Mahar Cinta Untuk Bidadari yang Telah Ku Sentuh Part I

33 6 2
                                    


           "Han, Ibu sudah tua, umurmu pun sudah hampir kepala tiga, ayahmu menunggu hingga dia di panggil Allah, apa kau akan berbuat seperti itu juga kepada ibu ?"

            Aku masih mengingat pertanyaan ibu tadi malam pada ku. Aku tak bisa menjawabnya. Hatiku merasa iba akan permintaan ibuku untuk segera menikah. Tapi... Ah, aku tak akan menikah dengan wanita lain. Dan aku tidak akan pernah menikah kecuali dengannya. Wanita yang telah ku sentuh. Yah, dulu sewaktu aku masih sekolah di menengah atas aku pernah menyentuh mahkota seorang wanita yang sangat ku kenal dekat, wanita yang tak sepantasnya ku sakiti. Aku benar-benar mencintainya, tapi aku sangat bodoh melakukan itu padanya hanya karena takut kehilangannya. Dan kini, aku benar-benar kehilangannya, tak ada kabar tentangnya setelah aku dan dia melakukan perbuatan terhina itu. Aku menyesal telah melakukan hal itu, penyesalan memang selalu datang di akhir sebuah cerita dan kejadian.

            Huh, masa lalu yang sangat kelam, hingga sekarang aku masih mencarinya, hampir sebelas tahun. Ya Allah .. ampunilah dosa-dosa hamba-Mu ini yang telah melanggar perintah-Mu..

            Air mataku menetes mengingat semua itu. Betapa hinanya diriku telah menodai wanita yang suci seperti dia. Masa lalu itu tidak akan pernah ku lupakan. Betapa dosaku menggunung dan mungkin tidak akan pernah terhapuskan oleh taubatku ini. Aku hancur, dan aku tahu wanita itu pasti jauh lebih hancur. Aku malu jika aku harus menikah dengan wanita lain. Beberapa kali ibu memperkenalkan ku dengan anak gadis temannya. Tapi sungguh, aku tidak menyukainya. Semenjak wanita yang telah ku nodai itu menghilang, aku tidak pernah lagi mengenal wanita kecuali ibuku.

            “Allahuakbar.. Allahuakbar…”

            Suara azan subuh membangunkan lamunanku mengingat masa laluku. Aku beranjak dari tempat tidurku dan mengambil wudhu, lalu shalat subuh. Ku tenangkan diri dengan membaca Al-qur’an dan al-ma’tsurat hingga matahari menguning dan bersinar cerah.

***

Ukhuk…ukhuk…

Ku dengar batuk yang menekan dari belakang, kurasa itu ibu. Tapatnya di kamar mandi, tapi kamar mandi itu dikunci. Aku mengetuk pelan pintunya dengan penuh harap ibu membukanya.

“Ibu … Ibu …ibu kenapa ?” tanyaku

“Ibu tidak apa-apa, Han. Cuma batuk sedikit saja” jawab ibu dari dalam. Dan tidaak lama kemudian ibu membuka pintunya. Ia tersenyum menatapku, wajahnya yang mulai keriput melukiskan lelahnya menempuh hidup tanpa ayah di sisi ibu. Wajahnya pucat.

“Kamu tidak kerja hari ini, Han ?” Tanya ibu padaku

“Tidak bu, hari ini kan tanggal merah, jadi nggak ngajar ?” Jawabku

Ku pimpin ibu ke ruang tengah untuk duduk bersamanya. Hmmm, hatiku mulai khawatir

“Han !”

“Iya bu”

“Cepatlah menikah !” Ujar ibu

Aku terpatung mendengar perintah ibu. Ibu, ibu tidak tahu ap yang kurasakan. Ibu, sungguh ku ingin mengikuti keinginan ibu, tapi aku tidak bisa bu… jeritku dalam hati. Aku tertunduk meneteskan air mata.

“Mungkin belum sekarang, Bu” Jawabku

“Han, Dari dulu kamu menjawab, mungkin belum sekarang. Terus kapan, Nak ?” Tanya ibu lembut sekali padaku

Aku ingin mengiyakan keinginan ibu, tapi aku tak mungkin menikah dengan orang lain, sedangkan wanita itu masih dalam dilema dan kehancuran. Huh, masa lalu itu kembali membuncah ke ubun-ubunku.

“Farhan, ada apa ? kenapa, Nak ?” Tanya ibu padaku setelah aku diam dan tak menghiraukan ucapannya.

“Farhan ingin memenuhi keinginan ibu dan almarhum ayah, tapi Farhan tidak bisa, Bu !” Jawabku

“Tidak bisa kenapa ?” Tanya ibu lagi

“Farhan tidak bisa bu, Farhan belum siap. Ibu, permisi, farhan mau dhuha dulu” Aku bergegas meninggalkan ibu setelah ku kecup tangan dan dahinya. Aku tak tahan lagi membicarahan masalah ini.

***

            Bumbung hati ku semakin rapuh, ranting-ranting jiwaku kian berjatuhan. Aku khilaf, aku telah membuat ibu sakit parah seperti ini. Ku tatap wajah ibu yang sangat pasi, terbaring lemas di ruangan yang serba putih. Ibu, cepat sembuh ya . . . . Aku akan sendiri tanpa ibu. Ku genggam erat tangan ibu, sejuk yang kurasakan.

            “Farhan !” suara pelan dari ibu

            “Iya bu, ibu sudah sadar ? Alhamdulillah, ibu cepat sembuh ya ?” pintaku pada ibu. Ibu tersenyum menatap kekhawatiranku

            “Insyaallah.. ibu tidak apa-apa” Jawabnya tenang

            Hmm, semua salahku, kalau saja aku mengikuti keinginan ibu untuk menikahkan ku denga wanita yang dikenalkan padaku beberapa hari lalu. Tapi, aku menolaknya mentah-mentah, hingga ibu syok dan pingsan waktu itu. Aku tahu, ibu sangat berharap aku mengikuti keinginannya. Aku masih memikirkan matang-matang untuk menikah dengan wanita lain.

            Lima hari ibu dirawat di rumah sakit, keadaan ibu belum ada perbaikan, batuk yang semakin hari semakin menekan dadanya. Huh, tak sanggup ku melihatnya. Hingga suatu hari, saat ku menemaninya makan siang di rumah sakit tempat ibu dirawat, ibu kembali membahas hal itu

            “Han, !”

            “Iya Bu,”

            “Apa kamu benar-benar tidak ingin memenuhi keinginan ibu ?” Tanya ibu tiba-tiba. Aku mengerti apa yang ibu maksudkan. Kali ini aku benar-benar tak tega menolak permintaannya. Aku terdiam, mengentikan suapanku pada ibu. Ya Allah… apa yang harus ku lakuakn … bantu aku ya Allah..

            “Han, jawab ibu, Nak !” Paksa ibu

            “Ibu, akan ku pikirkan permintaan ibu, yang penting ibu sembuh dulu. Kalau ibu nggak sembuh-sembuh gamana nanti Farhan mau melaksanakan akad. Hehe.. ibu makan lagi ya …. Harus habis !” ujarku sedikit memberi harapan kepada ibu. Aku tak ingin ia terus-terusan memikirkan hal ini. Ibu tersenyum mendengar jawabanku, penuh harapan aku mengiyakan permintaannya.

MAHAR CINTA UNTUK BIDADARI YANG TELAH KU SENTUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang