Sendal Pink ke 99

7 0 0
                                    


"Nih, Anya ganti cokelat Honey yang kemarin," ujar Anya sebelum kami masuk gerbang sekolah.

Aku berpaling ke arahnya. Menatapnya lekat-lekat. Yang ditatap hanya melenggak-lenggok salting nggak karuan.

"Honey jangan natap Anya kayak gitu dong," katanya gerah.

"Apa maksud loe ngasih cokelat?"

"Anya..., Anya merasa bersalah aja," katanya.

"Baru nyadar loe banyak salah sama gue, hah?" tanyaku menyudutkannya.

"Hehehehe, Anya banyak salah ya sama Honey?"

"Ditanya malah balik tanya," kataku geram. "Gue nggak mau cokelat beginian. Cokelat gue yang kemarin itu ma.....hal!"

"Anya udah nyari kemana-mana, tapi nggak dapet-dapet cokelat kayak punya Honey kemarin," ujarnya memelas sambil menggaruk-garuk rambutnya yang dipangkas gaya Harajuku.

"Emangnya loe nyari dimana aja, hah?" tanyaku curiga.

"Hehehehe...., cuma ke warung depan kompleks sih," katanya.

Aku memasang muka cemberut ke arahnya dan berjalan meninggalkan Anya yang tetap masih memasang muka cengengesan.

Tak lama kemudian Anya berhasil menyusulku. Aku berhenti, Anya sontak ikut-ikutan berhenti.

"Ada apa, Honey?"

"Honey, Honey. Honey loe peyang! Tuh sandal tidur loe mau dipake sampai kapan?" tanyaku.

Anya melihat ke kakinya. "Oh iya, Anya sampai lupa pake sepatu," katanya sambil menepuk jidatnya. "Untung Honey ingetin Anya, kalo nggak bisa-bisa Anya harus beli nih sandal untuk yang ke 100 kalinya," katanya senang.

Aku cuma geleng-geleng kepala. Aku menunggu Anya melepaskan sandal berboneka beruang pink kesayangannya itu. Aku heran, sandal model kayak gitu disayang-sayang. Dari tidur sampai ke sekolah aja dipake terus. Emang ini udah yang ke 99 kalinya Anya kena razia sandal. Dan itu artinya, udah yang ke 99 kalinya juga Anya harus bolak-balik ke toko pernak-pernik "Pink" di mol yang jaraknya lumayan jauh dari rumah kami. Dan hal itu juga berarti udah yang ke 99 kalinya juga, aku bolak-balik ke toko itu buat nemenin Anya beli benda nggak penting kayak begituan.

Awalnya sih wajar, tapi kalo dipikir-pikir, wajar nggak sih, cowok pake pernak-pernik pinky kayak begitu?

Anya mengambil sepatu dari dalam tasnya.

"Cepetan!" kataku.

"Iya, iya sabar," katanya sambil memasang kaos pink di kakinya, dan kemudian buru-buru memakai sepatu yang 'nyaris' berwarna pink. Kalo sekolah nggak menetapkan semua murid harus memakai sepatu putih, aku yakin dia pasti bakalan memakai sepatu berwarna pink juga. Yah, walaupun begitu, tetap aja Anya mengganti tali yang seharusnya berwarna putih dengan tali sepatu yang berwarna pink.

Aku kembali menggeleng-gelengkan kepala.

Anya mengambil sandal beruangnya, "Sayang, kamu tunggu aku di dalam tas ya," katanya sambil memasukkan sandal kesayangannya itu ke dalam tas berbentuk beruang yang lagi-lagi berwarna pink.

Aku menatap ke langit.

"Tuhan, kenapa gue mesti punya temen kayak dia?"

"Ayo, Honey," ujar Anya dengan muka sumringah.

"Cape deh!!!!"   

Pinky PrinceWhere stories live. Discover now