[2]

371 47 29
                                    

Pekat langit hari ini bukan menjadi perkara besar bagi seorang Ben Alexander Danadyaksa. Yang dibutuhkan hanyalah sejenak melarikan diri dari segala omong kosong yang dilontarkan dari mulut seorang laki-laki yang selama sembilan belas tahun ia panggil papa. Baginya, ruangan tanpa sekat seperti tempat ini benar-benar membuat perasaannya nyaman dibandingkan dengan bangunan lantai dua yang ia tempati bersama papanya.

"Taruhan malem ini berapa?"

"Sepuluh juta, sama Monita."

Seringai miring tercetak di bibir Ben. Siapa yang tidak mengenal Monita Andriana? Gadis seksi dengan kemampuan menari yang mumpuni. Liukkan lekuk tubuh gadis itu saat mengikuti irama benar-benar membuat para lelaki mungkin rela bertekuk lutut di hadapannya saat itu juga.

"Mantep nih. Gue join lah."

Tak ada yang meragukan kemampuan Ben dalam menunggangi kuda besi kesayangannya. Ia adalah raja jalanan, semua lintasan balap telah ia sambangi dan berakhir dengan menggenggam kemenangan di tangannya.

Maka tak heran jika malam ini pun pemuda itu menjadi yang nomor satu, dengan selisih tiga detik dari sang lawan. Amplop cokelat yang cukup tebal itu telah digenggamnya, begitu juga gadis bernama Monita yang kini menggelayut manja di lengannya.

"Sakit jiwa lo, Ben. Empat puluh lima kilo cuma butuh waktu seperempat jam."

"Gue lagi suntuk, butuh pelepasan." Ben beralih ke samping dan mengecup bibir Monita sekilas, "Gue mau nikmati reward gue dulu."

"Have fun, dude! Jangan lupa pake pengaman."

"Anjing!"

Ben membawa Monita ke sebuah kelab malam favoritnya. Gadis itu tampak senang karena artinya malam ini ia tidak perlu membayar apapun yang dipesannya. Yang sedang bersamanya kali ini adalah putra anggota dewan, sudah pasti malam ini hidupnya terjamin.

"Mon, ke bawah nggak?"

Ben mendekatkan bibirnya seraya ke telinga Monita, sedikit mengecupnya hingga gadis itu menahan napas geli.

"Boleh. Musiknya bagus tuh."

Keduanya turun melantai, berbaur bersama pengunjung lain. Namun lambat laun menjadi pusat perhatian karena baik Ben maupun Monita sama-sama seorang penari andal. Kolaborasi mereka sukses membuat siapapun berdecak kagum.

Ben menarik pinggang Monita agar mendekat padanya,. Manik kelamnya memandang sang gadis dengan seringai menggoda. Monita pun mengerling manja, dan setelahnya dua pasang bilah ranum itu bertaut penuh gairah.

"One night stand?"

"With my pleasure, sweetie."

.

.

.

***

.

.

.

Abian mengerang pelan sambil melepas sepatunya. Hari ini sangat melelahkan karena pekerjaan di rumah sakit cukup banyak. Namun tak masalah, ia senang karena bisa membantu orang lain. Meski ia hanya seorang relawan di rumah sakit itu, nyatanya seluruh staff memperlakukannya dengan sangat baik.

"Ganti bunga di kamar mama dulu deh."

Mengurungkan niat untuk beristirahat, ia bergegas ke kamar sang mama yang bersebelahan dengan kamarnya. Bunga yang sudah layu ia ganti dengan beberapa tangkai bunga anyelir putih kesukaan mamanya.

"Untung tadi inget beli bunganya. Jadi nggak bolak-balik keluar lagi."

Pemuda mungil itu pun membersihkan diri setelah seharian beraktivitas di luar rumah. Siraman air hangat biasanya cukup ampuh untuk merilekskan otot-otot tubuhnya yang menegang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Carpe Diem || S. Changbin x L. JuyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang