Bagian 1 (2001) Kisah Dandelion

63 0 0
                                    


Awal mula memasuki babak baru di era perubahan teknologi dan meluasnya media cetak berwarna kala itu masih digemari kaum anak-anak hingga dewasa. Beberapa transportasi umum masih dengan mudahnya dimasuki pedagang asongan kian kesana kemari mempromosikan barang dagangannya. Tersebutlah anak berusia 8 tahun bersama orang tuanya turun dari mobil kijang memasuki sebuah mall besar mencari pakaian baru. Berputar mengelilingi gantungan pakaian dari berbagai merek-merek importir.

"Elia... kamu mau warna seperti apa, nak?" sang Ibu mengangkat pakaian kaos pink dengan celana panjang hitam yang satunya dress kemeja biru dengan celana panjang hitam.

"Aku mau biru hitam, Bu!" melihat dengan sigap sang anak menjawab pertanyaan Ibunya.

"Mbak!"

"Ia Bu... Ada yang bisa saya bantu?"

"Tolong bungkuskan ini ke kasir, saya mau cari blouse batik"

"Baik, Bu... silakan"

Bergegaslah ia mengajak Elia ke bagian pakaian wanita dewasa.

"Elia...tunggu ditempat duduk dulu. Ibu mau pilih blouse sebentar. Jangan nangis ya!"

"Ia... Buk!"

Sekilas Elia teringat dengan pembatas buku berdimensi yang dia rogoh dalam saku celananya. Ia menggerakan pelan-pelan termangu asyik dengan corak gambar malaikat menebarkan butiran dandelion bertaburan ke langit biru.

Tiba-tiba seorang pria tidak dikenal memakai kacamata dan terlihat masih muda. Membujuk Elia mengikutinya dengan alasan orang tua menyuruh sang pria. Elia terdiam dan setengahnya ketakutan dengan orang tidak dia kenal. Ia berusaha keras meyakinkan kembali bahwa ia tidak akan menyakitinya. Perlahan Elia beranjak dari tempat duduknya.

Seseorang sigap menggandeng tangan Elia. Dengan berani ia melantangkan suara pada pria tersebut "kenapa kamu mau membawa adik saya? siapa kamu?"

"Om mau mengajak ke orang tuamu!"

"KAMU SIAPA?" seluruh orang berubah memandangi anak kecil tersebut dan satpam berjalan menuju pada kedua anak kecil.

Mengetahui ada satpam mau mendatangi arah suara teriakan, sang pria memalingkan muka mengambil celah pergi.

"Ada apa anak-anak?"

"Orang memakai jaket hitam itu mau melakukan penculikan, Pak!"

"Mana orangnya?"

"Disana!"

Telunjuk tangan kanannya mengacungkan kearah pria yang semakin berjalan cepat menuju ke ekskalator. Sang satpam meniupkan semprit peringatan pada sang pria. Namun ia tak menggubris terus menuruni ekskalator tersebut. Usaha kaburnya tetap saja digagalkan oleh satpam mendapatkan sinyal dari sempritan.

"Kamu tidak apa-apa?"

Elia hanya menganggukan terdiam sambil memandangi anak sebaya dengannya.

"Lain kali... jangan mudah percaya dengan orang tidak kamu kenal. Kau sedang sendirian?"

"Nggak aku sama Ibu... namamu siapa?"

Anak tersebut memperkenalkan dirinya "Namaku Darren Li, kau?"

"Namaku Elia"

"ELIA... ELIA..."

"Sepertinya Ibuku memanggilku... aku mau pergi dulu... terima kasih udah nolongin aku" Darren tersenyum melihat kepolosan Elia.

Berlarilah Elia kepada Ibunya tanpa ia menyadari ia menjatuhkan pembatas buku tepat di depan Darren. Ia memungut dan berteriak kepadanya, namun ia tidak mendengarkan telanjur melekat pada gandengan Ibunya.

Dari situ kedua anak ini berpisah dari tempat kerumuman orang banyak melakukan aktivitas di mall.

Mereka bukanlah teman akrab, bukan saudara dan bukan dari kerabat tetangga bertemu sapa. Pertemuan, penyelamatan dan perkenalan tidak terduga ini seperti ketulusan yang langka ditemui.

DANDELION HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang