Aku, ibumu kalut memarahiku dan menelanjangiku dan menembokkanku seperti lukisan abstrak di ruang tengahmu yang berlantaikan marmer. Katanya jika aku bermain dengan anak lelakinya, ia akan berhenti memasak bubur ayam kesukaanmu dan menggantinya dengan panekuk kemanisan sebagai menu sarapan. Setahuku kamu benci manis dan sudah hampir satu dekade tidak memakan gula kecuali jika kecilanmu mengambil batang tebu di ladang kakek dan menyesapnya diam-diam di atas aroma bangau sawah. Sisa ranting tebu lembap yang manis kau bakar dengan api beku yang kau siram dengan air kering membara di setapak kecil tempat kereta bekas kompeni mangkat diganti televisi yang ditonton satu umat saat malam minggu bersamaku di balai desa dekat rumahmu ‘biar tidak ketahuan’ matamu menyengir tak karuan.
YOU ARE READING
Kamus Puasa Bicara
PoetryIbuku membakar abuku di perapian dan ayahku menyekapku di dipan tua sedang mataku tak dapat menyaksikannya sebab kau bawa bersama saat elegi dinyanyikan oleh mereka yang berbaju hitam diatas altar dan aku berbicara terakhir kalinya sebelum abu perap...