31 Desember 20xx, telepon genggamnya berdering. Oh dia ternyata yang menelpon.
"Mbul, cepetan keluar, gue udah di depan rumah lo nih."
Tut
Kan dia emang di depan rumah.
Gadis itu hanya menatap ponselnya jengah. Panggilan yang diputus sepihak oleh lawan bicaranya membuatnya memutar bola mata dan menghela nafas meladeni satu lelaki itu.
Ia melihat kembali pantulan dirinya di cermin meja rias itu. Wajah polos tanpa bedak, hanya pelembab pantat bayi yang ia pakai di wajahnya. Tanpa ekspresi ia berdiri dari kursi riasnya dan mengambil tas selempang yang sudah disiapkannya, lalu memasukkan handphonenya ke sana.
Dengan langkah berat dan malas, gadis itu keluar dari kamarnya menuju ke ruang tengah dan melewati ibunya yang sedang menonton sinetron favoritnya. Lalu menuju depan rumahnya.
Gadis itu pun langsung membuka pintu rumahnya dan terlihat di depan gerbang lelaki itu ada di atas motornya. Tanpa aba-aba lelaki itu langsung turun dari motornya, membuka pagar, dan lari kecil untuk masuk ke rumah gadis itu. Tanpa mempedulikan gadis itu yang masih menatapnya sembari memegang gagang pintu yang baru saja ia buka.
Bukan ruang tamu yang lelaki itu tuju. Ya, langsung menuju ruang tengah.
"Assalamu'alaikum, Ma," sambil menyalami ibu temannya itu.
"Wa'alaikumsalam," jawab ibu gadis itu sembari menonton televisi di ruang tengah.
Lelaki itu menyusul ibu gadis itu untuk duduk di atas karpet coklat yang berada di ruang tengah.
"Fila mau aku pinjem ya, Ma. Nanti dibalikin kok," masih berusaha menarik perhatian orang di sampingnya yang masih sibuk menonton sinetron favoritnya.
"Iya, Kik. Nggak biasanya ijin, Kik?" kata wanita paruh baya itu.
"Kan biasanya sampe jam 12 aja, Ma. Ini kan rencananya mau sampe pagi."
"Iya udah bawa aja," tanpa melihat lawan bicaranya.
"Loh?! Parah, parah. Dasar ibu tiriiii," masih tetap fokus pada televisi itu dengan wajah gemas ingin mencubit sembari menepuk karpet yang ia duduki.
Lelaki di sampingnya hanya bisa maklum melihat kelakuan emak-emak sinetron itu. Karena, sebenarnya ibunya pun sama.
"Berangkat dulu ya, Ma," sembari menyalami kembali ibu temannya sekaligus tetangganya itu.
"Ati-ati."
"Sip," sambil mengacungkan jempol besarnya.
"Ayo!" katanya pada gadis itu yang sudah bosan sedari tadi menunggu di kursi ruang tamu.
Sebenarnya siapa tamu di rumah ini!
"Ma, aku berangkat," berjalan menuju ruang tengah dan menyalami ibunya.
"Iya, ati-ati."
Fila berjalan menuju rak sepatu di teras rumahnya untuk memakai sneaker biru tua yang biasa ia pakai.
"Ayo, Mbul," lelaki yang sudah di atas motor itu sedikit berteriak sambil melipat tangannya di depan dada.
Fila menghela nafasnya kasar menghadapi teman sekaligus tetangganya itu. Setelah menyelesaikan kegiatannya, ia langsung keluar, menutup pagar, dan menaiki motor sport lelaki itu(dengan badan yang tegak dan berpegangan pada jahitan sisi hoodie Kiky).
Hanya keheningan yang terjadi antara mereka sampai mereka keluar dari batas komplek perumahan. Sampai akhirnya Fila memecah keheningan di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradoxical
Short StoryHanya fiksi. Ditujukan untukmu yang berfantasi. Untukmu yang menanti. Untukmu yang mencoba kembali. Dan tentu untukmu yang membuat hari-harinya berarti. Kita terkadang tidak dapat menyadari apa yang kita rasakan. Namun, seluruh dari hidupmu berada...