tujuh.

1.3K 167 35
                                    


Mual. Itulah hal pertama yang Sakura rasakan ketika membuka mata. Dia segera beranjak dari tempat tidur dan mengabaikan kepalanya yang memberat. Langkah yang diambilnya berintensitas cepat sebelum isi perutnya keluar di tempat yang tidak seharusnya. Bahunya menyandar pada dinding, sanggaan kedua kaki ternyata tak cukup untuk membuatnya berdiri. Dia merintih sebelum tangannya membekap mulut yang terasa kering.

Sasuke membuka kedua matanya. Punggungnya masih menempel pada kepala ranjang. Sengaja tertidur dengan posisi siaga. Mengingat alasan dia terbangun adalah mendengar rintihan, Sasuke langsung menoleh ke sampingnya. Kosong. Kemudian matanya menangkap gerakan cahaya yang menyusup dari celah pintu kamar mandi serta suara seseorang yang sedang muntah.

Yakin bahwa Sakura tak membutuhkan privasi dari caranya yang membiarkan pintu terbuka, Sasuke mendorong pintu agar jalan masuknya lebih lebar. Diabaikannya kepala yang sedikit memberat. Dia mendapati Sakura berjongkok dan menunduk ke arah toilet, memegangi kunciran rambut merah muda yang panjangnya sudah melewati bahu. Sasuke berjongkok di samping Sakura dan mengambil alih tugas memegangi rambut menggunakan jari tengah, jari manis, dan kelingking. Sementara ibu jari dan jari telunjuknya digunakan untuk memijat tengkuk Sakura pelan-pelan.

Setelah menyiram toilet dengan cara menarik tuas, Sakura memegangi bahu Sasuke sebagai penyangganya untuk berdiri. Sasuke menghentikan kegiatannya dan memerhatikan Sakura yang masih berkumur di depan wastafel. Kedua tangannya mencengkeram pinggiran wastafel erat-erat. Wajahnya yang kusut terefleksi di cermin.

"Ugh, apa yang terjadi semalam?" ujar Sakura sembari memegangi kepalanya. Beberapa bagian di rambutnya membasah ketika terkena tangan yang baru saja dicuci.

"Kau mabuk." Sasuke turut berdiri. Dia menatap mata Sakura melalui pantulan cermin. "Kuingatkan, Sakura, kau tidak boleh mabuk lagi!" ucapnya dengan nada tegas, seolah-olah bukan seseorang yang baru saja bangun tidur.

"Aku tahu kalau yang itu. Apa yang terjadi ketika aku mabuk? Aku harap aku ketiduran di kedai saja setelah minum, daripada ... err ... bertingkah aneh." Sakura memejamkan matanya erat. Dia merinding sendiri mengingat kelakuan Ino saat mabuk. Gadis pirang itu berubah menjadi manusia paling jujur dan frontal, yang bahkan mengungkapkan ukuran dalaman. Dia tak bisa membayangkan jika dirinya berperilaku seperti itu, atau bahkan lebih parah.

Sasuke meringis dalam hati mengingat apa yang terjadi semalam. Kendati begitu, tampang yang dia pasang sekarang masihlah tenang. "Tidak ada." Dia memilih untuk menutupi segalanya daripada membuat Sakura bertanya-tanya lebih lanjut bagaimana tanggapannya terhadap sikap gadis itu saat mabuk.

Sakura menyipit curiga dan menatap Sasuke langsung di mata. "Bohong."

"Kubilang tidak ada." Sasuke masih mencoba berekspresi tenang. Arah pandangnya lurus, berusaha tak melirik ke kiri—salah satu ciri-ciri seseorang yang berdusta.

"Kalau tidak ada, kau tidak mungkin menekanku sekeras itu untuk tidak mabuk lagi." Sakura melempar tatapan menyelidik. Kemudian kepalanya terasa dipukul palu godam, membuat tangannya otomatis berpegangan pada lengan Sasuke.

"Hn." Sasuke menarik tangan Sakura ke lehernya dan membantu gadis itu melangkah ke luar kamar mandi.

"Sasuke-kun!" Sakura berdecak mendapati Sasuke yang tak memberikan jawaban. Tiba-tiba wajahnya menegang. "Jangan-jangan aku menghancurkan sesuatu?" Hal ini akan sangat memalukan jika tak terjadi di tengah-tengah pertempuran.

"Mabuk atau tidak kau sama-sama sanggup melakukan itu."

Tonjokan ringan mendarat di dada Sasuke hingga langkahnya sedikit terseret ke belakang. Itu adalah tenaga Sakura yang tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja. "Kau tahu bukan itu maksudku, bodoh!"

dua pasang sepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang