•
San tidak tau bagaimana ia bisa bertahan tanpa Seonghwa selama lima bulan belakangan.
Rasanya waktu berputar seperti kilat; cepat, suram, dan menakutkan. San bahkan tidak dapat mengingat satu detail pun tentang hidupnya sejak Seonghwa menghilang dari pintu apartemen saat itu.
Terakhir kali San bertemu dengan Seonghwa, laki-laki manis itu menampar pipinya, diikuti teriakan memaki dan air mata. Seonghwa mengemasi semua pakaiannya ke dalam koper, mengisi beberapa barang penting di ransel, dan meninggalkan kehidupan San begitu saja.
"Let's end this, San! Mungkin kamu tidak terganggu dengan semua ini, tapi aku benar-benar sayang kamu ㅡpernah, sayang kamu. Aku bodoh karena sudah mempercayai bajingan macam kamu sejak awal."
Kalimat itu masih terngiang dibenak San dengan sangat jelas, seolah telinganya baru mendengarnya beberapa detik lalu, walau nyatanya sudah berbulan-bulan berlalu.
San juga masih dapat mengingat keadaan Seonghwa waktu itu. Ketika mata bulatnya yang polos dirusak oleh binar kecewa begitu dalam, memerah dan sembab karena tangis yang begitu keras. Ketika bibir lembut layaknya ceri harus robek dan berdarah, akibat digigit kuat-kuat untuk menahan ledakan perasaan yang tidak terkendali. Ketika wajah menawan itu menggambarkan sakit hati yang sangat besar, kening berkerut dan kacau.
Setelah meneriaki San tepat didepan mukanya, Seonghwa segera menggeret koper dan menggendong ransel lusuhnya keluar, tanpa menengok sekali pun lagi ke arah San. Hanya punggungnya yang dingin yang dapat San ratapi saat itu.
San berani bersumpah jika dirinya menyesali semuanya. Setiap detik, dihantui oleh rasa bersalah, berlangsung terus-menerus tanpa henti selama berbulan-bulan.
Dan San merasa kewarasannya hampir hilang, terkikis sedikit demi sedikit akibat menenggak alkohol berlebihan, konsumsi rokok yang mengkhawatirkan, dan sesekali juga obat penenang yang ditelan sekaligus dengan obat tidur. Semua hal gila itu dilakukan San untuk menghindar, melupakan semua masalah perasaannya yang benar-benar seperti bencana, barang sebentar saja.
San tidak pernah berhenti mengirimi pesan ke nomor ponsel Seonghwa, dalam keadaan sadar mau pun mabuk. Mengiba dengan kata maaf, memohon menggunakan kalimat rindu, dan memaksa dengan mengeksploitasi cerita kenangan-kenangan indah mereka selama dua tahun bersama.
Tetapi hasilnya nihil, tidak ada yang berhasil, Seonghwa malahan tidak membaca pesannya sama sekali.
San tentu saja putus asa. Rasanya tidak ada lagi yang tersisa darinya, pada titik tertentu, San bahkan tergoda dengan pemikiran tentang bunuh diri, semata-mata untuk beristirahat, terlalu lelah menghadapi roller-coaster kehidupannya yang sedang jatuh-jatuhnya.
right here
Menjadi muda dan memiliki kebebasan penuh, membuat San terkadang lupa diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
right here • sanhwa
Fanfiction| CHOI SAN & PARK SEONGHWA | San akan tetap bertahan di tempat milik mereka, meski sempat mengira Seonghwa tidak akan pernah kembali.