Satu

552 63 1
                                    

Pagi ini cuacanya cerah. Bahkan gumpalan kapas kehitaman yang biasanya menyelimuti langit Seoul tidak tampak sedikit pun. Sebuah kesempatan emas bagi seluruh siswa tingkat akhir SMA Surak karena mereka akan melaksanakan perjalanan wisata dalam rangka ‘penyegaran’ sehabis ujian kelulusan. Saat ini, mereka tengah berkumpul di depan gerbang sekolah dengan beberapa jajaran bus pariwisata.

Di barisan paling belakang, Choi Lia sedang mengotak-atik ponsel tanpa memerhatikan arahan ketua OSIS yang baru pensiun dari jabatannya. Saat tahu ada anggota yang tidak mendengarkan, Si Mantan Ketua OSIS pun berdeham. Lia yang tidak dengar—atau pura-pura tidak dengar—tetap melanjutkan searching tentang Lee Jong Suk.

“Lia!”

Tapi yang diteriaki sama sekali acuh.

“Hei, Choi-Lia-anak-semata-wayang-dari-pengusaha-otomotif-paling-kaya-di-Seoul!”

Lia yang kaget langsung menoleh ke kanan-kiri. Gadis berambut panjang itu juga bingung karena kini para siswa menatapnya sebal. Namun beberapa saat kemudian, matanya bersitatap dengan sosok yang barusan meneriakinya.

“Apa lihat-lihat?” tantang Lia.

“Kamu enggak mendengarkanku?”

“Kenapa aku harus mendengarkanmu?”

“Kalau begitu jangan ikut briefing."

Lia terbelalak. “Mana bisa begitu? Dengar, ya, Tuan Choi Jongho. Kamu enggak boleh sembarangan menyuruh-nyuruhku!”

“Aku enggak peduli, Nona Choi Lia. Kalau kamu enggak terima, cepatlah enyah.”

Lia mendengus sebal, kemudian mengalah dengan memasukkan ponselnya ke saku.

Jongho mengalihkan pandangan. “Oke, teman-teman, perjalanan wisata kita sudah dimulai. Kalian bisa mencari tempat duduk di bus dan meletakkan barang-barang di sana. Usahakan yang teratur dan saling membantu.”

Semua peserta bersorak gembira sambil berebut menaiki bus. Begitu pula Lia. Ia bahkan punya misi untuk mendapatkan tempat duduk ternyaman karena setelahnya wajib mengambil foto, lalu diunggah di Instagram.

Lia melihat Jongho dengan sinis begitu manik mata mereka tidak sengaja bertemu. Ketika Lia lewat di depan Si—Mantan—Ketua OSIS, ia menginjak kaki cowok itu sekuat tenaga, lalu berlari masuk ke bus begitu tahu Jongho mengaduh kesakitan.

Lia memilih tempat duduk di dekat jendela agar bisa melihat pemandangan kota di sepanjang perjalanan. Sepertinya wisata kali ini akan menjadi hal yang paling menyenangkan. Tapi, lengkungan di bibir delima itu seketika memudar begitu ia melihat Jongho yang masih berdiri di luar. Seolah sadar kalau diperhatikan, Jongho menoleh tepat ke arah Lia. Cewek itu menyipitkan mata sinis, kemudian menutup korden bus dengan gesit. Di kamusnya, langit cerah bisa berubah jadi mendung ketika ada Choi Jongho.

Ugh, entahlah. Lia sangat membenci cowok berpipi gemuk itu. Rasa bencinya bahkan melebihi kecoa atau cacing yang menggeliat di tanah. Kebencian itu juga tak bisa dijelaskan oleh berbagai teori. Bahkan jika kamu memanggil Isaac Newton atau Einstein, takkan ada satu pun yang bisa mengartikan perasaan itu muncul dari mana. Lia mencoba mengingat kesalahan apa yang telah Jongho perbuat padanya sehingga rasa benci itu menumpuk kian tinggi. Dan seberapa pun gadis itu mencoba menghindar, seolah ada saja sesuatu yang mempertemukan lantaran mereka satu sekolah. Satu kelas. Dan satu organisasi.

“Lia, kamu mau satu?” Lamunan Lia buyar saat Hyunjin menyodorkan sebuah kantong plastik hitam dari arah belakang.

Lia meraup plastik itu, lalu meremasnya kasar. Ia berdiri dan berbalik badan. “Kamu mau mati, ya?!”

Heartburn || Jongho ATEEZ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang