Suatu senja di bulan Juli, 2012.
Hari itu langit berangsur menampakkan keindahan yang berbeda. Langit biru perlahan beranjak menuju spektrum lembayung dengan hiasan gumpalan awan nan cantik. Jalan-jalan cahaya menyusup di antara langit laksana ada bidadari turun dari kahyangan dan menumpang mandi di bumi. Bila memang benar adanya, bisa saja Jaka Tarub berotak mesum merekam mereka dengan kamera ponselnya!
Sekelompok gadis duduk bersama di sekitar meja bundar di depan sebuah kafe. Mereka saling melempar tawa dan canda. Tak ada cerita sibuk sendiri dengan ponsel di genggaman tangan. Maklumlah, ponsel pintar baru menetas dari pabrik-pabrik ponsel canggih dunia. Selain itu baru segelintir orang memilikinya.
“Eh, liat nih. Kameranya bagus banget ‘kan?”
“Bagus apanya? Adanya aku malah tambah chubby di kamera,” rutuk seorang gadis berambut panjang. Matanya tak seperti para gadis lain yang asyik mencoba kamera dari ponsel apel setengah tergigit itu. Meskipun selfie di negeri ini layaknya sebuah kewajiban, tetap saja gadis itu tak peduli. Ia lebih memilih habiskan boba pesanannya.
“Eh, Ra. Sini deh. Kamu lagi jerawatan?”
Seorang gadis perbesar layar ponselnya. Benar. Ada setitik jerawat muncul di hidungnya.
“Gak nyangka juga sih cewek yang mukanya mulus sepertimu aja bisa jerawatan.”
Sore harinya di rumah. Gadis itu merutuk sendiri di depan cermin. Dia pikir memang kamera ponsel temannya bermasalah. Maklumlah, belum ada ponsel dengan kamera baik pada masa itu. Seringai pun hiasi wajah cantik yang seakan berkata “jangan ganggu aku” itu di depan cermin.
“Ih, kenapa sih kudu jerawatan segala?” rutuknya sambil membersihkan muka di kamar mandi.
“Nora! Makan malam gih!”
“Iya, Ma!” balasnya dari dalam kamar mandi.
***
Berawal dari masalah jerawat di hidung, hidupnya kacau dalam sehari. Kesan diri gadis itu sebagai gadis pelit senyum semakin kuat sudah di mata orang-orang. Wajah "jangan ganggu aku" dirinya semakin menjadi-jadi setiap kali ada yang menanyai setitik bengkak di hidungnya.
"Cie. Ternyata si judes bisa jatuh cinta juga," goda teman sebangkunya.
Gadis bernama Nora itu mendengkus. Bibirnya mencibir pada pantulan cermin mini di tangannya. Rambut panjang berurainya berayun sesaat selagi buang wajah dari Rina, teman sebangkunya.
"Ih! Ini rambut apa pecut sih? Sakit tau!"
Nora tidak membalas. Sudah cukup mood-nya rusak hari itu berkat jerawat. Selama ini wajahnya nyaris tak pernah sentuh make up berkat saran Mama. Dia itu masih remaja dan berada dalam masa pertumbuhan. Lebih baik belajar merawat diri dengan perawatan alami dan hindari make up yang berlebihan. Wajarlah bila wajah tirusnya mulus dan sehalus bayi.
Namun, jerawat tak pandang bulu hinggap di wajah seseorang. Selama ini Nora tak pernah pulaskan make up lebih dari bedak. Wajahnya pun bersih dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Banyak gadis di kelasnya yang iri dengan paras cantik tanpa cela. Namun, wajah "jangan ganggu aku" kerap membuat teman-teman sebayanya menepi.
Apa dia itu gadis yang sombong?
Apa dia itu tidak suka dengan keberadaan kita?
Apa dia itu tidak senang bersekolah di sini?
Semua suara sumbang itu selalu sampai di telinga Nora setiap kali langkahkan kaki di sudut sekolah. Lirikan mata tajam seakan menolak orang-orang di sekitarnya turut memperburuk kesan itu. Padahal sebenarnya, suasana hati Nora kacau berkat jerawat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sketchbook ✔
Teen FictionBarga berusaha agar bisa menjalani kehidupan sekolahnya dengan sebaik mungkin. Namun, di sisi lain, jati dirinya juga masih abu-abu. Ia masih mengawang-awang di bawah pengaruh 'pencarian kepribadian'. Yang ia inginkan saat ini tidak muluk-muluk. Bis...