chp 5. gadis yang menungguku sampai pukul satu

34 15 6
                                    

spring
april 2024

"Kei, wangi banget. Mau ke mana?"

Ibu menyadari diriku sedang memakai parfum di depan cermin. Parfum yang sudah kuhabiskan satu botol yang kemarin baru saja kubeli di supermarket dengan harga paling mahal.

Lho. Ketahuan, ya?

"Mau ketemu seseorang?"

"Iya dong, Bu."

"Siapa?"

"Spesial."

"Perempuan?"

"Keiji pergi dulu ya, Bu. Doakan lancar."

Di hari Minggu yang cerah itu, pagi-pagi sekali, setelah pukul tujuh, aku sudah berpakaian rapi dan wangi.

Tidak, bukan pakai jas!

Hanya pakaian casual yang sangat simple.

Hari ini, aku akan pergi ke Toko Kue Minazaki. Toko kue milik keluarga Aihara. Tempat di mana gadis itu biasa berada sepanjang hari (aku sering sengaja melewat, tapi tidak pernah berani mampir).

Semoga berhasil

Aku sudah menantikan momen ini selama 15 tahun

Aku pergi ke prefektur sebelah menggunakan bis. Prefektur tempat toko roti Aihara berada. Waktu SMA kan, aku sudah pindah.

Sesampainya di tempat tujuan, toko rotinya ternyata belum buka. Padahal berkali-kali aku melewati tempat ini, seingatku jam bukanya pukul tujuh. Sudah lebih setengah jam juga ini.

Apa hari ini tutup, ya? Tapi kenapa harus tutup? Dan kenapa harus hari ini?

Aku menunggu di depan toko cukup lama. Kira-kira sampai pukul sembilan. Yah, susah kalau tidak bisa berkomunikasi lewat ponsel.

Aku punya sih nomornya Aihara (kalau dia tidak mengganti nomornya, yang sudah aku minta sejak SMA), tapi, terakhir gadis itu bilang, jangan hubungin dia lagi.

Jadi pusing.

Tunggu lagi saja lah.

Tapi, sampai pukul 12 siang pun, tulisan di toko tersebut masih belum berubah. Tetap menampilkan tulisan 'closed'.

Ke mana Aihara, ya?

Hubungin jangan?

Aku terus melihat ke kolom chat-ku dan Aihara. Terakhir kami saling mengirim pesan, tahun 2016. Sudah lama sekali. Dan aku melihat waktu terakhir dia on pukul 23.12. Masih aktif berarti ya nomornya?

Hubungin jangan?

Tapi, aku sudah menunggu lima jam di sini. Tidak ada tanda-tanda gadis itu akan muncul.

Hmm.

"Halo?"

"Ini siapa, ya? Keiji siapa?"

"Saya teman SD, SMP, SMA, dan kuliah-mu."

"Oh? Ada apa?"

"Hmm. Bi-bisa bertemu?"

"Ada urusan apa?"

"Saya tidak bisa menjelaskannya di telpon. Kalau Aihara tidak keberatan, kita bisa bertemu?"

"Aku sedang di rumah sakit."

"Penyakit jantung ayahmu kambuh?"

"K-kok bisa tahu?"

"Rumah Sakit Morizawa?"

"Lho."

"Aihara di situ sampai kapan?"

Beberapa saat tidak ada suara.

"Sampai pukul satu-"

Eh? Satu jam lagi?

"Oke. Tunggu saya di sana, Aihara!"

****

Aku langsung pergi ke halte terdekat. Tampak banyak orang di sana sedang menunggu datangnya bis juga. Aku bergabung bersama mereka.

Bis kemudian datang saat kerumunan orang di halte semakin banyak. Sampai-sampai, bis sudah penuh sebelum aku berhasil masuk.

Ah, tunggu bis selanjutnya.

Di bis selanjutnya juga, aku gagal masuk. Bis itu memang menyisakan satu tempat duduk. Aku memberikannya pada seorang nenek-nenek yang sudah lama menunggu.

Tidak apa lah. Bis selanjutnya mungkin akan tiba dengan cepat.

Tapi ternyata, bis itu tidak kunjung datang. Padahal lima menit lagi, pukul satu.

Lalu akhirnya, bis yang aku tunggu-tunggu pun berhenti di depan halte saat aku melihat jam di pergelangan tangan kiriku menunjukkan pukul 12.59.

Percuma. Tidak akan keburu.

Aihara bilang, dia di rumah sakit sampai pukul satu. Ini sudah lebih dari itu. Pasti dia sudah pergi dari rumah sakit.

Setelah naik bis, jarak dari halte sampai rumah sakit pun ternyata lumayan jauh. Semakin lama lah aku tiba di tempat itu.

Bis berhenti di halte yang jaraknya lumayan jauh dengan rumah sakit. Membuatku harus berjalan kaki lebih jauh lagi.

Jauh saja terus!

Sudah, jangan mengeluh terus, Keiji.

Demi Aihara.

Akhirnya aku sampai di rumah sakit pukul setengah dua. Setengah jam dari waktu janji.

Ah, sekalian nostalgia saja. Ini rumah sakit bekas orang tuaku kerja. Dan rumah sakit tempat di mana aku dan Aihara menghabiskan waktu kecil kami bersama.

Setelah menyebrang jalan, baru lah aku sampai di lobby rumah sakit. Hmm, seingatku-

Ruang Sakura?

Dengan sisa tenaga karena telah berjalan kaki lama sekali dan panjang sekali (dari rumah ke toko roti Aihara, ke halte, ke rumah sakit. Ah, kan tidak boleh mengeluh, Keiji. Demi Aihara, ingat!), aku memilih menaiki lift. Kalau ada yang praktis, kenapa harus yang ribet?

Sampailah aku di lantai tiga. Ruang Sakura berada di tengah lorong. Aku melihat dari kejauhan, vaa bunga itu masih berada di sana, di jendela depan Ruang Sakura, dan bunga lavendernya, masih ada.

Kok?

Sebelum aku sampai di depan ruangan, seseorang membuka pintu Ruang Sakura.

Kami saling terdiam di posisi kami.

"Keiji-kun?"

a girl who never remember me [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang