chp 3. gadis di balik papan tulis

77 19 54
                                    

spring
may 2016
SMA Morizawa

"Keiji-san. Bisa bantu saya mengoreksi nilai ulangan harian sejarah kelas 2-4?"

Aku yang hendak berjalan keluar dari kelas, terpaksa harus berhenti saat mendengar Shikami-sensei bicara begitu. "Oh? Sekarang?"

"Iya."

Padahal, aku mau ke kantin. Perut ini sudah kelaparan sejak tadi pagi karna aku lupa sarapan. 

Keluar dari kelas, Shikami-sensei mengajakku berjalan menuju ruang guru. Aku sudah mengatakan iya untuk suruhannya tadi. Dan menolak ajakan teman-temanku yang mengajak ke kantin. 

"Sensei, kenapa harus saya yang Sensei suruh?" 

"Kau kan sedang tidak ada kerjaan, daripada menghabiskan uangmu di kantin, mending membuat pahala dengan membantu Sensei mengoreksi nilai ulangan kelas sebelah."

"Tapi," aku menahan perkataanku. "Saya lapar."

"Nanti, setelah beres mengoreksi, kau boleh pergi makan ke kantin."

"Sensei belikan saya makanan, ya!"

"Boleh. Tapi nilaimu nanti langsung 0, ya."

Pelit. Guru yang pelit. Nyuruh-nyuruh siswanya, tapi tidak mau memberi imbalan. 

Sampai di tempat tujuan, aku melihat banyak wajah capek di mana-mana yang berasal dari guru-guru yang baru selesai mengajar. Tapi tidak dengan guru sejarah ini. Dia selalu terlihat ceria dan banyak tenaga. 

Tuh kan. Sudah tahu banyak tenaga. Masih saja menyuruh siswanya yang kelaparan ini membantunya mengoreksi soal. 

"Duduk. Saya ambilkan dulu lembar jawabannya." 

Aku duduk di mejanya Shikami-sensei yang kursinya ada dua. Kemudian dia kembali dengan setumpuk lembaran kertas penuh coretan di tangannya. 

"Ini kunci jawabannya. Centang yang benarnya saja."

Iya, aku tahu. 

Shikami-sensei membagi lembar soal menjadi dua bagian. Seperempat untuknya, dan sisanya untukku. 

Lho, ini tidak adil. 

"Sudah tidak usah protes, Keiji-san. Langsung kerjakan saja."

Ah, she up. 

Aku mengoreksi soal dengan tidak fokus karna perutku terus-terusan berbunyi dengan tidak wajar. Aku harap guru menyebalkan di depanku ini dapat mendengarnya sehingga mau memberiku sedikit makanan. 

"Ayo dipercepat ngoreksinya. Kau sudah kelaparan, bukan?"

"Tidak dikasih makanan nih?"

"Nanti kau jadi tidak fokus."

"Saya kelaparan gini malah makin gak fokus, Sensei. Sensei mau saya salah mengoreksi? Sehingga yang awalnya harusnya dapat 100 malah jadi 0."

"Kalau itu sampai terjadi, nilaimu yang saya jadikan 0."

"Salah aja terus." 

"Laki-laki emang selalu salah, Keiji-san."

"Sensei juga laki-laki."

"Sudah. Jangan ngobrol terus. Kapan selesainya ini."

Sumpah, aku ingin segera pergi dari tempat ini. Kau tidak akan bisa menang jika berdebat dengan seorang guru. Meski dia yang salah sekalipun. 

Aku kembali memfokuskan diri untuk mengoreksi soal. Sebelum, aku menyadari lembar ujian selanjutnya di tanganku adalah milik seseorang bernama Aihara. 

a girl who never remember me [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang