chp 1. gadis yang berdiri di sebelahku saat hujan

144 28 29
                                    

spring
6 march 2009
SD Morizawa

Seperti biasa, hari Kamis itu, aku berniat untuk pergi ke rumah sakit tempat ibu dan ayahku bekerja setelah pulang sekolah. Setiap hari, aku memang selalu pergi ke sana. Karena rumah selalu sepi. Aku tidak suka tempat yang sepi. Jadi aku selalu bermain di tempat kerja orang tuaku itu.

Mungkin, hari ini agak berbeda. Hujan turun sebelum bel pulang berbunyi. Aku masih berada di dalam ruang kelas. Kebetulan bangkuku berada di sebelah jendela. Jadi aku bisa langsung tahu kalau seandainya hujan sudah reda.

Tapi, setelah sekitar setengah jam aku menunggu di depan gedung, hujan belum kunjung mereda.

Ya sudah. Tunggu lagi saja deh.

Aku menunggu seperti beberapa anak lain di tempat ini. Beberapa diantaranya menunggu jemputan. Dan aku lihat, ada yang membawa payung. Tapi dia tidak menggunakannya. Mungkin dia takut menerjang hujan yang lumayan deras ini.

Di sebelahku, kulihat ada seorang gadis yang membawa payung juga. Wajahnya terlihat ragu. Seperti ingin menembus hujan, tapi takut. Sama seperti yang lain.

Aku mencoba untuk bicara dengannya. "Etto. Kau ingin pulang?"

Gadis itu menoleh. "Eh, iya. Tapi, bukan. Aku harus ke rumah sakit sekarang. Penyakit ayahku kambuh kemarin. Aku harus segera pergi menjaganya karna ibu sedang bekerja."

Rumah sakit?

"Kalau boleh tahu, rumah sakit apa?" tanyaku, berharap rumah sakit tujuan kami sama.

Gadis itu terdiam. "Rumah sakit Hanazawa?"

Ah, beda.

Hmph.

"Kau mau pergi ke sana bareng saya? Jika kau takut pergi sendirian, saya akan menemanimu."

Gadis itu menoleh padaku lagi. Masih dengan wajah ragunya. "Memangnya kau tidak pulang?"

"Saya juga mau pergi ke rumah sakit. Tapi tujuan rumah sakit beda. Tidak apa-apa. Saya akan mengantarmu dulu. Nanti di sana, saya bisa meminjam payung rumah sakit."

Aku melihat gadis itu merona. Lalu tersenyum. "Ayo."

Akhirnya, kami pun berjalan menembus hujan meninggalkan gedung sekolah. Berjalan di bawah payung yang sama.

"Oh ya, siapa namamu?" tanyaku.

"Aihara. Dan namamu?"

"Keiji."

****

Jarak dari sekolah sampai Rumah Sakit Hanazawa ternyata lumayan jauh. Untung aku ingat jalannya di saat Aihara lupa.

Sepanjang perjalanan, kami saling terdiam. Aku pikir, gadis ini tipe yang pendiam. Aku juga tidak berani mengajaknya mengobrol lebih jauh. Jadi, aku hanya memandangnya dari samping.

Akhirnya kami sampai di gerbang rumah sakit. Hujan masih belum reda. Suasana lapangan parkir rumah sakit pun tampak sepi.

Sampai di depan lobby rumah sakit, aku menyimpan payungnya Aihara di tempat payung. Aihara menungguku. Lalu kami berjalan bersama masuk  ke dalam.

a girl who never remember me [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang