( 2 tahun lalu)
"Tidak! VANYAA!!"
Bram membuka matanya dengan nafas memburu. Untuk sesaat, laki-laki itu seperti orang kebingungan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar.
Suara ombak perlahan mengembalikan kesadarannya. Laki-laki itu tersenyum tipis. Dirabanya tempat tidurnya yang empuk. Lalu menoleh ke tempat kosong di sisinya.
"Vanya?!"
Bram melompat bangun. Meraih jas kamarnya dan berlari ke luar.
"Vanya?!" panggilnya panik.
Tak ada jawaban.
Dituruninya anak tangga dengan cepat. "VANYA!"
Sosok yang dicarinya nampak tengah berdiri di beranda. Menoleh heran saat namanya dipanggil dengan nada panik.
"Ada apa?" mata bening itu menatapnya heran. Bram tidak menjawab. Dengan langkah lebar didekatinya Vanya dan segera ditariknya tubuh mungil istrinya ke dalam pelukan.
Nafasnya masih terengah. Ketakutan masih kuat melingkupi hatinya.
"Bram? Ada apa?" Vanya balas memeluk tubuh suaminya. Keheranan perempuan itu bertambah saat menyadari betapa gemetarnya tubuh Bram.
"Kau...mimpi buruk, ya?"
Bram tidak menjawab. Hanya terus memeluk tubuh Vanya seolah takut jika ia melepaskannya, Vanya akan menghilang tertiup angin. Tubuhnya masih gemetar.
Vanya tersenyum paham. Dengan lembut, lengan mungilnya menepuk-nepuk punggung lelaki itu, berusaha menenangkan.
Untuk beberapa lama mereka hanya berpelukan. Sampai akhirnya Bram menegakkan badan dan menatap wajah polos istrinya.
"Maafkan aku," bisiknya pelan.
Vanya menggeleng. Lengannya terulur untuk membalai wajah Bram.
"Kau pucat . Apa mimpimu sangat buruk?" mimik perempuan itu nampak khawatir. Diam-diam Bram mencoba mengingat mimpinya. Namun tak berhasil. Yang jelas, apapun mimpinya tadi, sudah menyisakan rasa sakit di dadanya. Juga ketakutan yang teramat sangat saat dia bangun. Ketakutan akan kehilangan perempuan mungil yang kini ada dalam pelukannya ini.
"Aku tidak apa-apa," Bram mencoba tersenyum untuk meredakan kekhawatiran Vanya. Digenggamnya jemari lentik Vanya yang kini ada di pipinya. "Aku hanya terkejut saat terbangun, kau tidak ada di sisiku."
Vanya tertawa pelan.
"Tadi aku sangat haus. Jadi turun untuk mengambil minum. Saat melihat keluar, begitu banyak bintang. Jadi sayang untuk dilewatkan," jelas Vanya.
" dan kau tidak membangunkanku," sungut Bram ditimpali tawa Vanya.
"Kau tadi nampak begitu nyenyak. Jadi aku tak tega membangunkanmu," ujar gadis itu kemudian. "Kemarilah!" ditariknya lengan Bram menuju beranda.
"Lihat! Malam ini langit sangat cerah, bintangnya terlihat jelas."
Bram memandang langit. Angin laut yang bertiup agak kencang menerpa wajahnya. Matanya membulat takjub. Udara laut yang hangat sedikit mengurangi keresahan dan ketakutannya akan mimpi yang bahkan tidak diingatnya lagi itu.
"Kau benar," desisnya. " Bintangnya banyak sekali."
Vanya merebahkan kepalanya di dada Bram. Memandangi bintang-bintang di atas sana dengan mata berbinar cerah.
"Nyaman sekali," gumamnya.
"Hmm?" Bram menunduk untuk melihat wajah istrinya.
"Memandang sejuta bintang dalam pelukanmu. Rasanya sangat nyaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance
RomanceCerita ini merupakan remake dari fanfiction yang saya buat bertahun yang lalu. Aku mencintainya. Sangat. Namun aku terlalu pengecut untuk terus dapat bertahan di sisinya. Meninggalkannya dengan cara terkejam yang aku bisa. Dan Tuhan benar-benar...