CINTA, RAHASIA DAN PERSAHABATAN

43 3 0
                                    

Sesuai kesepakatan sehabais pulang kuliah tadi. Kami berencana untuk berkumpul sehabis magrib disebuah kafe didekat kampus.
Magribpun telah selesai,
Beberapa menit kemudian terdengar suara handpone berdering. Aku segera menuju ke sebuah nakas yang terletak tidak jauh dari ranjang dan ternyata handpone Arif berdering ada beberapa notif  tampil dilayar ponselnya.
“Rif, handponenya bunyi”
Aku meneriakinya yang sejak tadi belum juga selesai mandi.
“iya… bentar ini dikit lagi kelar” balasnya dengan teriakan yang tak kalah nyaring.
Setengah jam menanti, disaat akan beraktifitas apapun aku selalu menungguinya untuk berberes. Entah itu mandi, memaki baju, atau hal lainnya. Sudah menjadi sebuah rutinitas bagiku. Sebenarnya walaupun aku tau menunggu adalah hal yang membosankan. Tapi, harus bagaimana lagi. Dalam sebuah persahabatan kita akan bertemu dengan berbagai sifat dan juga sifat dari para sahabat yang sudah pasti akan menambah warna tersendiri.
Baru saja keluar dari kamar mandi, dia bergegas menunaikan solat.
***
“yok, jalan lagi” ucapnya setelah keluar kamar.
“oke”
Kamipun berangkat menuju lokasi pertemuan yang telah disepakati tadi.di depan ATM didekat rel kereta api yang tak jauh dari kampus.
“maaf ya telat” ucap dedet pertama kali, disaat mereka sampai.
“hmm.. kok telat  sih?” Tanya Tari.
“nungguin ni bocah beberes, lama banget” sahut dedet sembari menunjuk kearah Arif yang tengah santai duduk di jok motor tanpa merasa bersalah.
Kami semua sudah berkumpul dan hanya satu anggota kami yang tak bisa ikut berkumpul dimalam hari ini. Aku juga tak tahu pasti alasannya tidak bisa ikut berkumpul.
“Use mana?” tanyaku serempak dengan anak yang lain.
“dia ngak bisa datang” ucap tari.
“oke, gitu ya” ucap Dilut.
“oke deh berangkat yok” ajak Arif semangat.
satu persatu motor kami hidupkan dan mulai berjalan menuju daerah pondok, daerah yang cukup unik di kota Padang, dengan desain yang masih penuh sejarah, tak ada satupun atau bahkan jarang bangunan moderen yang berdiri di kawasan ini.
Apalagi pemandangan disaat malam hari, lampu kerlap-kerlip yang meyejukkan mata disaat memandangnya, lampu-lampu jalan yang menghiasi jembatan siti nurbaya dan kapal-kapal yang berhenti ditepi dermaga.
“ada tempat duduk yang asik kita kesana aja” teriak geno diatas motornya yang melaju mendahului kami sebagai komando menuju lokasi yang disebutkannya tadi.
***
“sesampai disana kami segera memasuki kafe tersebut, masih dengan nuansa klasik, yang tak jauh berbeda dengan background tempat yang kami kunjungi ini.
Kami memilih bangku paling pojok untuk sekadar mengobrol singkat malam ini.
“mau minum apa mbak dan mas” ucap pelayan yang tiba-tiba sudah disamping kami.
“mau minum apa?” Tanya dedet sembari mengambil buku menu dari pelayan.
“Es buah”
“capucino panas”
“ekspresso”
“Capucino”
Semuanya rusuh menyebutkan pesanan mereka secara berebutan
“oke mas, ditunggu ya pesananya” ucap pelayan itu sembari beranjak pergi
“pusing-pusing dah tuh mbak-mbak pelayannya” ucap Arif dengan santainya.
Dan kamipun tertawa dengan girangnya malam ini. Seakan-akan melupakan beban yang tengah kami pikul dan melupakan semua tanggung jawab yang membuat pusing siang tadi.
Malam ini kami semua sibuk dengan topik pembicaran masing-masing. Ada yang membahas gebetan, mebahas dosen kiler ada yang sekedar tertawa melihat video lucu yang tanpa sengaja muncul diberanda social medianya. Kamipun begitu bahagia malam ini.
Tak lama menanti. Pesanan kamipun tiba.
“silakan diminum mas dan mbak”
Kamipun mencicipi pesanan kami dengan segera.
“ahhh kok pahit kali ni minuman  nya” teriak arif dengan dahi yang sudah berkerut. Bisa dibayangin saja bagaimana pahitnya minuman yang baru saja dicicipinya. Ini kali pertamanya dia nyobain kopi, biasanaya dia selalu pesan coklat panas. karena dia sama sekali ngak suka pahit dan dia memilih untuk mancampur setengah dari minuman dilut ke minumannya. biar manisan dikit,katanya.
“seandainya aja, hubungan semanis capucino” ucapnya dengan wajah memelas.
Mendengar penuturannya, kamipun terkejut dan menatapnya dengan tatap yang sekan menginterogasi.
“masih galau?” Tanya geno dengan sedikit menyelidiki.
Geno dan taripun angkat bicara seakan-akan ingin bertanya tentang rahasia yg selama ini belom terungkap, tepatnya rahasia antara use dan dilut.
“sebenarnya bagaiamana sih ceritanya” Tanya geno balik
“cerita apa?” elak dilute seakan-akan tak mau angkat bicara tentang rahasia yang menjadi tanda tanya diantara kami.
“ya cerita kalian berdualah. cerita masalah satu orang cowok yang sama-sama kalian berdua suka!” ucap dedet dengan santai.
Dilutpun menatap kearah dedet dengan tatapan seakan-akan ingin membunuh. Tatapannya tajam.  seakan dedet membuka rahasianya.
Melihat tatapan dilut, dedetpun kaget dan membuatnya mati kutu.
“bukan aku Dilut… bukan.. bukan aku… Mereka juga tau sendiri kok”
Sebenarnya masalah antara dilut dan use sudah jauh sebelumnya kami tahu.tapi, kami memilih untuk tutup mulut agar tak menjadi sebuah permasalahan yang menimbulkan polemic yang membuat persahabatan kami kelak rusak.
“ya udah, aku bakalan cerita semuanya” ucap dilut dengan wajah ditekuk. Seakan-akan ada kesedihan mendalam yang sedang dipeliharanya dalam diam.
“ya, aku dulu pernah dekat sama cowok itu. Bahkan, cowok itu pernah bilang suka sama aku, sebelum cowok itu dekat sama use. Tapi, pada saat aku dekat sama si cowok tadi use juga didekatin sama cowok tadi dan bilang suka juga sama use. Tapi, sicowok itu ngak mau mempublikasikan hubungannya, pada awalnya aku, tidak tau kalau use jadian sama si cowok itu. Lama-kelamaan akhirnya aku tau juga kalau use udah jadian sama cowok itu ternyata.”
“jadi kamu udah tau kalau mereka jadian?” Tanya Tari.
“udah, mereka jadian di danau biru sawahlunto. karena aku ngak mau ngerusak persahabatan kita. makanya aku pendam aja ini semua sendirian, walaupun jujur sih sedih banget dan sampai malam ini use juga belum tau kejadian yang sebenarnya, gitu ceritanya”
“oo gitu kejadian yang sebenarnya. Jadi kami juga gak salah paham, yakan?” ucap tari.
Malampun semakin larut dan kami memutuskan untuk segera pulang menuju kosan masing-masing.
“oo ya cari nasi goreng ijo dulu yuk” ajak dedet saat melangkah menuju parkiran kafe.
“oke deh, kebetulan juga laper nih” ucap geno sambil mengusap-usap perutnya yang kelaparan.
“ya udah. Yuk jalan” ajak tari yang segera bergegas menuju parkiran.
Kamipun menuju nasi goring kaki lima pinggir jalan yang juga merupakan langganan kami makan malam disaat lapar melanda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menanti Maret Mengejar SeptemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang