Part 2

18 8 1
                                    

Selamat Membaca!

--------------

Aaron tak bisa mengingat apapun, lelaki itu masih tergeletak lemas disebuah kasur UGD yang ditemani banyak dokter dan perawat yang prihatin melihat kondisinya. Lelaki itu masih gak bisa menggerakkan tubuh seleluasanya. Yang hanya dapat dilakukannya hanya menggeleng pelan dibumbuhi dengan kedipan mata.

Keadaan menjadi riuh saat beberapa reporter mulai memaksa meliput Aaron. Pasalnya, gak banyak orang pernah melihat kondisi yang sangat mengenaskan, seperti yang Aaron alami saat ini.

Aaron dirujuk ke sebuah rumah sakit bernama Eishenhower Medical Center. Rumah s::ke Hss:iya akit yang cukup besar dengan fasilitas yang memumpuni.  Disalah satu ruangan, beberapa dokter bersiap untuk membedah Aaron.

"Perawat, sediakan segala sesuatu, pisau bedah, alat jahit, semuanya.  Karena kita gak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan jangan lupakan alat kejut jantung!"

"Dokter, semua alat sudah tersedia"

Sang dokter menatap suster disebelahnya. Menganguk pelan yang menandakan mereka siap memulai operasi. Sang dokter melirih kearah Aaron "Apa yang sebenarnya terjadi dengan orang ini?"

"Kami tidak mendapat informasi sedikitpun bagaimana ia bisa menjadi seperti ini, Dok. Kalau dilihat dari tubuhnya, dia seperti terkena ledakan. Dan tangannya yang putus sempurna. Kami belum pernah menemui yang seperti itu, kami pun gak tau menahu dengan kejadian apa yang menimpanya."

"Aku juga, selama tiga belas tahun menjadi dokter, mungkin ini salah satu pemandangan palung naas yang pernah kutemui. Tapi apa benar ia terkena sambaran petir?"

"Menurut informasi begitu, dok"

"Baiklah, Suster, nyalakan alat peng-scan. Senyapkan semua suara, karena operasi akan dimulai"

*****

Tutt... Tutt...Tutt..

Alat grafis jantung berbunyi secara berulang. Ruangan bertema putih ala rumah sakit yang sangat khas menjadi tempat singah Aaron untuk beberapa waktu. Lelaki yang tertidur itu telah disuntik dengan banyak jarum disekujur tubuhnya.

Setelah beberapa waktu, Aaron mulai tersadar. Lelaki itu nampak menggerakkan beberapa jarinya. Aaron pun berusaha mengerakkan sedikit tubuhnya. Dengan sedikit usaha, lelaki itu berhasil duduk.

Aaron melihat kearah tangan kirinya. Perasaannya bercampur aduk mengingat kejadian yang dialaminya beberapa waktu lalu. "Tanganku, tangan kiriku. Benar juga, ini terputus waktu itu" renung Aaron.

Tak lama, seorang suster membuka pintu ruangan Aaron. Suster yang membawa secarik kertas diatas papan berjalan itu langsung mengahamburkan dan berjalan cepat kearah Aaron.

"Pak, anda masih belum pulih sepenuhnya, jadi anda harus tetap berbaring untuk sementara waktu" saran sang suster. Dengan perlahan menyentuh kedua pundak Aaron dan memintanya berbaring.

Aaron mengeliat, "Jangan sentuh aku!" bentaknya. "Aku harusnya sudah menikah... Bagaimana bisa menjadi seperti ini?"

"Pak, apa yang terjadi?"

"A-aku harus menjenguknya. Aku harus melihat keadaan Reachel. Kumohon, biarkan aku pergi dari sini" Aaron perlahan bangkit, sedikit demi sedikit melepas beberapa jarum yang ditanam ditubuhnya. Sang suster histers melihat tingah tidak normal Aaron.

"Pak, tolong tidurlah untuk sementara waktu. Kondisi anda masih seperti ini" saran sang suster lagi. Aaron masih berusaha melawan dengan tubuh yang masih diliput oleh perban. Karena dipikir tak bisa mengatasinya lebih lama. Sang suster memencet tombol peringatan dan membuat banyak dokter masuk keruangan itu.

Happy End StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang