Luminous

326 42 8
                                    

 

  
 
Tidak bisa dipungkiri, Yamada Ichiro merasa senang sekali.

Entah ada angin apa, Saburo, dengan senang hati mau merawat Jiro.

Hey, bukan berarti dasarnya Saburo tidak akan mau merawat Jiro.
Ayolah, adiknya tidak sekejam itu.

Yang ia takjubkan adalah, niat Saburo sendiri yang menawarkan diri dengan tulus. Berbaik hati kepada kakak keduanya. Tidak ada saling dis.

Ini benar-benar suatu moment langka. Andai saja, kedua adiknya bisa lebih akur lagi.

Rasa senang itu juga cepat sirna.
Tetap saja, saat ini ia pun cemas memikirkan Jiro, yang agaknya lumayan tinggi suhu tubuhnya.
Adiknya yang selalu bersemangat itu bahkan terlihat sangat lemas.

Jiro baik-baik saja 'kan dengan Saburo?

Ia berharap itu hanya demam biasa. Ia ingin disambut oleh senyum enerjik kedua adiknya saat kembali pulang lusa nanti.
 
.

Namun.. Ichiro tidak menyadari.

Ketika ia sibuk dengan benaknya, seorang ibu-ibu yang duduk di kursi sebelahnya kini mulai mengkhawatirkan kondisi jiwanya.

Pasalnya, sudah 45 menit berlalu semenjak kereta berjalan. Dan senyum 'gemas' dari wajah pemuda bersurai hitam itu masih terus timbul-tenggelam sendiri.

Tanpa alasan yang tiada ibu-ibu itu pahami.
  
  

※※※
 

Ctak.

Ujung dari isi pensil mekanik itu patah. Saburo menekannya terlalu keras, hingga meninggalkan bekas di lembar catatannya.

Ia terdiam sesaat. Kehilangan semangat untuk kembali menulis. Beralih tuk memainkan pensil dengan lincah di antara jemarinya.

Aaargh ! . Kedua alisnya mengernyit.

Sebenarnya ia masih mengutuk tindakannya tadi pagi, yang disalah artikan oleh si bodoh itu.

Tentu saja ia melakukannya demi Ichinii seorang.

Merinding sih untuk diakui. Tapi ia memang sehati dengan Jiro yang tidak ingin membuat schedule kakaknya berantakan.

Sudah cukup ia merepotkan kakaknya.

Namun si bodoh itu pasti tidak sadar.
Mana mungkin sih ia mau bersikap manis dan berkata,
''Aku akan merawat Jiro ♡'' dengan nada riang gembira?

Iyuuh, ogah sekali sebenarnya.

Semua semata-mata dilakukan agar Ichinii yakin dan mengandalkannya. Tentu pula, untuk mengincar bonus senyuman manis dan belaian kepala dari sang kakak, hehehe.

Jadi, ia terpaksa menahan diri untuk tidak memaki Jiro di depan Ichinii setelahnya.
Padahal, Ingin sekali rasanya ia mengolok muka haru bahagia sesaat Jiro yang membuatnya tampak bodoh kuadrat.

Bayangan Jiro tersenyum bodoh itu membuat Saburo merasa sebal. Huh !

Baka Jiro...

Semua 'kan, salahnya sendiri ! Merepotkan orang saja !
Kebodohannya memang tidak main-main. Tidur dengan jendela terbuka semalaman. Di tengah musim gugur begini.

Apasih? dia berusaha mematahkan mitos bahwa orang bodoh tidak bisa sakit?

.
.

Ding.... dong... 

ImpulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang