"sebelumnya aku mau rekomendasiin lagu fav aku nih : Adhitia sofyan - midnight "
Puter aja gaes. Lebih enak kalo sambil dengerin musik. Wakaka
°°°°
Terbangun tengah malam atau bahkan tidak tidur hingga pagi. Adalah salah satu akibat dari keadaan dimana jam tidurku yang memang akhir-akhir ini sangat berantakan.
Hening, aku melirik sebuah jam yang menempel di dinding kamarku, yang menunjukkan pukul 2 pagi, lagi-lagi membuatku tersenyum tipis. Entahlah tiba-tiba saja aku ingin tersenyum. Mungkin seekor cicak yang berada di samping jam dinding ku berpikir, apa aku gila? Apa orang itu gila? Mengapa orang itu tersenyum tengah malam memandang jam??.
Haha sangat cringe. Iya aku tau itu.
Sebenarnya aku tersenyum bukan karena melihat benda bundar yang didalamnya terdapat 2 jarum yang berputar menunjuk putaran angka itu . Tapi aku tersenyum karena di samping jam dinding yang menempel di kamarku, ada sebuah foto kenangan dimana aku dan mereka berada pada sebuah lingkup ruang yang berhasil membawa kita menuju titik kedewasaan ini.
Di usia kami yang sudah beranjak dewasa atau memang sudah dewasa kenyataanya, banyak hal yang sudah berubah dari cara pola pikir dan tindakan kami. Tentang kami yang memandang dan menyelesaikan suatu masalah, atau tentang kami yang sudah bisa menangkap arti dibalik kehidupan ini. Mungkin.
Aku menulis ini karena aku merasa aku harus mengabadikan momen absurd yang bagi kebanyakan orang menganggap masa SMA adalah masa-masa paling bahagia.
Memang benar, pada kenyataannya memang masa SMA adalah masa dimana kamu benar-benar harus membentuk diri kamu sendiri. Dengan berbagai kelabilan emosi dan juga persepsi mengenai sudut pandang kehidupan.
Aku beringsut dari tempat tidurku dan menuju sebuah meja yang di atasnya berisikan banyak sekali buku-buku maupun secarik berkas yang entahlah aku lupa mengapa aku meletakkan barang-barang ku disini. Dan entah mengapa aku juga tiba-tiba ingin meluapkan pikiran ku yang akhir-akhir ini berisikan kerinduan pada euphoria bertahun-tahun lalu.
Mendekatkan diriku pada sebuah benda pipih perrsegi panjang didepanku seperti waktu lalu, aku mulai menggerakan jari jemariku membentuk suatu kalimat yang isinya kurang lebih sudah kalian baca ini.
Aku mulai menceritakan sedikit awalan tentang penggambaran ku terhadap masa SMA ku. Pada chapter sebelumnya aku sudah memperkenalkan satu persatu nama yang berperan di cerita ini, bukan? .
Maka kali ini aku akan menceritakan terbentuknya pondasi yang akan membawa cerita ini menjadi cerita berkelanjutan yang aku sendiri masih belum memikirkan apa yang harus aku utarakan untuk alur cerita ini menurut pikiranku ke depan.Aku ulangi lagi, ini adalah dari sudut pandangku. Mungkin akan berbeda pendapat jika di ceritakan oleh orang yang berbeda pula. Kalian yang membaca ini, tolong hargailah. Karena mungkin jika tulisanku ini tanpa di sengaja menyinggung perasaan kalian yang tiba-tiba menemukan tulisanku ini di masa depan, aku minta maaf. Tapi sebaik mungkin aku akan berusaha untuk tidak melibatkan ketersinggungan di dalam alur cerita ini. Karena dari berjuta - juta manusia di bumi ini, mungkin kalian yang membaca adalah salah satu orang yang berperan.
Menelisik ruang waktu bertahun-tahun lalu. Kembali di masa putih abu-abu. Seperti biasa, aku memasuki kelasku yang berada tepat di samping ruang bimbingan konseling. Entahlah, apa memang aku yang terlalu pagi datang atau teman-temanku yang terlampau santai. Aku berada di kelas sendirian saat itu. Horor bagiku yang penakut ini. Berada di kelas sendirian dimana aku baru dua kali menginjakkan sepatuku di kelas ini. Kan nggak lucu kalau tiba-tiba ada yang menemani ku di kelas dan itu bukan manusia. Ah, ada-ada saja pikiranku.
Ya, hari ini hari kedua setelah penentuan kelas. Tentu saja hari keduaku menjadi siswa kelas XI-IPA 4.