"Itu beneran Kinal?" Tanya kak Veranda kepadaku. Ia terheran-heran melihat kak Kinal sedang berolahraga dan ada Byan mengikuti gerakan kak Kinal di halaman rumah, menggemaskan sekali mereka berdua.
"Iya lah. Udah papa-able banget kan, kak?" Tanyaku balik kepada kak Veranda. Sedikit menggodanya.
Pagi ini, Byan terbangun dan langsung mencari mommy-nya. Biasanya setiap pagi, Byan selalu dibawa jalan keliling perkebunan sambil disuapi sarapan oleh kak Kinal. Begitu juga pagi ini, selesai olahraga Byan sudah siap duduk di-strollernya dan Kak Kinal sedang mempersiapkan makanan Byan di bantu Della.
"Wow." Ucap kak Veranda bergumam kagum.
"Byan itu lebih deket sama kak Kinal, kak. Masa paling sulit adalah setelah aku melahirkan, aku baby blues parah. Kalo mulai malam sama sekali nggak mau nyentuh Byan. Bahkan aku bisa lebih histeris kalau Byan nangis. Setiap siang sampe sore, aku sibuk pompa asi buat stok malam, karena Byan pasti tidur sama kak Kinal. Kak Melody, Viny juga selalu gantian kesini buat bantuin aku ngelewatin masa itu, kak."
"Sorry aku nggak ada di masa sulit kamu, Shan." Ucap kak Ve tulus.
"Bukan salah kak Ve kok." Kataku tersenyum getir.
"Sekarang gimana? Masih suka trauma kalo malem?"
"Nggak, kak. Aku udah nggak baby blues lagi. Berkat kak Kinal yang datengin psikolog buat aku."
"Syukurlah, ikut senang dengernya. Shan, kamu nggak mau balik ke Jakarta? Kita rawat Byan bareng-bareng. Di rumah Kinal yang dia beli dua tahun lalu kan besar tuh. Byan juga nggak mungkin disini kan, Shan? Fasilitas pendidikan bagus di Jakarta."
"Aku belom mikir kesana, kak." Kataku sendu. "Nanti deh aku pikirkan."
"Ve. Mau ikut nggak?" Teriak kak Kinal dari arah halaman.
"Gih ikut, kak. Nemenin kak Kinal. Udara pagi masih seger banget loh disini."
"Kamu nggak papa sendiri? Aku pergi dulu ya." Ucap kak Veranda.
Aku memandang dari jendela kak Kinal mendorong stroller. Ia sesekali berhenti saat kak Veranda menyuapi putri kecilku. Andai kak Kinal dari awal tidak menyuruh Beby dan ia sendiri yang menikahiku. Andai semua kata bisa terucap dari mulutku yang mendadak kelu kalau sudah berhadapan dengan Kak Kinal. Mungkin sekarang aku yang ada di posisi kak Veranda menyuapi Byan sarapan sambil jalan pagi bersama kak Kinal.
Aku teringat moment dimana aku melahirkan, kak Kinal berada disisiku dari mulai aku pembukaan sampai aku melahirkan.
*Flashback on
Siang itu, kak Kinal pamit kepadaku untuk pergi ke kota karena persediaan bulanan mulai menipis dan kami akan membeli tempat tidur untuk bayiku yang akan lahir satu mingguan lagi. Aku sebenarnya mau ikut, namun perutku sedikit melilit sedari pagi.
Setelah kepergian kak Kinal, aku melakukan rutinitas seperti biasa yaitu senam pagi dan juga membereskan beberapa bagian rumah karena aku harus aktif bergerak saat mendekati persalinan.
Namun, saat sedang mengepel, aku merasakan ada air mengalir ke pahaku. Sontak aku berteriak memanggil bibi dan supirku untuk menyiapkan mobil karena air ketubanku pecah.
Aku dibawa ke bidan lalu dirujuk rumah sakit terdekat. Kak Kinal yang baru sampai di Bandung langsung putar balik saat diberi tahu kalau aku akan melahirkan.
"Shania." Kak Kinal masuk dengan muka pucat dan keringat bercucuran.
"Sakit, kak." Rengekku.
"Kok lo sendiri? Yang lain mana?"
"Lagi nyiapin berkas, gue mau oprasi, kak."
"Operasi? Oke lo tenang ya. Gue disini. lo pengen apa? Gue siapin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody To Love 2 (On Going)
FanfictionGxG Area! Ujian terbesar cinta itu bukan kehilangan tapi kerinduan akan kenangan yang takkan pernah terulang. Baca dulu Somebody to Love part 1 biar nggak bingung. 😊