"Good evening, pak Dean. I thought you've went home."
"I'm having dinner," sahut Dean tanpa sedikit pun menoleh ke arah Dea yang berdiri mematung.
"I see you have a company." AT melirik Selly.
"This is Selly," Dean mengenalkan sosok cantik yang berdiri di sampingnya.
"Good evening, miss Selly. Pleasure to meet you."
Selly tersenyum seraya menganggukkan kepala.
"So, who is this beautiful young lady? Your girlfriend?"
Dean tak menjawab. Lelaki itu hanya tersipu malu, membuat hati Dea serasa disayat sembilu. Dean memang tidak mengatakan apa-apa, tapi Dea sudah tahu jawabannya.
"Miss Selly, I hope you enjoy your dinner," AT berkata sambil tersenyum ramah.
Sementara itu yang diajak bicara tampak kebingungan dan melemparkan tatapan penuh tanda tanya ke arah Dean.
"Ehm. She cannot speak English. You can talk to her in Bahasa, if you dont mind," Dean menjelaskan.
"Oh, tentu saja," AT mengubah bahasa yang ia gunakan.
Dalam sekejap, tiba-tiba saja si bule KW itu lancar menggunakan Bahasa Indonesia meskipun masih dengan logat kebule-bulean. Entah logat bule benaran atau cuma pura-pura agar tetap terlihat keren.
Bukankah ada yang namanya Polygot, yaitu aksen yang otomatis berubah sesuai dengan bahasa yang digunakan. Jika sedang bicara bahasa daerah, logat kita berubah menjadi logat daerah. Jika sedang menggunakan Bahasa Indonesia, logat daerah kita otomatis hilang. Begitu juga jika kita berganti menggunakan Bahasa lain. Untuk AT, entahlah. Mungkin andai ia berbicara menggunakan Bahasa Sunda, ia akan tetap menggunakan logat ala bule Amerika.
Mereka bertiga lantas asyik bercengkrama. Tak ada satu pun di antara mereka yang menyadari bahwa Dea juga ada di sana. Berdiri, sendiri, berusaha menguatkan hati yang dipenuhi rasa perih.
Merasa kehadirannya tak dianggap ada, Dea memutar badan dan melangkah cepat menuju toilet yang terletak di lobby. Setelah mengajak Selly ke lapangan, sekarang Dean membawa Selly datang ke hotel untuk makan di restoran. Setelah ini apa? Membawa Selly ke pelaminan?
Membayangkannya saja membuat Dea hampir menangis.
Dea bersyukur mereka bertiga tak ada yang menyadari kehadirannya. Ia tak akan sanggup berada di restoran lebih lama. Ia benci melihat tatapan mata Dean yang penuh cinta. Ia juga benci melihat Selly yang lagi-lagi tampak begitu sempurna.
Malam ini, perempuan bertubuh tinggi langsing itu mengenakan terusan selutut berwarna krem dipadukan dengan sepatu hak tinggi yang membuat penampilannya semakin serasi. Rambutnya yang panjang dan tebal dikepang, membuat mata ini semakin takjub memandang. Iya, Dea memerhatikan penampilan Selly sedetail itu. Belum lagi jam tangan dan gelang model klasik yang Selly kenakan. Semuanya berpadu sempurna. Selly tampak sangat classy. Perempuan itu memang sempurna, bukan salah Dean jika lantas jatuh cinta.
Kalaupun ada satu kelemahan yang dimiliki oleh Selly, itu adalah ketidakmampuannya berbahasa Inggris. Di era semodern ini, sulit dipercaya bahwa perempuan secantik Selly tidak bisa berbahasa Inggris. Dea tersenyum miris.
Mungkin benar kata Zoya, hal pertama yang dilihat lelaki adalah beauty, bukan brain atau behaviour seperti kata Biya. Mungkin hal itu pula yang terpenting bagi kaum lelaki. Karena jika brain dan behaviour memiliki pengaruh dalam sebuah hubungan, tentu dalam waktu dua bulan Dean sudah bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Potion
Chick-LitDea, seorang hotelier, menyukai seorang pria flamboyan yang memiliki nama hampir mirip dengannya, Dean. Masalahnya, Dean adalah pria dingin yang sangat tahu dirinya tampan. Dea sama sekali tidak ada dalam daftar perempuan incaran Dean. Tapi Dea adal...