Pria itu memandang sosok yang dua kali lipat lebih muda darinya dengan pandangan lelah dan frustrasi. Sosok yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu malah tampak tak acuh dan asyik menghabiskan setoples kacang bawang yang ada di ruang tengah.
"Kamu nggak ngerasa bersalah udah bikin papa ninggalin kerjaan papa di kantor, hm?" sang pria berujar dengan suara yang cukup keras. Namun tak ada tanggapan berarti dari lawan bicaranya.
"Ben!"
"Ck! Aku nggak nyuruh papa buat dateng ke sekolahan. Kalo mau protes sama guru konseling aja sana!" Ben –nama pelajar itu– membalas ucapan papanya dengan ketus.
"Ini udah yang ke tiga kalinya selama bulan ini papa dipanggil sama guru konseling kamu, Ben." Papa duduk di single sofa yang berhadapan dengan Ben, "Kamu tuh udah kelas 3, udah mau ujian kelulusan. Masa masih hobi berantem? Apalagi Dion itu temen satu tim kamu."
Ben berdecak lagi sambil memandang ke arah papanya sinis. Lagi, ia dihakimi tanpa ada yang ingin tahu duduk permasalahan yang sebenarnya. Bahkan orang yang ia jadikan role model pun menganggapnya sebagai anak yang bermasalah
"Udahlah, papa nggak mau tau. Kamu harus ubah sifat berandalan kamu itu. Udah cukup kamu bikin papa malu sama kelakuan kamu di sekolah, dan papa harap ini yang terakhir kamu berantem kayak gini."
Papa baru akan meninggalkan ruangan itu kala ia mendengar suara Ben mendesis pelan padanya.
"Kalo papa nggak mau ngurusin aku, biarin aku ikut mama. Aku nggak sudi tinggal sama orang yang cuma peduli sama kerjaan dan duit."
Plak!
Satu tamparan mendarat di wajah Ben, yang kemudian disesali oleh sang pelaku yang tak lain adalah papa. Ben memicing, rasa sakit di pipinya tak sebanding dengan perih yang membekas di hatinya.
"Papa nggak mau kamu ngungkit-ungkit tentang mama kamu di rumah ini. Kamu tinggal sama papa, artinya kamu harus patuh sama peraturan papa. Suka nggak suka, kamu harus nurut, Ben."
Ben menggeram rendah, tetapi ia tidak mampu membalas kalimat Papa. Yang ia lakukan hanya menyimpan amarahnya lagi. Entah sampai kapan, yang pasti ketika hari itu tiba maka Ben tidak akan lagi menahan amarahnya pada Papa.
.
.
.
***
.
.
.
"Enggak mauuuu! Aaaaaa!"
Seorang anak kecil berlari menyusuri koridor rumah sakit yang cukup ramai. Suara teriakannya tak pelak membuat orang-orang yang ada disana menoleh heran. Di belakang si anak, dua orang perawat mengejar sambil membawa robot mainan.
"Aska, ayo sini. Jangan lari-lari!"
"Enggak! Nanti Aska disuntik lagi! Aska nggak mau!"
Bruk!
Bocah bernama Aska itu jatuh terduduk, pantatnya terasa sakit karena membentur lantai cukup keras. Sementara orang yang ditabrak pun tak kalah kaget.
"Loh, Aska kok disini sih?"
"Huuuuu... Kak Abian!"
Aska memeluk Abian dengan erat dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher yang lebih tua. Abian lantas menggendong bocah berumur empat tahun itu lalu mengusap-usap punggungnya dengan lembut.
"Kenapa hm? Aska abis dari mana, kok sendirian disini?" tanya Abian dengan lembut.
"Aska kabur dari tante suster. Nanti Aska disuntik lagi, Aska nggak mau disuntik." Aska merengek sambil meremas belakang kemeja Abian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carpe Diem || S. Changbin x L. Juyeon
Fanfic"Dari sini, aku selalu memiliki satu hari yang aku syukuri" Carpe Diem (n.) the enjoyment of the pleasures of the moment without concern for the future. bxb semi baku crackpair