Dua

172 73 43
                                    

"Lemah."

Killa sontak menghentikan isakannya saat mendengar suara seseorang. Kepalanya menoleh, pipinya masih basah dengan sisa air mata.

Terlihat cowok bertubuh jangkung yang tidak mengenakan atribut lengkap. Kakinya melangkah mulai mendekat ke arahnya.

"Enggak cuma lemah, tapi lo juga bego!" ujar cowok itu mendudukkan diri di samping Killa.

"Gak usah ikut campur masalah orang." Suaranya masih tersenggal-senggal. Killa mengelus dadanya. Sesekali menarik cairan bening yang hendak keluar melalui hidung mancungnya.

"Gue enggak niat ikut campur, cuma mau ngingetin." Sebatang rokok dikeluarkan dari saku celananya. Diselipkan di bibir merah tua cowok tersebut. Pematik kecil ikut menjadi sahabat karib benda itu.

"Air mata lo enggak ada harganya karena nangisin cowok brengsek kayak dia. Hidup lo keliatan menyedihkan." Sekali menyesap, cowok itu langsung menghembuskan kepulan asap yang mengepul putih di udara.

Killa yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik cowok tersebut langsung menutup hidungnya. Ia sedikit menjauh lalu terbatuk karena sempat menghirup aroma yang paling dibenci olehnya. "Kalo mau ngerokok jangan di sini!"

"Enggak ada larangan yang tertulis, jadi sah-sah aja kalo gue ngerokok di sini," ujarnya santai.

Killa kembali diam. Berada di dekat seseorang yang tak ia kenal membuatnya risih. Untuk saat ini, Killa hanya ingin sendiri dan menenangkan hatinya.

"Lo bolos karena masalah itu?"

Bahkan satu sekolah sudah mengetahui kejadian memalukan itu. Rasanya Killa ingin pindah sekolah atau berpindah planet saat ini juga. Killa merutuki kebodohannya yang mempermalukan diri sendiri hanya karena masalah percintaan.

"Engga perlu aku jawab kamu udah tau Jawabannya!"

Cowok jangkung itu terkekeh ringan mendengar nada ketus yang diucapkan Killa. "Cewek jaman sekarang lebay banget. Cuma diputusin tingkahnya ngalah-ngalahin orang gila."

"Aku engga diputusin, tapi aku yang mutusin!" teriak Killa tak terima.

"Lo yang mutusin terus lo yang sakit hati? Bodoh!"

"Jangan sok tahu. Mending kamu pergi dari sini, jangan ganggu aku." Killa menutup wajahnya menggunakan tas punggung miliknya. Bukan malu, ia hanya ingin menyembunyikan wajahnya. Pasti wajahnya terlihat begitu menyedihkan. Killa tak ingin mendapat belas kasihan dari siapa pun.

"Gue engga paham sama perasaan cewek. Terlalu rumit dan labil. Mungkin lo bisa melampiaskan emosi lo biar hati lo merasa lebih tenang."

Beralih dari pemandangan jalanan yang bising, cowok dengan belahan bibirnya menyenggol lengan Killa, membuat gadis itu mendonggakkan kepala.

"Kalo gue lagi ada masalah, gue ngelampiasin dengan merokok. Mungkin lo butuh pelampiasan saat ini." Sebungkus rokok tersodor di hadapannya. Killa menatapnya tajam dengan tangan langsung melayang ke pundak cowok tersebut. "Sinting!"

Cowok itu tergelak melihat ekspresi wajah Killa. Terlihat lucu di matanya. Bahkan ia sampai terbatuk di sela-sela tawa lepasnya.

Beberapa detik Killa terpaku dengan tawa lepas dari bibir merah cowok di hadapannya. Seperti tak ada beban. Tak dipungkiri jika Killa merasa terpesona dengan pahatan wajah yang dimiliki sosok tersebut. Tampan dan rupawan dengan rahang tegas dan belahan bibir yang membuatnya semakin memikat.

"Yakin engga mau nyoba?" tawarnya.

"Kamu gila, ya?! Nawarin barang laknat itu sama aku?" Killa refleks mencubit lengan kekar cowok di sampingnya.

AKILLA [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang