Bab 1|Kehidupan Yang Membosankan

200 19 4
                                    

"Kemarin adalah masa lalu, masih ada hari ini untuk menilai diri. Dan masih ada esok hari untuk berubah."

<>

"Kau akan meninggalkannya. Ini sudah takdir El. Tak bisa kau lawan. Kujamin dia akan baik baik saja. Dia sudah besar. Aku jamin saat kau akan meninggalkannya dan dia akan baik baik saja," Ucap pria itu, aura kelam dan dingin menyelimuti nada ia berbicara.

"Tapi... apa kau yakin?" Tanya wanita itu dengan suara parau. Suaranya terdengar serak menahan air mata.

"Percayalah padaku," tekannya.

Pria itu pergi meninggalkan orang yang baru saja ia ajak bicara. Satu jaminan membuat seribu panah menusuk hati wanita itu. Air matanya keluar begitu saja. Ia menangis dalam cafeteria itu. Rasa takut menghantui wanita itu. Sedangkan pria tadi tak merasa iba, ia hanya melirik sekilas lalu keluar dari cafetaria itu meninggalkan wanita yang tadi bersamanya.

Jaminan adalah suatu yang tak menentu. Kata itu hanya keluar dari mulutnya tapi tidak keluar dari jelajah mesin waktu. Sekalipun pria itu adalah orang yang ia cintai dan ia percayai, tidak ada jaminan bahwa perkataannya benar. Wanita itu terduduk di lantai dengan wajah lembab bekas air mata. Sambil menatap secarik kertas di hadapannya sambil melirihkan nama seseorang.

***

Aku menutupi setengah dari wajah kusamku mengunakan topi hoodie hitam. Aku mendongak menatap matahari terik di atas kepalaku. Sesaat kemudian, aku menghalangi cahaya matahari dengan tanganku lalu kembali melihat kearah depan. Lapangan sekolah sangat berisik, penuh oleh orang orang yang bergerombol, bermain bola ataupun sekedar bercanda disana. Rasanya aku hanya sebutir debu hening diantara mereka.

Sambil menatap gerbang sekolah dari kejauhan aku mengehal nafas pendek lalu menatap kebawah. Aku menendang kerikil kecil, lalu berdecak kesal, "Dia terlambat."

Aku berjalan gontai sambil sedikit menaikkan arah kepalaku dan melihat bayang bayangku di tanah. Aku berjalan menuju ambang gerbang sambil menunggu seseorang disana. Aku berteduh di atap kecil diatas gerbang.

"Selamat siang, Lea." sapa seorang wanita muda datang tak jauh dari sebelahku.

"Selamat siang bu," balasku.

Aku menatap wanita itu lekat lekat, tag name atas namanya masih tercantum pada seragam gurunya. Guru yang baru baru ini bekerja di sekolah, bu guru Keyla. Pernah menjadi guru les privatku, namun setelahnya ia menjadi guru di sekolah tempatku saat ini belajar.

"Bagaimana kabar kakak sepupumu? Akhir akhir ini sepertinya dia sibuk." Tanya bu Keyla.

"Oh, kakak baik, dia memang sibuk dan jarang pulang ke rumah." Jawabku.

"Ah, begitu."

Mobil berwarna hitam berhenti di depanku, "Akhirnya datang juga." Ucapku kecil. Mobil itu membunyikan klakson dua kali bersamaan dengan lampu depannya yang menyala berkedip dua kali.

"Saya pulang dulu ya bu," pamitku.

"Baiklah, hati hati di jalan. Titipkan salamku pada kakakmu," pinta bu Keyla.

"Tentu saja, dan kakak bilang, ibu boleh datang ke rumah dan dia berharap sering." Balasku.

"Baiklah, akan kuingat, aku akan datang sesering yang aku bisa." Jawab bu Keyla tersenyum sembari mengangguk.

"Terima kasih."

Mobil di hadapanku kembali membunyikan klaksonnya dua kali. Aku mendengus kesal. Bukankah tadi dia juga yang terlambat?

"Saya pulang dulu ya bu," pamitku lagi.

"Ya." Aku memasukki mobil. Dari kaca jendela, bu Keyla bisa melihat ketika muridnya itu masuk, sopir langsung memarahinya sedangkan gadis di belakangnya itu tampak tak menghiraukannya dan menutup telinganya.

Wanita muda itu menggeleng perlahan, lalu ia menatap lekat belakang mobil hitam yang semakin jauh darinya hingga menghilang di jalan berbelok.

Aku memutar bola mataku malas, aku menopang dagu sambil melihat di spion mobil. Dari samping, terlihat wajah tebal pak sopir yang baru saja memarahiku dan kalah dalam adu mulut bersamaku. Aku mengaitkan satu sisi earphone pada telinga kiriku dan bersandar sembari menghayati musik.

Tak lama kemudian, aku melihat gedung tinggi dari jendela dan bersiap turun. Setelah parkir di depannya, aku turun dari mobil dan melambaikan tangan pada pak sopir. Aku menatap gedung itu sampai ujung teratasnya.

"Sampai juga," ucapku menghela nafas lega. Aku sudah bisa membayangkan duduk di sofa, mendengarkan lagu sambil membaca buku. Sesaat kemudian aku membuang niatku itu, besok ujian dan aku harus segera belajar.

Aku berjalan memasukki gedung, berjalan menuju kamar apartemenku dan membuka pintunya. Aroma aroma khas itu menyeruak masuk ke dalam hidungku, seusai menutup pintu, aku melepas sepatu dan kaos kakiku. AKu merebahkan diri ke sofa bersamaan dengan melempar tasku ke lantai di sebelah meja. Aku menghela nafas.

"Akhirnya, lelahnya..." keluhku. Aku bangkit duduk. Melihat sekitarku terlebih dahulu.

Aku bangkit berdiri lalu berjalan menuju kamar. Aku mengganti pakaianku, dan mencuci muka di kamar mandi.

"Huwaah!!" seruku merasa segar. Dengan handuk yang masih berada di leherku, aku masuk ke dalam kamar dan keluar dengan buku novel di tanganku. Sambil terus menatap buku, aku duduk di sofa dan menyilangkan kaki.

Tanpa sadar, perutku sudah berbunyi, "Aku malas masak." Ucapku mendengus. Aku mengubah posisiku menjadi tidur lalu mengambil ponsel di meja.

"Apa aku pesan online saja?" gumamku berpikir.

"Lebih baik begitu," tambahku mengetik di layar ponsel. Usai menekan sebuah tombol pada ponsel, aku meletakkan benda itu ke meja lalu lanjut membaca. Dua menit, lima menit, aku merasa keheningan melanda. Kakak sepupuku tak ada di rumah. Aku bisa membayangkan dia sedang berurusan dengan dokumen di depan komputernya sambil mungkin memijat pelipisnya sekilas. Aku terkekeh membayangkan betapa tersiksanya wanita itu.

Pada akhirnya makanan yang kutunggu datang. Aku memakannya dengan lahap, menyisakan bungkusnya di meja sambil berpikir, "Nanti akan ku bereskan."

Aku kembali berbaring di sofa, tidak berniat untuk memutar musik dan sepertinya sudah bosan dengan buku buku. Aku melihat jam dinding, "Apa bu Keyla akan datang?"

"Yah, dia datang atau tidak aku tidak peduli." Ucapku lagi.

"Menunggunya malah membuatnya semakin tidak datang," lanjutku.

"Aku bosan." Gumamku menatap langit langit.

"Apa aku belajar saja?" tanyaku pada diri sendiri. Setelahnya aku langsung menolak tawaran itu. Lebih baik belajar nanti saja.

Aku menguap, "Ngantuk, tidur aja deh.."

Aku berjalan menuju kamar sambil membawa ponsel dan buku lalu merebahkan diri ke kasur. Aku memasang alarm pada ponselku lalu meletakkannya diatas laci di sebelah kasur. Aku menatap langit langit sambil berkedip beberapa kali, sesaat kemudian, aku sudah terlelap dalam tidur.

Saat itupun, aku tak menyangka, hidup yang kukira akan kujalani sendirian dan membosankan mengikuti alur hidup yang seharusnya akan berubah, menjadi penuh perjuangan tak terduga yang berakhir menjadi sebuah kesenangan keluar dari kesendirian ini.

-To Be Continue-

Lea Thread Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang