⛈6⛈

812 50 2
                                    

Good luck.

Jangan lupain gue.

Sohib terbaik.

Sempak berjalan.

Playboy cap badak.

Cayang kamu celamanya.

Para siswa SMA kini tengah sibuk merayakan hari kelulusan mereka. Mereka terlihat asyik menuliskan kata-kata di baju seragam temannya dan saling menyemprotkan cat warna warni.

Devan dan Anya adalah salah satu siswa yang turut merayakan kelulusan mereka. Devan memukul bokong Anya dan memberikan gadis itu segelas bir.

"Thanks." Anya mengambil bir itu dan menegaknya dengan rakus. "Hahh. Gue bahagia banget hari ini."

Devan mengangguk, "Gue juga. Akhirnya kita bebas dari sekolah yang kayak penjara."

"Bebas dari tugas." Anya menimpali.

"Bro, habis ini kita konvoi ke pantai ya. Kita mandi-mandi bareng." Ajak Axel salah satu teman satu geng Devan.

"Pasti bro."

Saat itu senja, Devan memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Dia tertinggal dari rombongan karena harus mengangkat panggilan masuk dari mamanya yang berbicara sangat lama.

Dia sendirian saat itu, tanpa ada seorangpun yang diboncengnya. Karena Anya memilih naik mobil bersama yang lainnya agar dandanan menornya tidak rusak akibat angin. Entah Tuhan sedang merencanakan hal apa, Devan mengalami kecelakaan maut saat ia berusaha menyalip sebuah mobil pribadi yang ternyata di saat yang sama ada motor lain yang juga melaju dengan sangat kencang dari arah yang berlawanan dengan Devan. Kecelakaan tak dapat di elakkan.

Devan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, darah segar tak henti-hentinya keluar dari mulut laki-laki bertubuh tegap itu.

Malam itu rumah sakit ramai dengan kedatangan siswa yang masih mengenakan seragam warna warni. Rencana mereka untuk melanjutkan perayaan kelulusan dibatalkan. Salah satu pentolan sekolah sedang berada di ambang kematian.

Anya gelisah, takut jika terjadi hal buruk pada Devan. Dengan refleks ia mengirimkan pesan singkat lewat aplikasi chatting kepada Kirana, mengabarkan bahwa Devan dalam keadaan kritis.

Berulang kali Anya melihat smartphonenya, tak ada balasan. Pesannya hanya dibaca oleh Kirana.

***

Satu minggu kemudian

Bulu mata tebal Devan mulai bergerak-gerak, matanya terbuka sedikit kemudian tertutup kembali. Sepertinya ia sedang menyesuaikan diri karena ruangan rawat inap itu cukup terang.

"Sayang. Kamu sudah bangun nak? Ini mama." Wanita paruh baya bernama Lia itu adalah mama Devan.

"Ma." Sahut Devan dengan suara serak. "Ha..us."

"Panggil dokter Pa." Ujar Lia meminta suaminya Antoni memanggil dokter.

Dokter memeriksa Devan dengan cermat, kemudian menyimpulkan bahwa ia sudah membaik karena telah melewati masa kritis.

"Gak enak ma." Ucap Devan kemudian saat mamanya menyuapkan bubur encer yang penampilannya tidak begitu bagus.

"Kamu harus makan sayang, kalau udah sembuh baru boleh makan yang lain." Paksa Lia.

Devan mendengus lalu membuka mulutnya lagi, terpaksa menuruti kehendak mamanya. Kemudian matanya menangkap keadaan sekitar yang dihiasi bingkisan dan bunga-bunga. Lia mengikuti arah pandang anaknya.

SAD COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang