Sakit kepala

81 6 19
                                    

Perkara terjadi pada pagi hari, di kamar, dengan meja berantakan, dan siapa lagi orang berambut pendek yang habis melempar kepalanya ke atas meja dalam keadaan setengah mengantuk dan belum mandi. Ya, masih dalam keadaan bare-face baru bangun tidur.

"SHORUUU!"

Kepala itu beralih muka ke arah datangnya suara, mata sayup yang tinggal 3 watt berusaha menegakkan kelopak mata agar tetap terbuka.

Pintu terbuka, berdiri seorang gadis yang uap napasnya terengah-engah seperti asap kereta api yang biasanya berefek suara tut tut. Tak perlu ditebak lagi itu siapa.

"Pergi sana, mumet kepalaku, tau ndak." Dengan nada malas kalimat itu keluar diiringi gerakan tangan yang mengusir ke arah luar kamar.

"Baru juga masuk, udah diusir aja. Bawa spidol atau pensil warna, enggak?" tanya Rin yang bersandar di daun pintu yang terbuka.

Suara gumam mengeluh keluar dari orang yang sedang membenamkan wajahnya di meja yang berantakan dengan buku dan alat tulis berserakan.

"Ndak lah, mau bawa gimana coba, ranselku udah penuh sama buku," keluh Shoru sambil memegangi kedua pelipisnya dengan satu tangan.

Rin tersentak dari sandaran kepalanya terhadap pintu, dan berjalan ke arah belakang Shoru. Dia mengangkat dan meluncurkan telapak tangannya dengan kecepatan penuh.

Plak!

Suara teriakan bergema di seluruh ruangan seperti auman kucing yang ekornya diinjak.

"Kau ini kesambet apa sih? Udah kukasih tau kepalaku lagi mumet, malah kau glepak!" kesal Shoru sembari tangannya mengusap bagian belakang kepalanya.

Sakit kepalanya semakin menjadi-jadi. Paracetamol pun segera ia cari di laci meja, tapi tak ada satupun yang tersisa. Yang kemarin ia minum adalah paracetamol yang terakhir, dan ia masih belum membelinya lagi.

"Rin, mending kau cariin paracetamol buatku, daripada aku makin kesal sama ulah kau yang barusan."

Bukannya berpindah untuk mencari paracetamol sesuai yang diminta, Rin justru berteriak memanggil Chio untuk disuruh mencari paracetamol.

"Nggak mau, lagian punya author nolep banget. Kerjanya cuma jadi nolep, rebahan, gitu-gitu doang."

Kepala Shoru seketika terangkat, dan menatap tajam maskot anak ayam yang hanya setinggi sepuluh senti. Rambutnya pun acak-acakan karena sebelumnya ia melempar kepalanya ke meja.

"Mau jadi bagian dari ayam goreng di ember KFC, hah? Kau jadi maskot jangan kurang ajar, heh."

Anak ayam itu meloncat-loncat pergi ke luar kamar. Tunggu, dia belum pergi sungguhan, dia balik lagi.

"Ada paracetamol tuh di atas kulkas, tapi Chio nggak mau ambilin." Lalu dia pergi lagi, yang ini sungguhan sudah pergi.

Jeda dulu, alasan kenapa Shoru sakit kepala belum dibahas. Tapi udah malas ngetik, jadi tebak aja sendiri dari sini. Oke, ayo lanjut lagi.

"Lagian kenapa enggak dibawa, sih? Bisa mati bosen kalau nggak ada pewarna kayak gini, hmph," gusar Rin yang menggembungkan sebelah pipinya.

Shoru mengeluarkan desisan suara seperti helaan napas. Ingin bicara, tapi kepalanya terlalu nyeri untuk menggerakkan rahang bawahnya. Meski begitu ia memaksakan bicara sedikit agar dia tidak tertimpa seribu pertanyaan karena mengabaikan satu pertanyaan.

"Kau tau aku paling malas bawa barang banyak pas pulang kampung."

Tiba-tiba rambutnya ditarik ke belakang hingga kepala nyaris terjungkal. Erangannya malah membuat Rin tertawa kecil.

"Kau kenapa ketawa, hah?"

"Enggak, lucu aja, pffttt!"

Badannya bangkit, lalu mendorong paksa badan Rin ke arah luar kamar. Shoru menyuruhnya keluar kalau dia hanya ingin mengganggunya saja. Rin tertawa dan meminta maaf sambil menyubit pipi Shoru.

"Aku ndak punya pipi, lepasin."

Begitu melepas cubitannya, Rin mengambil paracetamol yang ada di atas kulkas dan memberikannya ke Shoru.

"Gelasmu yang di kamar masih ada airnya, 'kan? Nih, makasih udah ngehibur karena mukamu yang kesal itu. Oh iya, jangan lupa mandi ya habis ini, fufufufu~"

Cerita Author(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang