gosip (6)

207 13 36
                                    














"Haduuuh bu ibu, itu mobil mertuanya Bu Nani kan ya?"

Sebuah mobil mengklakson dan berjalan pelan melewati gerombolan kami yang sedang membeli sayur. Dan seperti mengklarifikasi perkataan Bu Yanuar, mobil itu berhenti persis didepan rumah Bu Nani.

"Iya."

Ini lagi pada kena apa sih? Mereka bukan lagi terpesona sama mobil yang baru aja lewat itu kan. Oh, ayolah, semua warga di perumahan ini punya mobil yang nggak kalah bagus. Mereka nggak akan bisa punya rumah di sini kalau bukan termasuk kalangan berada. Kalau saja Mas Ardhan nggak hobby bermain saham dari dia SMA, dengan pekerjaannya yang baru dijalaninya satu tahun itu juga dia nggak akan mungkin bisa punya rumah disini.

Apa karena mereka takut corona? Itu mobil kan entah dari mana asalnya, belom disemprot lagi. Bisa aja bawa virus kan. Eh, tapi kayanya bukan deh, kerumunan ini nggak berkurang dan masih anteng-anteng aja buat nerusin gosip. Nggak ada yang bergerak make masker atau bawa semprotan disinfektan juga.

Rasa-rasanya suasana berubah menjadi lebih mencekam, semua pandangan menatap ke arah sesosok perempuan paruh baya yang sepertinya sangat ingin membuat orang lain memperhatikannya. Bukan hanya karena menggunakan pakaian bling-bling norak dan heels tinggi yang sangat tidak sesuai dengan perkiraan usianya, konde besar yang kupastikan akan membuat kepalaku pusing dan teyengan jika memakainya juga bertengger di kepala.

"Hwaaa, sangar bu."

"Cetar membahana kayak biasanya."

Ngeliat si Nenek, aku jadi inget film Disney yang judulnya Another Cinderella Story. Dia mirip banget dengan Dominique. Ibu tiri Selena Gomez di film itu mungkin bisa jadi gambaran lain dari si nenek ini. Bukan hanya cara berpakaian, sikap sok mereka pun hampir sama.

"Nggak bisa deh bayangin jadi Bu Nani."

"Kasian banget kan, harus punya mertua yang kaya gitu."

" Lihat aja aku bakalan kicep duluan. Mending batal nikah aja atau dari awal cuma kenal doang deh, nggak usah ada relationship-relationship-an."

Nenek itu kayanya masuk perkumpulan mertua jahat yang kebusukannya udah nggak bisa ditutup-tutupin lagi. Tetangga anaknya tau semua kalau dia jahat.

"Ya gimana, suaminya ganteng gitu, trus saling mencintai. Kalau Maryam sih yes."

Ish, ini pembantu nggak bisa sekali aja serius dikit. Aku kan pingin tau apa aja kejahatan si mertua kembaran ibu tirinya cinderella itu.

"Maryam mah, semua cowok ganteng di sikat."

Tuh kan, aduh, ayo dong kembali ke topik awal. Aku jadi geregetan sendiri saking penasarannya.

"Tapi sedih juga loh. Bayangin coba jadi jadi Bu Nani dan suaminya."

"Paling menderita ya si Bu Nani dong."

Hoke, wait, wait, ini mereka kenapa jadi berantem tentang siapa yang paling menderita.

"Iya sih, suaminya Bu Nani juga pesti bingung. Udah cinta mati, tapi ibunya sendiri yang jadi tokoh jahat di rumah tangganya."

"Jangan sampai lah ya, durhaka ke orang tua walaupun bentukan ibunya kayak gitu. Tapi masa ya istri nggak dibelain."

Aku menahan tawa mendengar ucapan bentuk untuk menggambarkan seseorang dari Bu Septi. Pinginnya sih ngakak, cuman pada lagi mode serius banget. Aku nggak mau merusak suasana.

"Sebelum nikah kan nggak tau ya kalo kejadiannya bakal kayak gini."

"Ya siapasih yang mau kalo nggak bisa punya anak."

"Bu Nani nggak bisa punya anak?"

Suara tercekatku keluar. Astaga, ku kira masalahnya cuman ibu mertua yang merasa nggak puas sama menantunya. Masakannya keasinan kali, atau bersih-bersihnya masih belum bisa mbuat kita ngaca di lantai yang nggak akan mungkin terjadi kecuali lantainya memang cermin. Tapi nggak punya anak? Ugh, aku baru sadar sekarang Bu Nani yang kelihatannya seumuran mamaku itu nggak pernah sekalipun kaya ibu-ibu lain yang suka bangga-banggain anaknya. Bahkan nggak pernah sekalipun ngomong tentang anak.

"Bukan mandul sih, pernah keguguran dan rahimnya diangkat gitu."

"Ceritanya dulu itu nunda karna ldr-an suaminya di Kalimantan, tahun kelimaan lah suaminya balik trus akhirnya hamil, eh keguguran."

"Bukan rejekinya ya gimana, takdirnya nggak bisa punya anak karena nggak punya rahim."

Sekuat tenaga aku menahan tangis yang hampir keluar dari mataku. Kenapa aku cengeng banget sih. Harusnya tadi nggak usah dilanjutin aja ceritanya.

"Nyesek banget kan. Sepuluh tahun lebih dicerca mertua karena nggak punya anak."

"Kalo anak muda sekarang ya bahasanya bisa insecure. Kepikiran terus jadi istri kok nggak becus. Rasanya bersalah banget sama suami."

Alamatlah, tangisku udah nggak bisa dibendung sekarang. Hwaaaaaa.



















G💋s!pTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang