1

6 0 0
                                    

Assalamualaikum, selamat membaca ya! Salam kenal dari aku yang manis hehe.

🐼🐼🐼

Gerimis disore hari membuat Kanaya betah melamun, memandangi bunga yang terkena air hujan dari balik jendela, gadis itu menghela nafasnya kasar. Ruangtamu bercat kan kuning cerah itu berbanding terbalik dengan pancaran aura yang ada dalam diri kania. Gadis itu kembali teringat akan masalalu nya, masa-masa indah yang harus berakhir dengan sad ending.

Harusnya empat tahun lalu, Kanaya tidak perlu memberikan seluruh perasaannya kepada Devan. Seharusnya malah tidak usah menjalin hubungan dengan laki-laki yang kini sudah berstatus sebagai mantan pacarnya itu. Kania menyesal, sungguh.

Dering ponsel membuyarkan lamunannya, ia dengan malas mengambil ponsel yang diletakkan diatas meja,

"Assalamualaikum," ucap Kanaya memulai pembicaraan, ternyata Mamanya yang menelpon.

"Udah Ma, iyaa, engga. Hmm, waalaikumsalam." Telepon pun diakhiri. Pembicaraan yang singkat memang, dan itu adalah hal yang sudah biasa bagi Kania. Gadis dengan rambut sebahu nya itu tidak terlalu intens menjalin komunikasi dengan Mamanya yang tinggal diluar kota karena bekerja di salah satu perusahaan yang berada dipusat kota.

Kanaya adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya perempuan, khairunissa-yang Mamanya titipkan ditempat kakak pertama Mamanya. Kanaya bisa saja mengurus adiknya yang sedang duduk di bangku sekolah dasar kelas 4, tapi tidak di izinkan. Ya... Mamanya pikir Kanaya akan kerepotan, mengurus diri sendiri saja masih kocar-kacir, apalagi mengurus adiknya juga? Alhasil Kania tinggal sendirian dirumah. Tidak ada pembantu, tidak sekaya itu dirinya.

Sudahlah lupakan.

28 Maret 2018, laki-laki yang sudah Kanaya bayangkan akan menjadi calon imamnya dimasa depan, memilih untuk mengakhiri hubungan mereka yang sudah terjalin bertahun-tahun lamanya dengan alasan ingin membahagiakan kedua orangtuanya. Kania bisa apa? Tidak mungkin ia menolaknya meskipun sangat berat rasanya menerima hal itu.

"Aku benci, Van. Benci banget sama kamu!" Airmata itu lolos begitu saja, ditambah air hujan yang turun semakin deras begitu sangat mendukung Kanaya untuk menangis semakin kencang. Emosinya meledak begitu saja setelah cukup lama dipendam dalam hatinya.

Kenangan dimana ia pernah hujan-hujanan saat mengendarai motor sore hari kala itu bersama Devan, membuat Kanaya merindukan sosok yang ia peluk erat ditengah guyuran hujan di jalan arah pulang menuju rumahnya. Bahagia sekali rasanya dunia seakan milik berdua. Tersadar, Kanaya menghapus jejak airmata di pipinya. Ini tidak bisa diteruskan, harus dihentikan.

"Bagaimana mungkin aku begitu sangat menyayangi kamu, sedangkan kamu sendiri sudah tidak lagi untukku. Kenapa? Kenapa aku tidak pernah benar-benar bisa melupakan kamu?" Gumam Kania, "Apa aku bisa membawamu kembali bersamaku, apa kamu mau hidup bersamaku seperti apa yang sudah kita rencanakan dulu bersama?"

Dan Kanaya terus masih saja berandai-andai dengan semua pemikirannya dalam ruangtamu itu, hingga tanpa sadar, saking lelahnya ia berperang dengan batin dan juga pikirannya, kania tertidur pulas dibantalan kursi ruang tamunya.

---

"Udahlah. Kaum adam itu banyak Kania! Sampai kapan sih kamu terus-terusan kaya gini? Kurus tau nggak kamu kebanyakkan mikirin hal yang unfaedah kaya gitu." Suara bariton menggema diruangtamu Kania. Brian Admajaya.

Brian sengaja mampir kerumah perempuan yang berada didepannya hanya untuk sekadar mengantarkan mi ayam bakso yang menjadi makanan favorit Kanaya. Berulangkali mengetuk pintu namun tak mendapat jawaban, membuat Brian berpikiran yang tidak-tidak. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuka pintu tanpa izin dan mendapati Kania sedang tidur dengan posisi duduk. Matanya yang bengkak sudah cukup membuat Brian mengerti apa yang menyebabkan teman masa kecilnya itu menjadi urak-arikan seperti saat ini.

"Tapi Bri, aku bener-bener nggak bisa. Kamu ngerti nggak sih!" Ucap Kanaya pelan. Mukanya sudah cukup segaran karena Brian menyuruhnya mencuci muka sekalian membawa dua mangkuk untuk menghidangkan miayam bakso yang baru saja dibelinya. Cuaca setelah hujan memang pas makan yang panas-hangat begini. Hmmm, enak sekali pasti.

Laki-laki itu memandang sinis Kanaya, tangannya sibuk memindahkan Mi Ayam dari plastik kedalam mangkuk, lalu diletakkan didepan, "Makan." Perintahnya, Kania hanya menghela nafasnya dan mulai menikmati makanan kesukaannya dengan lahap.

"Kenapa sih? Kamu juga makan."

"Ya ini aku juga makan, kamu nggak liat?" Kanaya nyengir sebagai respon, Brian mendengus kesal, "Habis makan mandi, bentar lagi adzan maghrib." Yang dibalas acungan jempol dan anggukan kepala berulang kali dari Kanaya.

Meneguk segelas air putih, Brian sibuk memandangi gadis dengan rambut urakan didepannya, "Suka banget sama mi ayam sampai kuahnya aja di habisin gitu. Enak?" Tanya Brian, memperhatikan cara makan gadis itu sedikit membuatnya mengernyit heran, "Laper banget ya nyampe dijilat git-. Kanaya! Jorok banget sih!" Brian mengibaskan tangannya yang barusan di jilat gadis menuju gila itu, Kanaya tertawa puas. Rasakan karena sudah mengganggu aktivitasnya menikmati mi ayam kesukaannya.

Tolong catat agar tidak mengalami hal tidak menyenangkan seperti yang baru saja di alami Brian,

Penting ; Jangan mengganggu Kanaya saat gadis itu sedang menikmati mi ayam!

"Udah ah, pulang sana." Usir Kanaya saat sudah tidak ada lagi yang tersisa di mangkuknya. "Kena marah ntar sama tetangga, bertamu sampai maghrib dirumah gadis secantik aku." Matanya mengerling, menggoda Brian yang memasang ekspresi wajah ingin muntah.

Meraih kunci motornya yang diletakkan atas meja, laki-laki itu akhirnya bangkit, "Ya udah. Inget, mi ayam itu ku anggap sebagai sogokkan supaya kamu nggak ngegalau in si kupret itu. Awas kalau disekolah besok aku liat mata kamu bengkak lagi" kania sempat ingin membuka mulutnya namun terkatup kembali saat Brian kembali menambahkan ancamannya, "Nggak bakal ada lagi mi ayam gratis." Dan itu berhasil membuat Kania mau tak mau patuh terhadap ucapan Brian.

Demi mi ayam, aku rela! Batin Kanaya, meski ia tak yakin bisa melakukannya. Tapi kali ini harus bisa. Harus mampu melawan semua ketakutan yang ada dalam hati.

"Ya udah." Jawab Kanaya, "Hati-hati dijalan. Bilang sama bunda kalau Kanaya mau dimasakkin ikan asin campur tempe di sambal pedas. Besok bawain pas sekolah."

"Hmm, kalau persediaan ikan asin masih ada. Yakali bunda mau subuh-subuh ke pasar beliin kamu ikan asin, sekalipun iya nggak akan aku kasih izin."

"Eh, emang siapa kamu?"

"Anak nya lah, yang paling ganteng searea kompleks rumah." Kanaya pura-pura muntah, "Muka udah jelek kagak perlu dijelekkin, pulang dulu, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," Kanaya menjawab salam, ia menutup pintu dan membereskan ruangtamunya hingga tak lama terdengar suara adzan maghrib berkumandang,.

Hari ini tangisnya terbayar dengan miayam favoritnya. Yah, setidaknya Kania cukup merasa senang karena bisa makan mi ayam gratis dari temannya yang selalu datang tepat waktu itu.

"Alhamdulillah, tangisku terbayar dengan mi ayam. Mandi ah, terus sholat minta sama Allah buat bisa lupain mantan." Ucap Kanaya dan bergegas mandi.

****

Halo guys, ini adalah draft yang tersimpan 2 tahun lalu. Hahaha, lucu sekalii. Kalian tahu, mantanku yang beberapa tahun lalu menjadi bahan galauku, dia sudah bertunangan loh. Dan aku? Yah, masih menjomlo!
Huhu tak apalah, jodoh sudah ada yang mengatur.

Oke, karena mood ku cukup baik, aku akan melanjutkan kisah ini!

Minggu, 29 Mei 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia KanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang