nomer satu

17 3 0
                                    


bagian 1 :
kali pertama


MINHO menemukannya saat perpustakaan tengah lengang. tiada pengunjung karena seharusnya semua murid ada di kelas, kecuali minho—yang memilih melarikan diri saat pelajaran fisika sebab kelupaan membuat pekerjaan rumah yang bertumpuk seperti gunung.

penjaga perpustakaan yang tengah tertidur membuatnya bisa ambil kesempatan untuk bersembunyi. mengambil beberapa buku, lalu pura-pura membacanya di pojok ruangan.

kursi kayu kini tengah ia duduki. matanya menerawang pada beberapa buku yang sudah ia ambil asal. membalik halamannya seakan dirinya paham. namun, semua itu hanyalah sebuah pencitraan belaka karena matanya tak sengaja menemukan seorang pemuda tengah membaca bukunya dengan serius.

minho diam-diam mengamati pemuda tersebut. dari atas hingga bawah. surai kecoklatannya, wajahnya yang mirip tupai, bibirnya yang setengah menganga—mungkin karena terlalu asik dengan bukunya. tangannya yang begitu mungil membuat minho gemas untuk ingin menggenggamnya. minho tidak dapat melihat kakinya, tetapi ia masih bisa lihat sepatunya berwarna biru muda sedikit tinggi.

dalam beberapa detik, minho terpesona.

netranya tak henti menatap dari balik buku yang menutupi setengah wajahnya. jarak mereka tidaklah jauh, hanya terpaut 50 cm. makanya, minho dengan santai dapat terus mengamati sang pemuda—yang menurutnya manis itu.

ia menatapnya cukup lama hingga pemuda itu mungkin merasa jika dirinya diperhatikan. pandangannya tak lagi pada buku, namun pada minho yang sesaat mematung karena sepasang hazel yang bulat lucu itu terlihat bingung.

minho menutup wajahnya, berpura-pura lanjut membaca hingga sang pemuda menggeleng pelan.

minho menghela napas pelan. merasa dirinya sedikit lancang menatap seseorang seperti demikian. kepalanya digeleng, merutuki perbuatannya sendiri.

meskipun sudah menyesal, hasratnya untuk mengintip tetap tidak bisa dicegah. karenanya, minho kembali menurunkan sedikit bukunya untuk kembali mencuri pandang. tapi ...

'lho, kemana dia? kenapa menghilang? apa yang minho liat barusan hanyalah ilusi belaka?' batinnya. sedikit merasa kecewa karena ia tak menemukannya.

nihil. pemuda itu seperti hilang ditelan bumi.

kala minho mengucek matanya pelan, bahunya ditepuk pelan oleh seseorang. mencium hawa-hawa tidak enak, minho perlahan membalikkan tubuhnya.

"bu perpus maafi—"

minho terdiam. itu bukan ibu penjaga perpus yang galak. itu seorang pemuda.

itu pemuda yang sedari tadi ia lihat.

"hai?"

tangan mungil kurus itu melambai di depan wajah minho. entah ingin menyadarkannya kalau ini bukan mimpi atau memang ingin menyapa. minho tidak dapat berpikir dengan lurus karena senyumnya yang luar biasa  manis.

"um, ingin berkenalan?"

lanjutnya setengah berbisik. tangannya terulur mengajak bersalaman. minho masih membeku. matanya tak berpindah sedikit pun dari entitas manis di hadapannya ini.

sialan. pemuda ini membuat sarafnya malfungsi.

"tidak mau berkenalan ya?"

suaranya yang menyendu membuat minho tersadar dari lamunannya. tangan besarnya menyambut tangan yang mengambang. menjabatnya dengan erat hingga minho dapat merasakan hangatnya telapak tangan itu meskipun ia duduk di bawah pendingin ruangan.

"ah, maaf. aku minho, lee minho."

minho tersenyum. mencoba seramah mungkin—sebenarnya untuk menyembunyikan rasa gugup yang tiba-tiba melanda hatinya. sangat aneh.

"aku jisung. han jisung, 11 ipa 2."

akhirnya minho tahu siapa namanya. ah, nama yang bagus untuk pemuda semanis dan seimut tupai ini. eh, jisung ini adik kelasnya? kenapa minho tidak pernah melihatnya selama ini?

"siswa baru, ya?"

pertanyaan minho dijawab anggukan ringan. kini minho mengerti mengapa ia baru kali ini melihatnya di sekolah.

"baru minggu lalu. tapi, beruntungnya teman-teman sekelasku tidak bereaksi dengan menyebarkan desas-desus," jelasnya membuat minho semakin mengerti.

jisung benar-benar manis dari jarak sedekat ini. tautan tangan mereka masih belum terlepas, begitu juga netra mereka. minho mungkin akan terus menatapnya jika saja penjaga perpustakaan tidak bangun dan menegur mereka.

"kalian yang disana! sedang apa? bolos pelajaran, ya?"

teriaknya dari pos depan buat kedua siswa itu panik dan berpura-pura sedang bertukar buku. minho berteriak dari tempatnya.

"engga bu, kita lagi tukeran buku, mau kerjain tugas," elaknya dari amukan ibu perpus. tapi, bukannya membiarkan, sang penjaga perpus malah mendekati mereka sambil membawa sebuah penggaris panjang.

minho yang melihatnya langsung memberi kode pada jisung untuk kabur lewat celah samping. biarlah dirinya harus terhukum yang penting jisung-nya— eh, jisung tidak apa-apa.

begitu ibu perpus mendekat, minho langsung mengajaknya berbincang hal yang tidak penting. memberi kesempatan pada jisung untuk kabur sebelum dimarah. sekali lagi, dirinya melambai ketika sampai di depan pintu perpustakaan, lantas menghilang setelahnya.

"heh, nak minho. kenapa disini? bolos lagi?"

ibu perpus baru bisa melihat wajah tampannya dari jarak sedekat ini. maklum, matanya tidak lagi bagus dan kacamatanya tadi belum terpasang.

"hehe, iya bu. biasa itu pak jackson nyebelin. maaf ya gara-gara saya ibu harus kebangun dan nyamperin saya," tuturnya halus membuat sang ibu yang awalnya ingin marah-marah ikut tersenyum.

"lain kali bilang dulu dong, nak minho. ibu kan ngiranya bukan anak donatur, jadinya hampir ibu omelin kan," candanya sembari tertawa hingga kerutan di wajahnya terlihat. minho ikut tertawa lalu pamit ketika bel pergantian jam berbunyi.

setelah menyalim ibu perpus, minho langsung beranjak dari sana. langkahnya terhenti membuat wanita berumur 40an itu menatapnya bingung.

"kenapa nak?"

minho tersenyum. "saya mau minta tolong. kalau nanti kalo calon pacar saya kesini pas jam pelajaran, jangan dimarahi ya bu?"

"lho, calon pacar nak minho siapa?"

"yang wajahnya mirip tupai, manis, lucu. namanya han jisung, bu."

minho tertawa sebentar lalu meninggalkan perpustakaan.

ibu penjaga perpustakaan hanya geleng-geleng kepala lihat kelakuan si anak donatur. lucu sekali kelakuannya kalau sedang kasmaran. dan lagi, ini kali pertama seorang lee minho—siswa berprestasi yang terkenal satu sekolah—akhirnya bisa jatuh cinta.


• • •

— to be continue

one only - minsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang