"Pinda..."
Aku mengumpat dalam hati. Rasanya aku ingin sekali menutup pintu mobil ini dengan kencang, Itu pun sepertinya jika seandainya saja aku lupa bahwa untuk membeli mobil ini memerlukan perjuangan yang subhanallah sekali, mungkin sudah kulakukan sejak Fikri memanggil namaku dengan kencang diparkiran kampus pagi hari ini.
"Pinda, gimana?"
Dengan rambut berantakan, Fikri sudah berada dihadapanku. Cowok berambut ikal itu tau-tau sudah menodong jawabanku saja soal permohonan pertolongannya yang ia minta kemarin malam.
"Nggak ada duit gue, Fik!" Decakku kesal. "Serius."
Fikri menggaruk-garuk rambutnya dengan kencang, membuat rambut ikal itu semakin berantakan.
"Plis Pin, tolongin temen gue... Kasian dia, asli deh dia kasihan banget."
"Ini masalahnya duitnya gak sedikit Fik! Masa gue musti jual ginjal dulu. Kalau-kalau lo mau tau itu pun masih kurang buat bantuin temen lo itu." Kataku sebal sambil membenahi tas pada bahu kananku.
"Dia cewek lho Pin..."
"Ya terus kalau dia cewek gue harus nolongin banget dia gitu?! Lagian ya, dia itu pasti punya sodara! Gak mungkin kan sodaranya ngebiarin dia dan keluarganya jadi gembel gitu aja?!"
Fikri nyengir kecut, sambil mengusap dadanya dengan satu tangan. Tak lupa, kata sabar pun ia ucapkan.
"Govinda, kali ini aja gue mohon. Bantulah dia... kasihan, Vin."
"Gue gak ada duit segitu Fikri."
"Ya usaha dong, Vin, gimana caranya supaya punya duit segitu." Seenteng itulah Fikri berbicara. "Gue miskin soalnya Vin, jadi gak bisa nolongin dia."
"Ya sama gue juga miskin."
Aku membuang muka. Sebenarnya aku mau-mau saja menolong perempuan itu meskipun kami tidak saling kenal. Tapi ini masalahnya uang yang diperlukan perempuan itu banyak. Seperti yang tadi aku katakan pada Fikri, menjual satu ginjalku saja tidak bisa untuk membantunya. Coba kalian bayangkan, mahasiswa biasa sepertiku harus mencari uang sebegitu banyaknya untuk orang yang bahkan tidak aku kenali, tidak ada akhlaknya kan temanku ini?
Sementara itu, di hadapanku Fikri kini hanya bisa menghembuskan napas keras, terlihat sekali bahwa ia masih memikirkan cara untuk menggoyahkan imanku.
"Vin, plis lah cuma lo yang bisa bantu temen gue... Dia itu sama kayak lo kedudukannya di hidup gue Vin, jadi tolong banget bantu dia."
Aku melenggos gusar. "Masalahnya gak segampang itu, Fik." Jawabku jujur.
"Vin, orang baik jarang berpotensi bisa jadi jahat. Karena mereka terlalu mengandalkan hati bukan logikanya. Setidaknya, itu yang gue tau dari diri lo."
"Fik--"
"Coba lo bayangin, seandainya lo mati, terus adik lo luntang-lantung sendirian minta pertolongan kemanapun cuma buat nyokap lo gak kesusahan gimana perasaan lo liat itu diatas sana? Lo berharap apa? Keluarga lo nolongin adek lo? Vin, gak semua keluarga bisa bersikap hangat dan saling membantu. Sampai sini, paham 'kan?"
"YA TAPI GUE GAK PUNYA DUIT SEBEGITU BANYAKNYA FIKRI! YAAA ELAAAAH BANGSAAAAT BANGET SIH KAMU GAK PAHAM-PAHAM!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Labirin Manusia Gagal (Tamat Di Innovel)
Teen FictionSemua wanita menyukaiku. Tapi wanita yang aku sukai tidak menyukaiku.