi. Dia adalah Renjana Cahyani. Perempuan Tunanetra yang biasa dipanggil Renjana. Gemar menulis sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Renjana kebingungan, biasanya Rigel akan turun dari pohon mangga besar itu yang berada di ujung komplek ketika ia memanggil namanya. Namun dari tadi belum ada tanda tanda bahwa Rigel kembali. Tapi tetap aja, Renjana tidak akan kembali kerumah sebelum ia menemukan Rigel. Entah kaki nya sudah berjalan sejauh apa, Renjana tidak bisa mengandalkan pohon mangga itu saja untuk menemukan Rigel. Pasti kucing nakal itu bersembunyi di tempat lainnya.

"Rigel kamu dimana, jangan sembunyi lama lama. Aku tahu kamu pasti sudah lapar kan," suara Renjana menggema di sepanjang jalan yang begitu sepi, hanya mobil saja yang sedari tadi berlalu lalang.

Renjana tetap berjalan dengan membawa tongkat yang ia pegang disebelah tangannya,sedari tadi ia hanya bisa berjalan mengarah lurus kedepan sambil berteriak memanggil nama Rigel, namun hasilnya masih nihil. Tiba-tiba suara rintikan hujan terdengar, rintik rintik air hujan kini membasahi bajunya. Renjana kebingungan, ia bahkan tidak bisa menemukan tempat unruk berteduh. Hujan semakin deras,kini sebelah tangan Renjana menutupi kepalanya dari air hujan yang konon akan membuat demam.

"Hujan deras kayak gini kenapa diam aja di tengah tengah jalan!"

Suara berat membuat Renjana mengetukan tongkatnya berkali kali. Kini Renjana merasa tangan besar yang merangkup kedua pundaknya dengan lembut, membuat Renjana bertanya tanya di dalam hatinya. Renjana rasa orang itu seorang laki-laki, dari suaranya saja sudah berat, insting nya berkata pula demikian. Orang asing itu menuntun Renjana berjalan entah berjalan ke arah mana. Seketika Renjana tidak lagi merasakan rintikan air hujan membasahi bajunya.

"Kamu siapa? Kamu membawa aku kemana?" tanya Renjana dengan suara yang sedikit gemetar, akibat kedinginan.

"Jangan takut, aku bukan orang jahat. Aku Cuma bawa kamu ke halte buat berteduh," ujar orang asing itu.

Renjana hanya bisa mengangguk pelan, merangkup badannya menggunakan kedua tangannya. Udara semakin dingin,semelir angin yang datang bersamaan dengan hujan memang sangat dingin menusuk sampai ke tulang. Ia memegang tongkat nya kuat, berharap agar hujan segera reda agar ia bisa langsung pulang. Sialnya, keadaan semakin canggung akibat orang asing itu hanya diam saja tak bersuara, aku hanya bisa merasaka bahu nya yang sedikit menempel dengan lenganku.

Tiba-tiba Renjana merasakan kepala nya di balut sesuatu, ternyata orang asing itu meletakan sebuah topi di atas kepalaku. Aku hanya bisa diam saja tentunya, tersikap karena perlakuan orang asing itu yang bahkan Renjana sendiri tidak mengenalnya. Renjana sekilas menynetuh kepalanya yang sudah memakai topi, suara rintikan hujan sudah tidak terdengar lagi, digantikan dengan suasana canggung aku dan orang asing itu.

"Pakai saja topi itu, setidaknya kepala kamu tidak kena air hujan lagi," ujar orang asing itu dengan suara lembut.

"Makasih udah bantuin aku untuk berteduh tadi, kalo enggak ada kamu mungkin aku udah basah kuyup karena kehujanan," kataku dengan senyuman setelahnya.

"Aku Renjis," ujar orang asing itu menyebutkan namanya. "Renjis Natanegara,"

Renjana terdiam mendengar orang asing itu menyebutkan namanya. Pasalnya Renjana tidak bisa melihat wajah orang asing itu, ia hanya bisa mendengar suara nya saja.

"Aku Renjana Cahyani. Panggil aja Renjana," sahut aku sambil tersenyum kecil.

"Nama nya cantik, sama seperti orangnya. Tapi sepertinya lebih bagus jika dipanggil Ana," terdengar suara tertawa setelah Renjis berbicara memuji namanya, tapi mengapa laki-laki itu tertawa?

Renjana terdiam, ia terkejut mendengar apa yang Renjis katakan kepadanya. Renjana mencoba mencerna perkataan Renjis, kini jantungnya berdegup bertalu talu. Kalo kalian bertanya mengapa Renjana gugup, karena Renjana tidak pernah dipuja seperti tadi, selain keluarganya.

"Enggak mau, aku enggak mau dipanggil Ana. Panggil Renjana aja," kataku dengan wajah yang sedikit menolak perkataan Renjis.

Dua kali Renjana mendengar Renjis tertawa di sebelah telinganya. Sekarang jantungnya terrasa ingin keluar dari tempatnya. Sial, Renjana sampai memilin baju nya sendiri karena terlalu gugup mendegar laki-laki itu tertawa. Padahal belum lama mengenalnya.

"Tapi tetap saja, aku tetap memanggilmu dengan panggilan Ana. Aku pergi dulu ya Ana, maaf jika aku meninggalkanmu disini sendirian. Aku harap kita akan bertemu lagi nanti, Ana" ujar Renjis dengan menepuk bahu Renjana dua kali.

Renjana hanya bisa mendengar suara langkah kaki kepergian Renjis. Sebenarnya Renjana masih ingin mengobrol dengan laki-laki asing itu, namun takdir berkata lain, kini Renjis meninggalkannya di halte sendirian. Renjana merasakan sebelahnya tidak ada orang, itu artinya laki-laki itu benar benar pergi meninggalkannya. Entah mengapa hati kecil nya berbicara kalau nantinya ia akan bertemu dengan laki-laki itu. Kini isi kepala Renjana dipenuhi dengan nama yang terdengar asing, penuh berisi nama Renjis Natanegara.

Renjis & RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang