How it Goes (end)

107 15 0
                                    

Pagi ini tidak sama seperti pagi biasanya. Musim telah berganti. Kelopak bunga yang bermekaran tak lagi terlihat di tiap pepohonan sepanjang jalan. Hawa dingin bertiup menemani tiap langkah. Waktu telah berlalu tapi kenangan itu masih tetap sama. Goresan demi goresan tinta yang tertuang indah dalam kertas wangi mawar itu masih tersimpan rapi. Bagaikan sebuah harta yang dikubur untuk digali, surat-surat itu tersimpan rapi untuk menunggu dibaca oleh sang pemilik. Tapi tak sekalipun tangan indah itu menyentuh lembaran wangi mawar tersebut.

*~~~*

Dalam sebuah ruangan bernuansa putih seorang pria tengah sibuk mengutak atik telpon genggamnya. Sepertinya ia tengah menikmati game online dengan gawainya itu. Setiap beberapa menit ia mengecek arloji yang terpasang pada lengannya sembari melirik tirai yang masih tertutup di hadapannya.

"Yes...Good Game"

Senyum kecil tampak terpatri pada wajahnya. jelas ia kembali berhasil meningkatkan rank-nya. Kembali melihat arlojinya ia terlihat tak sabar menunggu tirai di hadapannya terbuka. Lelah dengan posisi duduknya ia pun bangkit, berjalan memutari ruangan sambil terus menoleh ke tirai. Selang bebera saat kemudian sebuah suara berhasil mencetak senyum lebar di wajahnya.

"mempelai wanita sudah siap"

Tirai perlahan membuka. Seorang wanita cantik dengan gaun pengantin putih tampak tersenyum. Matanya yang menyipit membentuk bulan sabit ditemani senyum hangatnya menyapa.

"wah, apakah kita harus menikah sekarang? Sepertinya aku tidak bisa menunggu lagi hingga pernikahan nanti"

Pegawai wanita di sana hanya tersenyum malu mendengar ucapan mempelai pria itu.

"tch...aku masih punya 2 gaun lagi untuk dicoba. Apakah kau sudah tidak sanggup menungguku mencoba semua gaun ini. kau sepertinya punya acara yang lebih penting. Kalau begitu kau pergi saja, aku akan men—"

"a—ni, aku hanya, aku bisa menunggu" pria itu tergagap kemudian menampilkan senyumannya. Sang wanita tertawa kecil melihat kelakuan tunangannya itu. Tentu dia tahu menunggu seorang wanita seperti itu akan membosankan dan memakan waktu lama. Terlebih pria di hadapannya itu pasti memiliki banyak pekerjaan saat ini.

"aku bercanda, ini gaun terakhir. Aku juga tidak berniat mencoba semua gaun ini jika ibuku tidak melakukan reservasi tanpa sepengetahuanku." Sang pria bernafas lega. Syukurlah kegiatan ini tidak akan menunda rencananya lebih lama lagi.

"kalau begitu bagaimana pendapatmu? Gaun mana yang lebih baik?"

Sang pria tampak berfikir keras sebelum menjawab.

" Jangan bertingkah bahwa kau tidak bisa memutuskannya. Apa mungkin tak ada satupun gaun yang cocok untuk kukenakan"

"Yak, jangan berbicara seperti itu. Kau tidak tahu berapa kali aku harus menahan degup jantungku ini saat melihatmu dengan gaun-gaun tadi saat tirai terbuka."

"tch, kau mulai lagi...."

"apakah kita perlu membeli semua gaun ini?"

"Yak, kau ini...cepat putuskan!, aku sudah lelah memakai gaun seperti ini"

"kalau begitu bagaimana dengan gaun yang kedua?"

"yang kedua, hmmm...baiklah"

Pria itu tersenyum, dibalas senyum hangat dari sang wanita.

"aku akan berganti pakaian dulu"

"eoh, aku akan menunggu"

Tirai perlahan kembali tertutup menyisakan sang pria yang kembali menatap tirai tertutup. Pikirannya melayang pada ingatan 7 tahun yang lalu. Maniknya tampak bersedih mengingatnya. Ia merasa bersalah sekaligus berterima kasih.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 04, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Story About Us [two shoot]Where stories live. Discover now