⛈1⛈

1.6K 37 0
                                    

"Demi apa Kiran!! Lo pacaran sama Devan?"

"Berisik banget Anya! Pagi-pagi udah bikin ribut, gue aja belom naruh tas." Kirana berjalan melewati Anya sahabatnya dan meletakkan tas sandangnya diatas meja.

Anya yang sudah gemas sejak tadi kembali merecoki Kirana dengan pertanyaannya. "Gue serius Kiran, berita elo pacaran sama Devan udah nyebar kemana-mana. Dan gue sebagai sahabat lo ngerasa terkhianati ran, secara elo gak ngasih tau gue apapun."

Kirana mulai memperhatikan Anya yang kini sudah duduk di hadapannya. "Bukannya gue gak mau kasih tau." Kirana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Jadi berita itu bener?!" Anya berteriak sekali lagi.

Kirana yang sudah biasa menghadapi kehebohan Anya pun hanya mengangguk dan tersenyum kecil.

"Lo anggap gue apa Kiran sayang, harusnya gue jadi orang pertama yang tahu kalo kalian pacaran. Ini gue malah dikasih tahu sama orang lain." Anya bersidekap, menanti jawaban Kirana yang kini merasa bersalah.

Kirana memegang pipi chubby Anya dan mulai merayunya, "Iya gue minta maaf ya Nya. Awalnya gue pengen ngerahasiain semuanya. Tapi ya tiba-tiba beritanya nyebar gitu aja."

"Lo mau main rahasia-rahasiaan sama gue sekarang?" Desis Anya tak mau kalah.

"Enggak. Enggak. Oke gue salah. Gue minta maaf, gue malu mau ngasih tau lo kalo kemarin Devan nembak gue dan gue terima. Padahal lo kan tahu kalo gue pernah bilang kalo gak mau pacaran dulu." Jawab Kirana dengan jujur.

Anya mengangkat sebelah alisnya, "Jadi, kenapa lo nerima Devan?"

Pertanyaan itu membuat Kirana tersenyum malu, "Karena gue suka Nya sama dia."

Cukup satu jawaban itu membuat Anya girang bukan kepalang. Dia memeluk sahabatnya dengan sangat erat dan mengucapkan selamat.

"Akhirnya seorang Kirana bisa suka sama cowok. Awalnya gue kira elo gak suka sama yang berujung ran." Anya tertawa.

"Bahasa lo Anya!!!" Kirana sukses menimpuk Anya dengan botol air minum yang dibawanya.

Saat ini mereka masih duduk di kelas 2 SMA. Anya dan Kirana adalah siswa XI IPA 2, sedangkan Devan merupakan anak XI IPS 1. Sejak mereka memulai pacaran kemarin sore, berita tentang hubungan mereka sudah menyebar diantara siswa yang lain.

Kirana yang dikenal sebagai siswi yang sangat susah ditaklukan kini berhasil dimiliki oleh seseorang. Devan juga siswa yang terkenal, selain memiliki wajah tampan dan tubuh atletis ia merupakan salah satu anggota OSIS yang banyak digandrungi para siswi baru. Namun ternyata selama ini ia hanya terpesona pada satu gadis, Kirana Areta.

Saat pukul 7 tepat, bel sekolah berbunyi nyaring. Memaksa para siswa untuk masuk ke kelas masing-masing dan mengikuti pelajaran.

Hingga 3 jam kemudian bel berbunyi kembali tanda waktu istirahat telah tiba.

Kirana sedang membereskan buku-bukunya saat suara heboh terdengar di arah pintu masuk. Siswa-siswa yang berada di kelas itu memanggil nama Kirana dan gadis itu menoleh.

Disana, di pintu kelas. Gadis itu mendapati Devan sedang berjalan ke arahnya.

"Mau ke kantin bareng?" Tanya Devan. Serentak teman-teman Kirana menyoraki mereka.

"So sweet banget deh."

"Wah lagi anget-angetnya pacaran nih ye."

"Yuk ah kita keluar, panas banget didalam sini."

Beberapa siswa mengomentari mereka, tidak ketinggalan Anya yang merasa seperti obat nyamuk saat ini.

"Wah wah. Gue gak diajak nih? Gue minta PJ loh." Ujarnya dengan suara keras.

"PJ?" Tanya Devan.

Anya mengangguk, "Jangan sok gak tau ya kalian. Lo harus traktir gue ya Van, lo kan anak orkay. Jadi harus beliin gue yang mahal-mahal."

Kirana refleks menutup mulut Anya yang seperti comberan. "Jangan dengerin kata Anya ya Van, dia belum minum obat pagi tadi."

"Lo kata gue gila Ran?!!" Teriak gadis itu sambil memegang erat tangan Kirana yang masih berusaha menutupi mulutnya.

"Tenang aja Nya, lo nanti bakal kita traktir kok. Tapi sekarang gue bawa Kirannya dulu ya." Tawar Devan dengan senyumnya yang manis.

"Oh my god. Ran, lu pinter amat nyari cowok." Bisik Anya.

"Kan gue sahabatnya elo, gue belajar dari lo kali." Kirana kemudian terkekeh geli.

"Kita makan di kantin aja ya?" Tanya Devan lagi.

"Eh, tapi aku bawa bekal." Jawab Kirana.

"Kalau gitu bawa aja bekalnya, temanin aku makan." Ajak Devan.

Kirana mengangguk kemudian berjalan beriringan dengan Devan.

Hampir semua pasang mata memperhatikan mereka, karena Devan seorang anggota OSIS yang juga terkenal dengan kenakalannya karena seringkali kedapatan nongkrong usai jam sekolah sampai malam hari dan pada akhirnya menemukan gadis sebaik Kirana.

Mereka memilih duduk di ujung kantin, hanya berdua.

"Kamu gak nyaman disini?" Devan melirik Kirana yang duduk disampingnya.

"Aku nyaman kok, ya walaupun banyak yang ngeliatin kita. Tapi gak selamanya begini kan." Kirana tersenyum lembut.

Devan mengangguk, "Kalau kamu gak nyaman kita bisa pindah, nyari tempat lain buat makan."

"Kemana? Ke luar Sekolah?"

"Iya." Devan terkekeh.

"Gak lucu Van. Jangan bolos lagi, kamu itu anggota OSIS loh. Udah sana, makan baksonya."

"Kamu tiap hari bawa bekal?" Devan mulai memperhatikan Kirana yang sedang membuka tempat bekalnya

Kirana mengangguk. "Iya, kata mama aku harus makan masakan rumah biar sehat terus. Kamu kan tahu, aku pengen jadi Sprinter."

"Atlet?"

"Iya, kenapa?"

"Jarang-jarang ada cewek yang mau jadi atlet loh. Apalagi ceweknya secantik kamu." Devan tertawa, kemudian menyuruh Kirana untuk melanjutkan makannya.

Kirana hanya tersenyum mendengar penuturan Devan. Baginya dia tidak masuk dalam kategori cantik tetapi masih enak dipandang dan tidak membosankan.

Rambutnya lurus melewati bahu, tidak terlalu panjang dan berwarna hitam. Tubuhnya cukup tinggi sekitar 160 cm, dan kulitnya kuning langsat. Dulu dia terbilang putih, namun karena sering berolahraga di lapangan, kulitnya menggelap.

Banyak siswa laki-laki yang mendekatinya karena gadis itu selalu tampil apa adanya, rambutnya tidak diwarnai seperti kebanyakan gadis cabe di sekolahnya dan ia juga murah senyum.

"Besok pagi aku jemput ya?" Ucap Devan saat mereka berjalan ke Kelas.

Kirana menggeleng, "Gak usah Van, rumah kita beda arah. Lagian aku juga biasanya pergi naik angkot."

"Tapi aku pengen." Devan bersikeras.

Kirana terdiam sedikit berpikir, kemudian mengiyakan "Hmm ya udah, tapi aku gak mau ngerepotin kamu ya. Kita coba sehari besok oke."

"Oke. Nanti kalau udah jam pulang, aku kesini lagi." Ucap Devan kemudian menyuruh Kirana memasuki kelas. Saat gadis itu sudah duduk di bangkunya barulah Devan pergi menuju kelasnya sendiri.

***

Tbc.

SAD COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang