slice three

71 25 12
                                    

- meet Ray -

Kukira takdir telah mempertemukan kita.
Ternyata aku saja yang salah sangka.

♤♡◇♧

"Ray, Ibu sudah kirimkan file murid baru yang akan datang ke sekolah ini. Sudah kamu liat?" tanya Bu Eni sambil membetulkan kacamatanya.

Memang di ruangan ini hanya tersisa segelintir orang saja. Selepas dipakai untuk Rapat OSIS yang dipimpin oleh Rayhan, selaku wakil ketua OSIS—sebab Ketua OSIS sedang berhalangan hadir—dan juga didampingi oleh Bu Eni.

"Belum sempat, Bu. Nanti saya akan lihat." jawab Rayhan. Semenjak sang Ketua OSIS tidak hadir dalam rapat ini, eksistensi dan esensi semakin dibutuhkan saja. Maklum saja sebagai wakil ketos ia jarang berperan dalam hal eksternal seperti rapat ini. Biasanya dirinya terlibat dalam hal internal seperti membuat proposal dan laporan. Ia merasa dongkol, sebab si ketos tak tahu diri itu seperti memberi nya momok tak kasat mata.

Bagaimana tidak? Ia seperti dilimpahkan hadiah. Tidak! Bukan hadiah yang berbentuk kotak dengan pita diatas itu. Tapi hadiah yang rupanya berbentuk laporan, pertanyaan, dan perintah. Ck, bukankah seharusnya dirinya yang memerintah? Tentu saja itu tidak berlaku disini, Bu Eni lah penyebabnya. Sekarang ia tahu mengapa si ketos itu dongkol setengah mati dengan Kanjeng Eni yang terhormat itu. Rasanya ingin ia ingin mengumpat, tapi tenang ia masih tahu tempat.

"Segera ya, Ray," menghela napas, itulah yang dilakukan Rayhan "Oh iya, Ibu juga mau minta data laporan perkembangan organisasi ini selama menjabat. Dan ya, deadline nya besok." baru saja ia ingin pulang dan rebahan, namun dirinya tertampar oleh deadline laporan. Memang masa jabatan OSIS untuk kelas XII akan segera selesai, sehingga ia yang akan merekap. Meskipun dibantu oleh anak buahnya. Tetapi ia juga yang akan menghimpunnya menjadi satu sekaligus merevisi apabila ada yang salah.

Sungguh, bila saja ada si ketos laknat itu ada akan ia limpahkan semua tugas kepadanya. Si ketos laknat itu bernama Zydan, dirinya tengah mengharumkan nama sekolah dengan mengikuti lomba berkedok exhibition itu. Pasalnya, exhibition itu hanyalah sebuah pameran namun sekolah melebih-lebihkan dengan mengumumkan bahwa Zydan akan mengikuti lomba berkancah Internasional. Tentu saja Zydan akan mendapat medali atau sekadar piagam untuk menghargai karyanya itu. Yah, meskipun bertitel Internasional namun perlombaan—atau pameran—itu diselenggarakan di Ibu Kota.

Pasrah pun menjadi jalan yang ditempuh Rayhan.

♤♡◇♧

Rayhan melangkahkan kakinya di sepanjang koridor sekolah. Tujuannya satu, ia ingin memberikan laporan yang kemarin ditagih. Akhirnya, setelah ia mengorbankan matanya agar tetap terjaga ia dapat mengumpulkan laporan iti sesuai tenggat waktu yang telah diberikan. Semalam ia tak sendirian, ia ditemani oleh secangkir kopi, bukan kopi yang lagi viral itu, si dalgendul itu. Ia lebih menyukai kopi hitam tanpa gula dan juga tanpa susu. Pahit memang. Bukankah pahit memang diperlukan? Tentu saja untuk mempermanis hidup.

Namanya Rayhan Hossler. Ia merupakan anak dari seorang pengusaha sukses. Ayahnya merupakan pemilik perusahaan rekaman yang menghasilkan banyak penyanyi terkenal bahkan hinggga ke negeri Paman Sam. Perusahaan Ayahnya bernama Hossler Records.

Bukan hanya itu saja tampangnya yang memang good looking sukses membuat kaum hawa blingsatan. Perawakan Rayhan memang tinggi khas ras kaukasia pada umumnya. Dengan rambut curly berwarna brunette dan kulit berwarna serupa tembaga. Dan masih ditambah lagi dengan punggung sekokoh baja dan dada sebidang balok. Tentu saja perawakan tersebut menjadi hal yang kaum remaja idam-idamkan, terkhususnya wanita.

Tidak! Dirinya tak seklise dan sesempurna itu. Masih banyak daftar kekurangan yang bila ditulis maka tak akan habis-habis.

"Permisi bu," Rayhan sedikit melongokkan tubuhnya di depan pintu guna mencari yang ia sedang cari, baca: Bu Eni.

"Masuk Ray," sambut Bu Eny.

"Ini laporan yang ibu minta, saya permisi dulu bu." Rayhan segera memberikan laporan itu dan ingin cepat keluar dari sini.

"Bentar, Ray," rupanya Bu Eny tak setuju dengan keinginan Rayhan sehingga mau tak mau, setuju tak setuju, dan ingin tak ingin Rayhan menunggu Bu Eny selesai berdalih.

Entah kejutan apa yang akan ia dapatkan.

"Kamu sudah liat yang ibu kirim kan?" alis Rayhan mengkriting, ia merasa clueless, "soft file yang kemarin sudah dibaca?"

Mampus!

Namun, bukankah ia sebaiknya mengerjakan sesuai skala prioritas? Bu Eny seharusnya maklum bila ia tak sempat memeriksa soft file tersebut. Ayolah, bahkan untuk merebahkan diri saja semalam ia belum merasakannya.

Alibi apa yang harus ia berikan? Karena yang ia tahu Bu Eny ini akan terus menyangkal alasannya. Ia sudah bilang belum jikalau Bu Eny ini ahli debat? Dan sialnya lagi, ia tak pandai berdebat. Yah, meskipun ia wakil ketos ia sangat jarang untuk berpidato apalagi berdebat. Huft, sudahlah ia mundur teratur saja.

Rayhan memejamkan mata, lalu menarik napasnya perlahan dan kemudian menghembuskannya kembali. Ia mencoba menetralisir detak jantungnya. Sejujurnya ia bingung. Ia sedang bicara dengan gurunya atau dengan gebetan, kok ada adegan deg-degan segala? Tidak mungkin ia menjadikan gurunya gebetan. Sebab Bu Eny ini sudah menjadi janda dengan satu orang anak. Meskipun masih muda, apakah dirinya harus menikahi mama muda? Stop, jangan putar lagu itu!

Mengapa pikirannya menjadi kemana-kemana seperti ini? Fokus, Ray! Cari alasan yang menarik atau yang penting masuk akal, "ehm.. Begini bu, saya-"

"Permisi bu," Disertai bunyi ketukan pintu, seorang pemuda dengan kacamata yang mungkin sangat ia butuhkan agar matanya dapat terlihat itu masuk. Tidak bermaksud membedakan hanya sebagai gurauan. Kira-kira seperti itulah perkataan teman-teman kepada Zydan. Ya! Orang itu adalah Zydan, sang ketos telatan, sekaligus penyelamatnya itu, "maaf menggaggu. Bu, murid baru yang ibu sampaikan kemarin sudah datang." Tak selang beberapa waktu kemudian, murid baru yang dimaksud melewati pintu untuk menuju kearah meja Bu Eny.

Rayhan tak memercayai netranya. Ia belum katarak 'kan? Tentu saja belum diusianya sekarang belum membolehkan dirinya memiliki SIM. Eh, tapi apakah pasien katarak harus tua? Ah, sudahlah!

"Um, permisi. Sorry, baru masuk." Sungguh! Ia tak percaya. Apakah murid baru itu adalah titisan dari orang itu? Atau mungkin jelmaan? Tapi, yang jelas ia ingat siapa orang itu. Bahkan bukan ingat saja, ia mengenalnya.

Ya! Ia mengenalinya. Sangat malah.

♤♡◇♧

murid baru nya siapa kak?
kok gantung?
hehe maap :3
ada yang bisa nebak?
ada cluenya kok diatas
hehe ^^

see u next chapter <3

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Don't FlashbackWhere stories live. Discover now