1. Paper Heart

224 68 35
                                    

Seperti bentuk kertas awal yang polos tanpa goresan apapun di dalamnya; Putih, polos, bersih. Kendati begitu, kertas itu juga akan berwarna entah karena dipakai atau mungkin saja keruh dimakan waktu.

Layaknya kertas itu, hati manusia yang bersih tanpa penghuni juga persis seperti seonggok kertas putih itu. Awalnya begitu putih tanpa goresan. Awalnya begitu sepi, sunyi tanpa penghuni hingga kemudian seseorang yang datang tanpa permisi dan menempati hati itu dalam jangka waktu yang lama. Bahkan sang pemilik hati pun tak tahu bagaimana cara mengeluarkan penghuni tanpa diundang itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah; bagaimana jika hati itu sewaktu-waktu akan keruh karena terlalu lama memendam penghuni itu di dalamnya?

Meski begitu, sang pemilik hati tetaplah manusia naif yang Memilih mempertahankan kalimat "Terus mencintainya dalam diam bahkan terus mengaguminya meski dalam pengabaian." Terdengar sangat menyedihkan bukan?

Oh ayolah! Hari terus berganti dan jarum jam bahkan tak pernah berputar kembali kendati melewati hari-hari muram dengan rasa yang sama. Masih sama seperti beberapa tahun yang dilalui dengan kelam.

Begitulah Min Yunji. Gadis berumur tujuh belas tahun yang membiarkan hatinya keruh dimakan waktu karena terlalu lemah jika harus melupakan si penghuni hati. Tidak! Itu keputusan paling buruk yang bahkan tak pernah terbesit dalam otaknya sekalipun.

Andai saja seorang pengagum rahasia dapat mengungkap rasanya. Percayalah, menghirup napas di depan pujaan hati tak akan terasa menyesakkan. Sangat menyegarkan. Tak terasa berat kendati masih saja bersembunyi seperti pengecut di dalam hati yang remuk.

Tak terhitung berapa kali helaan napas terdengar lesu di tempatnya, Yunji benar-benar bisa gila hanya dengan memikirkan kebodohannya memendam perasaan seorang diri.

"Berhenti menatapnya seperti itu terus, Ji."

Sebuah kalimat penuh sarkasme menjadi bahan untuk menyadarkan Yunji dari acara melamunnya. Kepalanya terotasi mengahadap lawan bicara. Meninggalkan presensi sesosok yang sudah dia amati sejak tadi. Gadis itu menatap penghuni tempat di sebelahnya sembari mengerjap beberapa kali bak orang linglung.

"Fokuslah pada bukumu. Jangan menatapnya terus. Buang-buang waktu saja," tambah gadis di sebelahnya. Dia memberi sebuah tatapan mematikan demi menyukseskan kekesalannya.

Yunji menghela napas berat. Dia mengerti kenapa diberi ultimatum sebegitu sangarnya dari orang yang sudah dianggap sebagai salah satu bagian penting dalam hidupnya.

Gadis di sebelahnya membalikan buku tebal di tangannya dengan kesal. Berusaha mengabaikan setelah puas memberi ultimatum. Yunji tersenyum maklum menatap tingkah sahabatnya itu. Sudah biasa seperti ini.

"Ayolah, Jira. Jangan merengek begitu." Yunji meraih bibir Jira yang tertekuk masam dengan tangannya kemudian membentuk seutas garis melengkung keatas. Memaksa sebuah senyum terbit dari sana.

Jira merotasikan bola matanya. Temannya ini benar-benar bisa bersikap menyebalkan sekaligus menggemaskan. Kendati begitu, dia tetap mengembangkan senyuman. Tak ingin membuat Yunji bersedih. Walau bagaimanapun, dia teramat menyayangi gadis yang selalu membuatnya kesal ini.

"Maka berhentilah memperhatikan dia." Jira menunjuk pria yang duduk sebaris dengan tempat duduk keduanya memakai dagu. Menunjukan betapa dia cemburu saat sahabatnya ini memilih memprioritaskan orang lain dibanding dirinya. Pria yang terduduk di samping jendela—tengah asik bercengkerama dengan teman-teman sejenisnya. Bahkan beberapa kali tawanya terdengar mengudara menyapa runggu keduanya.

"Ya ya ya. Ayo kerjakan materinya sebelum Lee Ssaem datang."

Yunji kembali memfokuskan diri pada buku yang tadi sempat ditinggalkan kala fokusnya terbagi. Melarutkan diri pada tumpukan kertas yang tersusun rapih itu. Mengenyahkan pikiran dari lamunannya. Otaknya harus fresh demi menyambut banyak materi. Belum lagi tahun ajaran terakhir ini begitu memberatkan para siswa tingkat akhir untuk lebih ekstra belajar. Memporsa otak-otak muda mereka sebelum masuk bangku perkuliahan.

PULVERATRICIOUS [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang