Satu

245 80 19
                                    

"Ini beneran engga, sih? Si Devan ciuman sama Naya?" Seorang cewek yang mengenakan bandana biru menyodorkan ponselnya ke arah teman-temannya.

"Lah, bukannya Devan pacarnya Killa? Kok malah ciuman sama cewek lain?"

"Naya, kan, sahabatnya Devan. Jadi, mungkin menurutnya bukan cewek lain kali."

"Gila, sih! Kasihan banget ceweknya Devan. Kalo gue jadi ceweknya udah gue gampar tuh si Devan. Putus doang engga cukup."

"Shutt. Itu Killa lewat. Diem heh!"

Gadis berkucir kuda yang menenteng paper bag itu mengerutkan alisnya bingung. Sepanjang koridor, ia mendapat berbagai tatapan. Bisikan nyaring pun masuk ke dalam indra pendengarannya.

"Killa!" teriakan itu membuatnya menolehkan kepala. Di belakang, gadis berambut sebahu tengah berlari ke arahnya.

"Lo sekarang ikut gue!" Gadis itu langsung menyeret lengan temannya.

"Eh, kita mau ke mana, Ra? Bel masuk udah mau bunyi, nanti kita bisa terlambat."

"Engga usah tanya-tanya dulu, bisa, kan?" jawab gadis berambut sebahu itu ketus.

Killa pasrah, mengikuti langkah temannya. Jalanan yang mereka lewati menuju belakang sekolah. Tempat sepi yang biasa digunakan para murid untuk menghindari jam pelajaran.

"Lihat dan dengar baik-baik! Setelah ini, gue harap lo sadar, Kil." Diarahkannya kepala Killa agar melihat sebuah objek yang menjadi berita terhangat di sekolah.

"Devan?" ujar Killa tak yakin.

"Seperti yang lo lihat. Sekarang lo diem, tonton sampai selesai!"

Menuruti perintah temannya, Killa menyaksikan adegan di hadapannya. Terlihat Devan dan seorang cewek yang tengah berpelukan seolah menyalurkan kasih sayang.

Killa masih belum mengerti. Matanya beberapa kali menyipit dan mengerjap-ngerjap. Namun, seperti dalam film romantis, sebuah scene yang menunjukkan adegan paling dinanti mulai terpampang nyata.

Inikah yang dinamakan penghianatan?

"Engga usah cengeng! Gue nggak suka lihat lo nangis karena masalah cinta yang bahkan lo sendiri engga tahu apa itu cinta," ujar Deandra.

"Tapi, dada aku sesak, Ra," lirih Killa menyentuh dadanya. Hatinya berdenyut nyeri. Namun, ia tak mau mengeluarkan air matanya dengan cuma-cuma hanya karena melihat adegan di depan sana.

Di sana, Devan yang notabene-nya kekasihnya tengah mencium sahabatnya. Mulai dari dahi, turun ke mata, lalu ke—tidak! Killa tak akan membiarkannya. Killa sudah cukup dewasa mengerti hal-hal berbau romansa seperti yang ia tonton dalam drama.

Tanpa sepengetahuan Deandra, Killa berlari menghampiri Devan.

Plak!

Satu tamparan keras melayang mulus mengenai pipi seseorang. Deandra yang melihatnya nampak kaget.

"Lo apa-paan, sih, Kil? Dateng-dateng nampar Naya!" murka Devan.

"Masih nanya? Seharusnya aku yang nanya sama kamu! Kamu ngapain pake cium-cium dia segala?!" Killa menunjuk wajah Naya, bibirnya mendesis sebal dengan sorot mata penuh amarah.

"Turunin tangan lo dari wajah, Naya!" perintah Devan rendah. Tangannya menyentak tangan Killa kasar.

"Jadi, ini yang namanya sahabatan? Di belakang aku kamu selingkuh sama dia? Kamu engga ngehargai perasaan aku, Van? Otak kamu di mana, sih? Kalo mau selingkuh yang elit dikit, dong! Masa sama sahabat sendiri. Apa udah engga ada stok cewek yang lebih cantik dari dia?"

AKILLA [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang