Ayara mengikuti seorang wanita paru baya di depannya, bu Melani. Salah satu guru di sekolah barunya sekarang. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, bu Melani akan menunjukan kelas yang akan ditempati Ayara nanti.
Mereka berjalan melewati sebuah pintu dengan ukiran papan di atasnya huruf kapital bertuliskan PERPUSTAKAAN yang tak jauh dari tempat asalnya tadi, kemudian melewati lorong kelas yang di sampingnya terdapat sebuah lapangan luas.
Bangunan lainnya bertingkat juga berdekatan, Ia tersenyum nampaknya akan segera menyukai tempat ini. Seseorang didepannya kini berhenti di sebuah pintu, dilihat penanda pintu tersebut XI IPA II tercetak jelas.
Terdengar suara-suara nyaring membuat ramai telinga, Ayara tersenyum kecil, tidak aneh baginya karena di sekolahnya dulu keadaan juga tidak jauh berbeda. Ia menarik nafas agak canggung akan bertemu orang-orang hari ini.
“Ini kelas mu” ucap Bu Melani sambil dibukanya pintu, dan mengajak dirinya untuk ikut masuk, Ayara cukup mengangguk dan menuruti perkataanya.
Semua orang dihadapannya kini mendadak terdiam.
Bu Melani membuka percakapan dengan memberi salam lalu mulai berkata
“Hari ini kita kedatangan murid baru” dilirik gadis di sampingnya “Silahkan memperkenalkan diri” ia menepuk lembut punggung Ayara, Ayara mengangguk kecil.
“Perkenalkan saya Yoona Ayara…..”
***
Di ruangan sekitar 4x5 M, yang di dominasi warna abu biru polos. Sinar matahari terhalang masuk karena jendela masih tertutup gorden. Bian masih tergulung selimut dengan mata yang masih terpejam, ponselnya sedari tadi berbunyi, hanya alarm yang terbiarkan malang.
Bunyi alarm berhenti, terganti dengan sebuah lagu Hindia-secukupnya yang dia jadikan sebagai nada telpon masuk. Bian sedikit membuka matanya untuk melihat siapa yang menelpon.
“Iya Van kenapa ?” tanya Bian menempelkan ponselnya di telinga dengan nyawa yang belum terkumpul sempurna.
“Etdah ni bocah kebo banget sih, bangun nanti lu kesiangan lagi”
jawab Givan, sahabat Bian.Bian melirik jam di sudut kiri ponselnya 07.15, ia membuka mata lebar, nyawanya kini telah kembali sepenuhnya, Bian mengangkat badan masih menggenggam ponsel di tangannya.
"Kenapa gak nelpon dari tadi !" yang di bangunkan lebih galak dari yang membangunkan
"Terserah dah, gimana lu aja. Gue yakin alarm lu aja bosen bangunin kebo kayak lu "
sambungan telepon diputus secara sepihak oleh Givan dari sebrang sana.
“Arrrghhh !” Ia bangun dan segera merapikan bekas tidurnya kemudian berjalan setengah berlari dengan handuk di tanganya menuju kamar mandi.Meskipun terdesak sekalipun, Bian tidak akan melupakan acara mandi pagi, baginya sudah menjadi habit yang tidak boleh di rubah, dia sangat menjungjung tinggi mandi pagi.
Seragam putih abu telah melekat di badannya lengkap dengan atribut lainnya, di tambah jam tangan hitam di tangan kirinya. Dirasa sudah hampir selesai, Ia mengambil tas di dekat meja belajarnya dan segera pergi.
Rumahnya sepi, ibunya sudah berangkat jam 06.00 pagi tadi, tiap akan berangkat pula ibunya slalu membangunkan Bian,
“lima menit lagi bu” begitu jawab rutin Bian dan kembali melanjutkan tidur, lima menit yang menjadi kelipatan berkali-kali lipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMPORARY
Teen FictionJangan katakan apapun, karna kebanyakn orang tidak akan mengerti meskipun diberi banyak penjelasan. Itulah kenapa.... Aku memilih diam dan tidak peduli