Rombongan Sekolah Menegah Pertama menuju pulau wisata tempat bertemu banyaknya turis-turis dari berbagai mancanegara. Pada waktu pagi buta bus memasuki kapal penyebrangan. Semua murid dan guru menaiki diatas bagian kapal berjalan melintasi selat nan dalam. Beberapa diantara murid mabuk darat disamping guru yang menepuk-nepuk punggungnya.
Elia duduk terdiam menikmati desiran angin menyejukan pikiran seraya merapikan rambutnya teracak-acak. Ia hanya duduk sendiri melihati keadaan dan menikmati desiran suara laut bersahabat dengan kapal.
Sesampainya dipelabuhan seluruh murid diarahkan berbaris rapi keluar dari kapal memijakkan pasir putih nan terang di tengah gulita sembari menunggu bus keluar. Seluruh murid diarahkan mematuhi peraturan selama study tour berlangsung.
Hari pertama datang ke pulau wisata: masuk bus menuju hotel selama 3 hari 2 malam, istirahat sebentar, siang kunjungan belajar ke pusat pemasaran dan penjualan ikan, pergi ke pantai.
Hari kedua: kunjungan belajar pasar tradisional dan melihat produk-produk olahan khas serta diperbolehkan beli-beli dan dalam perjalanan ada tour guide menjelaskan seputar pulau wisata, pergi ke pantai lagi.
Hari ketiga: tidak ada pembelajaran, murni wisata ke tempat penuh bangunan relief.
Tempat pertama dikunjungi Elia adalah air mancur yang konon bilamana melemparkan koin cantik sambil mengucapkan doa kepada Yang Maha Kuasa dengan tulus impiannya akan terkabulkan. Elia hanya mendoakan semua urusan kegiatannya selesai dan kembali dengan selamat bertemu kembali dengan orang tua.
Tanpa disadari Elia, disebelahnya ada seorang remaja laki-laki bersamaan melemparkan koin mengucapkan permohonan doa. Mereka membuka pejamanan mata secara bersamaan.
Terjadilah saling tatap menatap mata.
"Permisi ya, Mas" dengan secueknya Elia melewati laki-laki tersebut.
"Tunggu sebentar!"
Elia mengindahkan suara perintah tersebut dan membalikkan badan kearah sang laki-laki dengan raut wajah bingung sejenak.
Ia menghampirinya dan menyebut namanya "Elia... benar kamu Elia?"
"Maaf Mas, kamu siapa? Bagaimana kamu bisa tahu namaku?"
"Kamu ingat anak kecil bernama Darren Li?"
Elia langsung memuat pikirannya dengan lama sambil berkata "Aduh siapa ya, Mas?"
"Aku hanya mau mengembalikan pembatas buku ini."
Sebuah pembatas buku berdimensi dengan adanya malaikat dan dandelion terukir didalamnya.
"Wah... butiran dandelion....darimana kamu menemukannya?"
"Aku hanya menyimpannya sampai benar-benar bisa bertemu denganmu lagi."
"Inikan... sudah enam tahun... bagaimana bisa kamu mengenaliku? Ini pernah aku cari hilang, lho... kamu kok mau menyimpan barang seperti ini?"
Darren Li tersenyum mendengar kata-kata Elia "kamu masih mempercayai orang tidak kamu kenal?"
"Syukur-syukur...nggak Mas... Makasi sudah mengingatkan, kamu kan udah menjelaskan maksudnya memanggil aku. Kalau nggak jelas, kan bisa aku tinggal. Aku kira tadi Mas panggil siapa gitu hehehe."
Suara walky-walky keras memanggil seluruh murid untuk berkumpul kembali ke hotel.
"Aku pergi dulu... bye... pangeran penyelamat"
Darren Li tertawa mendengar celutuk Elia yang menggodanya.
"Ok... hati-hati!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION HEART
Short StoryPertemuan tak selamanya menjadi suatu persatuan. Bisa jadi hanyalah ketulusan tanpa pamrih.