Chapter 07

9 3 7
                                    

     Lama kelamaan aku terlelap dengan puasnya di kasur lipat. Seperti ini saja aku sangat bersyukur sudah diberi kecukupan.

***

     Aku terbangun di saat jam sudah pukul 10:15 PM. Ah, aku bingung mau ngapain seterusnya.

Kringgg~g...

"Oh, aku lupa melepas kabel cas nya".

"Yaa halo ?".

"Reni, kalau mau sekolah di SMA Negeri 1, paman sudah daftarkan tinggal tunggu minggu depan. Semoga keberuntungan memihak padamu sayang". Ucap paman dibalik telepon.

"Te-terima kasih banyak paman... aku sayang paman ! Paman yang terbaik".

     Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur dalam hati. Akhirnya, aku bisa melancarkan pembalasan dendam pada Rama.

"Sudah yaa.. maaf paman hanya bisa membantumu seperti ini".

"Ah. Gak apa-apa kok paman. Sekali lagi terima kasih banyak".

"Ya sama-sama. Assalammu'alaikum".

"Wa'alaikumsalam".

     Telepon pun selesai.

     Aku berjingkrak-jingrak tidak karuan di kasur lipat. Karena berita ini juga, aku jadi tidak bisa tidur.

'Ahahahahaha... akan kumakan sifat sok pangeran mu mulai detik ini Rama. Lihat saja'.

     Aku duduk lesehan di lantai yang dingin. Sambil kupelajari lagi soal-soal yang sudah ada di internet untuk berjaga-jaga.

     Hingga aku tidak sadar kalau hari sudah pagi dan saat bercermin aku seperti punya mata panda.

'Harusnya tadi aku tidur aja'.

"Jangan malas Reni ! Hari ini kamu harus kerja. Jangan buat Uma repot". Tekadku untuk diriku sendiri.

     Aku bergegas mandi, airnya juga lebih dingin dari yang kuduga. Setelahnya, aku memakai baju kerja seperti biasa.

     Seandainya saja aku tidak berhenti bekerja di kafe tante Hana. Pasti gajiku akan di potong terus-terusan.

"Uma !. Aku sudah didaftarkan sekolah sama paman". Seru ku didekatnya.

"Wah syukurlah kalau begitu. Nanti kasih tau Uma berapa banyak uang yang kamu butuhkan".

"Eh. Gak perlu Uma.. aku sudah banyak merepotkan Uma. Jadi gak enak kalau dikasih uang secara cuma-cuma".

"Gak apa-apa sayang.. kamu tuh sudah ku anggap anak sendiri".

"Ta-tapi aku beneran gak mau nger--".

"Ssst- sudah cukup.. alasanmu gak ada gunanya sama Uma".

"....". Aku terdiam menatap Uma yang kembali bekerja di depan mesin kasir.

"Maaf dan trimakasih banyak Uma". Imbuhku.

     Uma tersenyum manis melihatku. Benar-benar seperti Ibu kandungku sendiri. Walaupun Uma kebanyakan ngeluh, tapi disisi lain dia banyak memberiku bantuan.

"Pak mau beli apa ?".

"Itu mbak.. anggur yang digantung itu berapa yaa harganya ?".

"Ooo 45 ribu pak, mau ?".

"Iya mbak.. saya ambil yang itu".

"Baik pak. Tunggu sebentar".

     Aku membungkus buah yang di inginkan bapak itu dan setelahnya aku membersihkan parit yang banyak tumpukan sampah.

"Harus cepat dibersihkan biar gak makin tersumbat".

"Hei !". Panggil seseorang yang berdiri di hadapanku.

"Ya Ampun.. sekarang sudah sombong banget gak mau nengok. Haha, kasihan. Begitu di lepas jadi kayak gembel". Sahutnya lagi.

"Hah ?!". Sontak aku menatap orang yang berani mengataiku seperti itu.

"Rama !". Ceplosku.

"Kenapa ?. Kangen ?".

"Bajingan ! Ngapain kamu kesini !".

"Ah. Kukira kamu kangen padaku. Jadi yaa karena aku peka banget sama kamu. Yaudah, aku mampir kesini".

"Tolol kamu yaa.. kamu tuh kesini bikin mataku tambah sakit".

"Reni !".

"APA !". Bentak ku.

"Kamu tuh jahat banget tau gak".

"Maksudmu ?".

"Kamu jahat banget sama aku. Bilangin aku tolol".

"Memang tolol. Jelas-jelas kamu tuh.. ARGHHH sudah sana pergi !. Aku muak lihat wajahmu !".

"....".

"Sana pergi !".

"Gak".

"Mau ku oleskan warna hitam dari parit ini di bajumu !".

"Silahkan. Nanti juga kamu yang kusuruh bersihkan".

"Benar-benar gak jelas kamu yaa".

     Aku menatap dia benci. Sangat benci.

"Mau mu apa supaya cepat pergi dari sini ?!". Tanyaku.

"Aku... hmm... aku minta kerjakan pr ku lagi".

"Hah ! Gila kamu yaa.. kamu tuh niat sekolah atau enggak sih ?!. Sana suruh aja pacarmu yang kerjakan".

"Reni !".

"POKOKNYA GAK MAU !. JANGAN PAKSA AKU KEMBALI JADI PEMBANTU MU !".

"Baiklah kalau begitu. Jangan harap juga kamu lanjut sekolah. Karena semua sekolah yang ada di kota, sudah aku suap supaya namamu gak diterima".

     Aku terdiam mendengar ucapan nya. Hingga bendungan air mata yang tertahan di pelupuk mataku hampir terjatuh.

Lanjut chapter 08.

💜Rasa Cinta Sampai Kadaluarsa💜 [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang